Aku tak percaya ternyata jatuh cinta dan dicintai rasanya seindah ini. Selalu ada yang berhasil membuat dada berdebar hanya dengan bertatapan mata. Selalu berhasil membuat jantung bergejolak saat tanpa sengaja bersentuhan tangan. Dan cinta ternyata bisa membuat kupu-kupu seolah beterbangan di sekitarku. Benar-benar aneh.
Ini adalah tahun kedua kami resmi berpacaran dan merupakan tahun kelulusan kami. Akhir-akhir ini banyak hal yang menyita perhatianku sehingga membuatku agak melupakannya sejenak. Persiapan SBMPTN membuatku belajar lebih giat dan menguras konsentrasi. Aku tak boleh gagal masuk universitas negeri agar tak terlalu membebani bapak dalam keuangan.
Andre pun sama sibuknya denganku, dia mengatakan bahwa orang tuanya akan mengirimkannya kuliah di luar negeri. Awalnya ia bersedih namun aku berusaha menguatkan hatinya. Aku berkata bahwa akan menunggunya sampai dia pulang. Jujur, sebenarnya aku pun seperti kehilangan separuh tenaga mendengar itu, namun aku tahu dia adalah penerus perusahaan orang tuanya jadi wajar jika menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Siapalah aku yang berusaha menghalangi masa depannya. Istri juga belum, kan?
Tiba-tiba aku dikejutkan dengan nada dering hpku. Nomor asing. Siapa?
"Halo?"
"Annisa Hapsari?" tanya suara diseberang dengan nada angkuh yang kentara sekali.
Aku mengerutkan dahi, "Benar. Maaf ini dengan siapa ya?"
"Saya adalah mamanya Andre."
Perhatianku langsung fokus. Jantungku pun berdetak tak karuan. "Oh, Tante salam kenal. Tapi darimana Tante bisa tahu nomor saya?"
"Tidak perlu berbasa basi, saya ingin kita bertemu besok di cafe Two-M jam 10 pagi." Klik.
Aku menatap hape jadulku bingung. Ada apa gerangan? Apa sebaiknya aku beritahu Andre dulu?
Belum sempat aku menghubungi Andre, hapeku kembali berbunyi. Nomor yang sama.
"Halo, Tan?"
"Jangan pernah berniat memberitahu Andre tentang pertemuan kita besok." Klik.
Lagi-lagi langsung diputus begitu saja tanpa salam atau apapun. Mungkin seperti itulah orang kaya seharusnya. Oh, apa mamanya Andre juga seorang peramal? Bagaimana dia bisa tahu kalau aku akan memberitahu Andre masalah ini? Aneh!
.
.
.
Aku menyesali keputusanku tadi pagi yang ingin rebahan dulu setelah shalat shubuh. Lihat sekarang! Aku masih berteriak kesal pada supir angkot yang menjalankan angkotnya seperti siput. Kalau tidak ingat restoran yang akan aku datangi lokasinya cukup jauh, aku lebih baik memilih berlari saja.
"Sabar Cah ayu, angkotnya masih kosong jadi kalau cepet-cepet nanti bapak gak bisa nyetor banyak," jawab supir angkot dengan nada kesal. Mungkin karena aku terus memintanya untuk cepat.
"Ya kalau mau nyetor banyak, nanti aja Pak setelah aku turun. Cepetan Pak, aku udah telat nih."
"Kalau mau cepat, sana naik taksi."
Aku hanya mendengus kesal sambil melirik jam tanganku. Kurang sepuluh menit lagi jam 10, sedangkan aku tahu restorannya masih jauh. Apa reaksi mamanya Andre kalau tahu calon mantunya telat datang di pertemuan pertama? Hahhh.
Kurang lebih 20 menit kemudian akhirnya angkot sampai di tempat tujuan. Aku segera turun dan berlari ke arah pintu masuk. Aku tidak bisa berhenti kagum melihat desain interior restoran ini. Sepertinya cafe ini memang dikhususkan untuk pengunjung kelas atas. Meja dan kursi tertata rapi yang sekali lihat saja aku bisa tahu harganya berjuta-juta. Belum lagi hiasan bunga dan lampunya menambah kesan romantis namun tetap elegan.
Aku melihat sekeliling dan hanya menemukan satu orang pengunjung wanita.
'Apa itu mamanya Andre?' batinku. Karena merasa ragu, aku pun menelpon. Langsung diangkat pada deringan pertama, dan ternyata benar wanita satu - satunya pengunjung cafe itu juga sedang mengangkat telpon.
"Ya?"
"Tante mamanya Andre?" Aku menghampiri dan langsung menyapanya.
Wanita itu mengangkat kepalanya dan melihatku dari atas sampai bawah. Jujur saja, aku merasa risih karena tatapan matanya seperti merendahkan.
"Benar, saya mamanya Andre. Panggil saja Lia. Silahkan duduk," ucapnya sambil meletakkan hp di meja. Kemudian memanggil pelayan dan meminta buku menu
"Kamu mau pesan apa?"
"Mmmm ... apa saja, Tan."
"Baiklah. Orange juice 2 dan berikan makanan terbaik di cafe ini." Pelayan mencatat pesanan dan permisi mengundurkan diri.
Beberapa saat hanya diisi dengan keheningan. Aku yang tidak tahu apa tujuan Tante Lia hanya bisa menunduk, padahal aku tahu beliau sedang memandangku.
"Apa kamu bahagia?"
Aku menatapnya bingung, "Maksudnya, Tan?
"Apa kamu bahagia menjalin hubungan dengan anakku?"
Dalam hati aku merasa bingung darimana mamanya Andre tahu tentang kami. Mungkinkah Andre yang memberitahunya? " Iya, saya sangat bahagia Tante."
Tante Lia mendengus, "Tentu saja kamu bahagia berpacaran dengan anak orang terkaya di kota ini. Berapa yang harus saya bayar agar kamu memutuskan hubungan dengan Andre?"
Aku tersentak kaget dan ketika akan bertanya suaraku tertelan kembali dengan kedatangan pelayan yang mengantarkan makanan.
"Maaf, Tante. Saya tidak mengerti maksud dari kata - kata terakhir Tante tadi."
"Selain miskin ternyata otakmu juga lambat ya. Saya heran kualitas apa yang dilihat Andre dari dirimu?"
Jleb! Kata - kata itu menusukku hingga ke relung hati.
"Saya tidak suka basa basi. Saya sudah menyelidiki semua hal tentangmu dan keluargamu, dan tidak menemukan sesuatu yang pantas dari kamu untuk bisa bersanding dengan anakku. Kamu tahu kan, Andre mempunyai semua hal di dunia ini dan kamu hanyalah remahan rempeyek. Jadi saya mohon, putuskan hubunganmu dengan Andre sebelum saya melakukan sesuatu."
Kini bukan hanya hatiku yang rasanya seperti ditusuk tapi semua organ dalamku. Kenapa ada mulut sepedas ini di dunia?
Aku menghela nafas untuk mengusir sesak, "Maaf, Tan. Atas dasar apa Tante berpikir bahwa saya tidak pantas untuk Andre? Apa karena kami tidak sederajat?"
"Benar. Jadi akhiri semua ini agar tidak menimbulkan masalah ke depannya. Kalian baru saja berpacaran, jadi putus tidak apa-apa, kan? Bagaimanapun juga jodoh Andre kelak haruslah dari kalangan atas. Saya akan membayar sesuai dengan waktu yang kamu habiskan dengannya. Berapa yang kamu mau?"
Apa ini? Kenapa rasanya ingin kulempar orange juice di depanku ini pada wajahnya. Aku meremas kaos untuk meredakan gejolak emosi yang bergemuruh.
"Maaf, Tan untuk masalah ini sebaiknya Tante sendiri yang bilang pada Andre. Bagaimanapun juga, pada awalnya Andre yang meminta saya untuk menjadi pacarnya, jadi jika memang dia merasa saya tidak layak sebaiknya dia sendiri yang memutuskan."
"Dan satu lagi, Tante mungkin sudah menyelidiki semua hal tentang saya. Tapi satu hal yang Tante harus tahu, kebahagiaan saya tidak diukur dengan uang. Saya pamit undur diri dulu. Permisi."
Tanpa menunggu jawabannya, aku langsung berdiri dan berjalan ke luar.
"Lihat saja nanti, kamu akan menyesal!" teriak Tante Lia mengiringi langkahku.
Aku hanya mendengus mendengar teriakannya. Menyesal atau tidak, aku hanya ingin mendengar dari mulut Andre sendiri tentang layak atau tidaknya. Whatever dengan Mak lampir!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments