Bab 17

Hawa panas begitu merasuk kulit menjadikan sebagian orang memilih berteduh dalam rumah daripada beraktivitas diluar. Cuaca buruk. Kadang panas terik kadang hujan deras. Benar-benar menyebalkan bagi sebagian orang yang memiliki aktivitas di luar ruangan. Termasuk Ayu dan teman-teman sekelasnya yang sedang melakukan olahraga. Materi kali ini adalah bola voli. Mau tak mau dirinya harus rela berpanas-panasan sambil duduk selonjoran disamping lapangan. Ya, hanya menonton saja, sebab hanya enam orang saja yang bermain. Jelas dong enam orang, kalau sebelas orang, sepakbola jadinya. Oke abaikan.

"Semangat yok semangat, sebelas ipa dua semangaattttt."

"Aaaaaaaa Galang semangat dooonggg!!"

Teriakan antar suporter alias teman-teman sekelas terdengar bersahutan. Sebelas IPA 2 kelas Ayu berhadapan dengan Duabelas IPA 1. Terdiri dari tiga putra dan tiga putri. Guru mereka sama, materi pun juga sama, jadi pelajaran olahraga kali ini digabungkan. Tiyas ikut bermain, posisinya sebagai middle center karena dia tinggi. 169cm untuk ukuran cewek itu sudah termasuk tinggi bukan? Sangat timpang dengan Ayu yang hanya 160cm.

Ayu hanya menonton jalannya pertandingan dengan malas. Pelajaran olahraga juga termasuk salah satu yang tidak disukainya, selain matematika tentunya. Panas dan keringat adalah dua hal paling dibencinya. Malas? bukan, dirinya hanya tidak terlalu suka dengan aktivitas fisik, dia lebih suka berada dalam ruangan. Membaca, melukis, dan menonton film adalah kegiatan favoritnya.

"Yoooo semangat yoo semangat dua ipa dua huuuuuuu."

"Galang .. Galang.. Galang .. semangaaatttt!!!."

"Dua IPA duaaaaaa."

"Galaaanngggg."

"Semangat banget sih yang neriakin kak Galang, nanti malah gagal fokus lagi." Ayu ngedumel. Seorang cewek disebelahnya menoleh. "Hehh, julid banget sih kamu, suka-suka kita dong mau nyemangatin Galang kayak gimana." Duh, ternyata disebelahnya ada kakak kelas toh. Ayu melengos, berdiri dan mencari teman sekelasnya. Dia pisah sendirian tadi.

"Darimana aja sih Yu, sini-sini nonton disini aja, lebih adem." Dio, si ketua kelas menepuk-nepuk tanah disebelahnya. Ayu menurut.

"Tadi aku duduk sebelah sana Yo, nggak taunya disitu yang ada kakak kelas doang, mana aku habis ngomelin pendukungnya yang berisik itu." Ayu cemberut.

"Yaelah Yu, kasian banget lo. Hahahaha." Ayu mendengus "Bodo amat."

Pertandingan usai, tentu saja kelas Ayu kalah. Musuhnya kakak kelas cuy, Galang lagi. Kan dia jago olahraga. Sepanjang kembali dari lapangan tadi Tiyas terus saja mengomel. Bagaimana tidak, dia sudah berusaha mati-matian tadi. Tetap saja kalah.

"Udah dong Yas, kan cuma permainan tadi. Masih ada waktu lain kan." Ayu menyemangati.

"Sebel tau Yu, aku udah habis-habisan tadi ngeblok sana blok sini, tapi gara-gara si Yola sama Clara tuh kalah deh kita. Lagian main voli yang diliat bukannya bola malah si Galang mulu." Tiyas mengomel panjang lebar. Untung yang diomeli udah jauh di depan jadi nggak bakal dengar.

"Gagal fokus mereka Yas, tau sendiri kan mereka berdua itu fans beratnya kak Galang."

"Ya nggak gitu juga dong Yu, aarghhh sebel sebel sebel." Ayu menggeleng, heran dengan Tiyas yang begitu ambisius itu.

Tok Tok Tok.

"Masuk."

"Tuan."

"Ada apa Bram?"

"Tuan Teguh ingin bertemu dengan anda. Beliau ada di ruangan Tuan Pratama." Bram memberi informasi.

"Kok bisa? bukannya nggak ada janji sama om Teguh ya?" Tanyanya.

"Memang tidak ada Tuan, sepertinya karena masalah pribadi."

Fabian tersenyum, 'jangan-jangan tentang Ayu?'

"Oke aku kesana." sambil beranjak keluar ruangan.

Tubuh tegapnya berdiri di depan ruangan bertuliskan President Director tersebut, menghembuskan napas pelan, kemudian mengetuk pintu. "Masuk." jawaban dari sang penghuni ruangan.

"Duduk sini Fabi." Fabian melangkah masuk menduduki sofa disamping ayahnya. Sedangkan Bram pamit menuju ruangan nya sendiri, karena dirinya tahu, pertemuan kali ini bukan membahas masalah pekerjaan, melainkan urusan pribadi.

"Hai om, kangen Fabi ya?" Guraunya. Teguh mendengus, heran dengan sifat Fabian yang menurun dari mamanya, santai dan konyol, tapi kalau marah semua barang bisa dihancurkannya.

"Fabian." Peringat Pratama pada anaknya, agar sopan terhadap orang tua. Fabian langsung kicep. Ayahnya itu orang paling kalem yang Fabian pernah kenal. Dengan sorot matanya saja orang-orang akan langsung tunduk patuh apalagi mendengarnya berbicara. Pantas saja Putera Group bisa sesukses ini, karena tangan dingin ayahnya lah yang membuat Putera Group berjaya. 'Aku hanya meneruskan dan mengembangkan saja.' Pikirnya.

"Kamu yakin dengan keputusan kamu Guh?" Pratama membuka percakapan setelah lama terdiam.

"Mmmm, menurutku ini yang terbaik, daripada terjadi hal yang tidak kita inginkan." Jawab Teguh tenang, tetapi sorot matanya menghujam pada Fabian. Fabian salah tingkah dibuatnya.

"Ini bahas apa sih pa, om?"

"Pernikahan kamu." dan jawaban sang Ayah membuatnya melongo, dagunya terjatuh, mulutnya menganga lebar. Benar-benar ekspresi terjelek yang pernah ditunjukkannya.

Tersadar, segera dia bertanya, "sama Ayu kan pa?" tanyanya konyol.

"Ya iyalah Fabi, kalau nggak sama Ayu terus ngapain om ada disini." Teguh berkata sewot.

"Hehehe, ah om ini, hehehe." Fabian gugup, senang, malu apapun itu bercampur jadi satu. Rasanya ia ingin berteriak kencang. 'Yeessssss dapat restu, boleh nikah.'

"Ha he ha he cengengesan terus kamu, nggak bisa serius apa. Kapan kamu tidak sibuk? Dalam minggu ini kita bisa melamar Ayu dan menikahkan kalian sebelum Papa pergi ke Singapura bulan depan." Fabian menoleh kearah papanya. Cepat.

"Bulan ini Fabian sama Ayu bakal nikah pa? Yessss!!!! Yahuuuu.!! Pratama dan Teguh menatap Fabian datar, sedangkan yang ditatap sudah melompat-lompat sambil berteriak tidak jelas.

"Berapa umur putramu Tam? apakah baru sepuluh tahun?" Teguh bertanya sambil menyeruput secangkir teh dihadapannya.

"Nggak tau Guh, udah lupa." Pratama ikut menyeruput teh hangatnya.

Tersadar bahwa tingkahnya sudah tidak wajar, Fabian kembali duduk, berdeham sebentar menetralkan suaranya.

"Hmm hmm, memang papa mau apa ke Singapura? sama mama juga ?" Tanyanya mengingat perkataan papanya tadi.

"Hmm, Ayah akan pergi cek perusahaan kita yang ada di sana. Sepertinya keadaan di sana butuh pengawasan ekstra. Laporan pengeluaran mereka membludak."

"Kok bisa pa? apa nggak sebaiknya Fabi aja yang berangkat? nanti malah kecapekan lagi." Fabian memberi saran. Tetapi hatinya berkata 'jangan setuju, jangan setuju please. Aku mau nikah aja sama Ayu.'

"Emang kamu mau pernikahan kamu ditunda?"

"NGGAK!" tersadar suaranya sangat keras, Fabian menggaruk keningnya, "Hehehe."

"Jadi lamarannya dalam minggu ini ya? kapan?" Teguh menengahi.

"Kamis aja om, kamis aku lagi senggang."

"Oke kamis." Pratama setuju.

"Ya sudah kalau begitu, saya pamit pulang dulu." Teguh beranjak berdiri, diikuti kedua orang lainnya.

"Hati-hati om." Fabian berkata.

"Hmmm." Teguh keluar ruangan diikuti Pratama dan Fabian dibelakangnya sampai tubuh Teguh ditelan kotak besi yang mengantarnya sampai lantai bawah.

"Pratama menepuk pundak sang putra, "kamu senang?"

"Banget Pa, hehehe." Pratama menggeleng pelan kemudian kembali masuk kedalam ruangannya diikuti Fabian. Mereka sedang membahas apa saja yang akan mereka bawa dalam acara lamaran nanti.

❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️

Hai hai hai gimana nih lanjutannya😆😆😆

Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan lho ya... 😀😀

Terimakasih sudah membaca dan memberikan like😚😚😚

Paii paii

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Pucuk di cinta ulam pun tiba..ibarat orang ngantuk di sodorin bantal...wkwkwkwk menang banyak Fabi...🤣🤣😜😜

2024-12-08

0

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Waaahhh ad yg mau lamaran nih..😄😄

2024-12-08

0

Sur Anastasya

Sur Anastasya

lnjut seru lucu💕💕💕💕

2023-03-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!