Modus

"Beb, ngelamun aja. Makan siang nanti ke kantin yuk!" ajak Tri yang sudah berdiri di depan meja.

Aku yang melihatnya malas. "Malas banget aku. Sumpah. Aku masih agak trauma sama kantin gara-gara keselek bakso waktu itu."

Tri tertawa."Habisnya kamu sih, kayak orang gak makan seminggu."

Tiba-tiba pintu ruangan manager terbuka dan menampilkan wajah ganteng Pak Andre.

"Nis, ke sini sebentar. Ada yang mau saya bicarakan."

"Halah, modus banget." Tri bergumam lirih sambil mendengus kesal. Aku sudah mewanti-wantinya agar tak keceplosan tentang masa lalu kami.

"Sumpah ya, aku iri banget sama Pak Andre, kulitnya mulus banget. Gila! Aku aja yang cewek, jadi merasa insecure," Shasha mulai heboh.

Aku memutar bola mataku jengah. Ini bahkan sudah seminggu sejak kedatangan Andre yang menggegerkan, tapi tetap aja anak-anak masih suka heboh sendiri ketika membicarakan Andre.

"Emang dasar kamunya aja yang jelek," ejek Dody, satu-satunya cowok di ruangan ini. Dia sedang mengambil cuti ketika Andre datang waktu itu. Untung saja, karena dia tak harus menyaksikan betapa hebohnya anak-anak waktu itu.

"Udah ah berisik, aku mau ke ruangan si bos dulu."

"Siapkan mental ya, Nis," kata Jenni.

"Buat apa?"

"Buat menguatkan hati agar tidak terjatuh dalam pesonanya bos ganteng."

"Eak eak." Shasha terbahak.

"Najis!" Bukan aku yang menjawab tetapi Tri.

Aku hanya menggelengkan kepala sambil berjalan ke ruangannya Andre. Kulihat Aira nampak serius mengerjakan sesuatu.

"Hy, Ra. Serius amat."

"Iya nih. Ngejar deadline biar gak lembur."

"Aku masuk dulu ya." Aira hanya mengangguk tanpa melihatku. Aku mengetuk pintu sebelum membukanya. "Permisi."

"Nis, ayo duduk," perintah Andre, "sebentar ya, saya selesaikan ini dulu."

Selang beberapa menit ternyata Andre masih sibuk mengurus dokumen yang menumpuk di depannya. Yang bisa aku lakukan hanya memandang wajahnya. Dia tidak banyak berubah, hanya kelihatan makin dewasa. Postur tubuhnya pun sudah lebih berisi, mungkin dia juga rajin nge-gym. Aku penasaran isi dibalik kemejanya. Hmm... pasti banyak roti sobeknya yang enak buat dimakan.

Astaghfirullah. Aku menggelengkan kepala mengusir pikirin mesum. Sejak kapan aku berubah jadi semesum ini? Aku mengetuk kepalaku sebal.

"Kamu pusing?" Andre melihatku dengan kening berkerut.

"Eh? Nggak, cuma lagi mengusir penat," kilahku. "Jadi ada apa, Bapak memanggil saya?"

"Aku belum setua itu untuk dipanggil bapak, Nis. Panggil seperti dulu saja. Aku juga kangen dipanggil sayang sama kamu." Andre tersenyum manis.

Aku tersedak ludahku sendiri, "Mmm ... maaf Pak, tapi saya rasa kita harus profesional membedakan urusan pribadi dan pekerjaan. Dan saya tidak mengerti maksud Bapak dengan sebutan sayang." Aku memalingkan wajahku malu.

"Tidak apa-apa kalau kamu tidak mengerti." Andre tersenyum sekilas. "Siang nanti kamu ikut saya meeting dengan klien sekaligus makan siang."

Nisa kaget. "Lho? Kenapa saya, Pak? Kan ada Aira."

"Aira harus mengerjakan dokumen yang sangat penting. Kamu minta proposalnya sama Aira. Kita berangkat setengah jam lagi."

"Tapi, Pak ...."

"Saya tidak menerima penolakan, Nis," tegas Andre. Duh, kalau kayak gini kharisma dan aura seorang bos jadi keluar. Jadi tambah seksi. Astaghfirullah.

"Baik, Pak. Saya permisi siap-siap dulu."

"Ya. Minta proposal atas nama pak Radit dari Jay.Corp." Aku hanya mengangguk.

"Ra, proposal atas nama Pak Radit mana?" tanyaku pada Aira saat di luar.

Aira mendongak. "Buat apa?"

"Pak Andre nyuruh aku buat minta dan nemenin dia meeting siang ini."

"Hah? Kenapa jadi sama kamu? Kan aku sekretarisnya?" tanya Aira nyolot.

"Lha mana aku tahu, Ra. Kamu tanya aja sama si bos."

"Duh, sial banget. Udah aku bela-belain ngerjain dokumennya cepet-cepet biar bisa ikut meeting, kok jadi lain gini ceritanya," omel Aira. Dia mengambil berkas dari laci dan menyerahkannya padaku. "Nih, awas kamu jangan macam-macam sama Pak Andre. Dia udah kustempeli dengan cap 'gebetan'."

Aku memutar bola mataku jengah, "Gak minat kali, Ra. Lagian baru juga jadi gebetan tapi udah posesif gini, apalagi kalau udah jadian. Jangan-jangan kamu simpan si bos di museum."

Aku duduk dengan rasa kesal di dada. Ada apa ini? Aku mengambil nafas dalam-dalam, berusaha mengusir rasa tidak enak yang menyelimuti hati saat berdebat dengan Aira tadi. Aku berharap ini bukan perasaan cemburu.

"Si Aira kenapa, Nis? Kelihatannya dia marah sama kamu," tanya Jenni.

"Dia kesel karena aku yang gantiin posisinya dia buat ikut meeting dengan Pak Andre."

"What? Kamu diajak meeting sama si sonto ... ehm maksudku sama si bos? Kapan?" tanya Tri histeris.

"Siang ini sekalian makan siang di luar."

"Wih, enak tuh. Aku juga mau, apalagi kalau makan siangnya ditraktir," celetuk Dody.

"Dasar muka gratisan," sindir Shasha. "Eh, tapi bener lho, Nis. Aku juga mau seandainya disuruh meeting sama Pak Andre. Berasa kayak kencan, gak sih? Pantas aja tuh Aira kayak cacing kepanasan, dia kan fansnya Pak Andre nomer satu." Shasha tertawa.

"Benar. Dengar-dengar katanya dia sampai mendirikan fans club lho, namanya Andre's lover. Gila, lebay banget tuh," timpal Jenni terbahak. Sudah menjadi rahasia umum jika Aira tak terlalu disenangi di divisi ini, mengingat sikapnya yang arogan dan sombong.

"Kalian itu ... emang biang gosip." Dody hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Jenni dan Shasha.

Tiba-tiba Tri mendatangi mejaku, "Sstt ... Nis. Kamu yakin ini bukan modusnya si sontoloyo itu buat deket lagi sama kamu?"

"Apaan sih kamu, Tri? Ini cuma meeting yang dilanjut makan siang, Gak bakalan ada apa-apa."

"Ya udah kamu jaga diri dan jaga hati, ya. Ingat jangan mudah terpengaruh sama pesonanya si sontoloyo. Kamu harus ingat perjuangan kamu buat ngelupain dia itu gak mudah, jadi jangan biarkan kamu jatuh sekali lagi dengan mudah."

"Iya Bu, siap." Aku berakting seakan memberi hormat. "Oh ya, kamu lebih baik berhenti panggil Pak Andre dengan sebutan sontoloyo. Gak enak banget dengernya, lagian kalau orangnya tahu bisa kelar hidupmu."

"Males banget. Di emang sontoloyo," ucap Tri sambil berjalan ke arah mejanya.

Setengah jam kemudian tampak Andre keluar dari ruangannya. "Nis, ayo. Saya tunggu di lobi."

"Baik, Pak." Aku bersiap dan mematikan komputerku.

"Semangat, Beb."

"Jangan lupa bungkusannya, Nis."

"Dody aja Nis dibungkus terus dilempar ke laut." Jenni terbahak mendengar kelakar Shasha.

"Yo, aku berangkat dulu ya. Bye."

Ketika melewati meja Aira, dengan sengaja dia menunjuk matanya dengan dua jarinya lalu diarahkan padaku. Seakan memberi isyarat bahwa dia selalu mengawasiku. Aku melengos. Sebodo amat! Apa yang akan dia lakukan seandainya tahu bahwa Andre adalah mantanku?

Aku berjalan beriringan dengan Andre menuju parkiran. Andre langsung membuka pintu mempersilahkan aku masuk mobilnya.

"Terima kasih," ucapku sambil tersenyum. Aku melihat interior mobil yang sangat nyaman dan mewah ini. Aroma segar buah lemon mengisi setiap sudut mobil. Andre yang akan menghidupkan mesin mobil memperhatikanku sekilas.

Tanpa kuduga dia mencondongkan tubuhnya, dan membuatku tersentak hingga mundur ke belakang. Kepalaku sudah membentur kaca mobil, dan tanpa sadar memejamkan mata. Kurasa jarak kami sudah sangat dekat, karena aku bisa mencium aroma mint dari tubuhnya. Jantungku berdebar kencang dan seakan ingin melompat dari dadaku. Tuhan, selamatkan aku dan jantungku.

Klik. Lho apa? Aku membuka mataku bingung, dan melihat Andre sudah menjauh dengan senyum lebar di wajahnya.

"Aku hanya ingin memasangkan seat belt, tapi sepertinya kamu berharap lain."

Wajahku langsung memanas seketika.

"Tenang saja, masih banyak waktu untuk melakukan seperti yang kamu pikirkan. Tapi sekarang, kita sedang diburu waktu. Sabar ya, Sayang," ucap Andre dengan senyum smirk-nya.

A-apa?

Terpopuler

Comments

Lan Ulan

Lan Ulan

bagus author

2021-02-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!