Zianka, atau yang kerap di sapa Zia. Wanita berparas cantik itu memiliki hati seluas samudera dan kesabaran yang sampai saat ini belum mencapai batas, meski berkali - kali Gavin melukai hatinya dengan lisan yang begitu menyayat.
Cinta dalam hatinya begitu besar pada sosok suaminya. Hingga mampu menghapus setiap luka yang torehkan oleh Gavin.
Zia hanya bisa berdo'a, berharap rumah tangganya akan kembali harmonis seperti dulu. Tentunya Zia juga berdo'a agar segera di karuniai anak yang akan membuat rumah tangganya tetap utuh.
"Mandi dulu, nanti kesiangan berangkatnya,," Zia menangkup kedua pipi Gavin. Satu kecupan penuh cinta mendarat di bibir Gavin. Wanita cantik itu turun dari pangkuan suaminya. Sudut bibirnya terangkat, melempar senyum manis pada Gavin sebelum keluar dari kamar.
Gavin masih diam di tempatnya. Setiap kali mereka selesai berdebat masalah anak, dia selalu diselimuti kegundahan. Laki - laki berumur 28 tahun itu mulai bimbang dengan rumah tangganya yang tidak lagi seharmonis dulu. Sudah jarang kehangatan yang dia rasakan dalam menjalani hari - harinya bersama Zia. Kebahagiaannya pun kian meredup, bahkan rasa cinta untuk Zia perlahan sedikit memudar.
Gavin begitu mendambakan hadirnya seorang anak dalam hidupnya. Di tambah dengan tekanan dari pihak keluarga yang membuat keinginan Gavin semakin kuat, hingga akhirnya menjadi duri dalam rumah tangganya sendiri.
Adik perempuannya yang usianya sama dengan Zia, bahkan sebentar lagi akan melahirkan anak kedua.
Jika mereka sedang berkumpul keluarga, pertanyaan yang menyayat hati sering kali dia terima. Gavin sadar bukan hanya dirinya saja yang terluka, Zia pun merasakan hal yang sama.
Dan terkadang hal itu membuatnya merasa kasihan pada Zia. Tapi ego Gavin terlalu besar, dia mencoba untuk tidak peduli dengan sakit hati yang diterima oleh Zia akibat ucapan keluarganya.
***
Gavin menghampiri Zia yang sudah menunggunya di meja makan. Melihat dasi yang belum terpasang dan masih menggantung begitu saja di leher Gavin, dengan sigap Zia berdiri dan meraih dasi itu.
Zia begitu telaten memasangkan dasi di leher Gavin dengan penuh rasa cinta dan baktinya sebagai seorang istri.
Seharusnya Gavin bersyukur memiliki istri sebaik dan setulus Zia. Zia paham betul akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang istri. Dia nyaris sempurna dalam melayani suaminya. Sikapnya pun begitu lembut dan tidak pernah sekalipun membatah ucapan suaminya.
Sayangnya, hanya karena Tuhan belum memberikan kehidupan didalam rahimnya, Gavin melupakan keistimewaan Zia yang begitu sempurna sebagai seorang istri.
"Makasih,,," Satu kecupan mendarat di kening Zia. Wanita cantik itu tersenyum kaku dengan mata yang berkaca - kaca. Andai rumah tangganya baik - baik saja sampai saat ini, pasti kecupan itu tidak akan meremas hatinya sepertinya.
Meskipun dia tau jika Gavin tulus melakukannya, tapi kecupan itu terasa hampa. Tidak ada rasa didalamnya. Bagaimana hatinya tidak sakit.
"Kamu berangkat jam berapa.?" Tanya Gavin, dia mulai duduk di depan meja makan.
"Suruh supir saja yang mengantar,,"
Zia ikut duduk di samping suaminya, menyendokan makanan kedalam piring milik Gavin.
"Jam 9. Laporan keuangan bulanan sudah menunggu,,," Sahutnya. Zia tersenyum kecil untuk mencairkan suasana.
"Kamu tidak lelah.?" Gavin terus menatap istrinya sejak tadi. Meski Zia mengulas senyum tapi Gavin bisa melihat kesedihan di matanya.
2 tahun menjalin kasih, dan 4 tahun membina rumah tangga bersama Zia. Waktu yang terbilang cukup lama, tentu saja Gavin bisa mengetahui seperti apa suasana hati Zia hanya dengan melihat sorot matanya.
"Ada Mitha yang bisa menghandle nya. Jangan terlalu di pusingkan dengan urusan resto Zi,," Tambahnya lagi. Gavin mulai menyuapkan makanan kedalam mulut.
"Justru aku akan lebih pusing kalau tidak menghandle resto." Tuturnya.
"Aku butuh kesibukan untuk melupakan permasalahan kita, meski hanya sesaat,," Suara Zia begitu tercekat, dia begitu terluka tapi mencoba untuk tetap bertahan dalam badai yang sedang menerpa rumah tangganya. Baginya selama tidak ada kekerasan fisik dan perselingkuhan, Zia akan tetap bertahan sebesar apapun luka yang akan dia dapatkan pada akhirnya. Asal rumah tangganya baik - baik saja setelah ini.
"Ziii,,," Tegur Gavin dengan suara lirih. Dia tidak mau membahasnya lagi. Sejujurnya Gavin juga terluka, tapi tidak ada jalan keluar yang bisa dia ambil untuk menyelesaikan masalah mereka. Gavin tidak mungkin menceraikan Zia. Meski cintanya sedikit memudar, tapi laki - laki itu tidak sanggup jika harus melepaskan Zia.
"Aku mohon jangan membahas masalah kita lagi,,"
Gavin meraih tangan Zia yang ada di atas meja, dia menggenggamnya erat. Zia menatap Gavin, keduanya saling pandang dengan tatapan dalam penuh luka.
"Kita akan berusaha lagi,," Ucapnya tegas.
Gavin sadar, mungkin sudah seharusnya dia bisa lebih sabar lagi menghadapi ujian dalam rumah tangganya. Seperti Zia yang selalu sabar menerima ucapan menyakitkan dari dirinya dan keluarganya.
Zia hanya meresponnya dengan anggukan kepala. Dia sudah sering mendengar ucapan itu dari mulut Gavin. Tapi nyatanya Gavin selalu menyerah.
Zia tau akan kegundahan Gavin, yang membuat semangat berjuangnya naik turun.
Sarapan pagi mereka di lewati dengan keheningan setelah membahas masalah itu. Keduanya sibuk dengan pikirannya masing - masing.
Selepas mengantar Gavin sampai ke depan, Zia kembali pergi ke dapur untuk meminum obat penyubur kandungan. Meski tidak ada masalah dengan rahimnya dan terbilang subur, Zia tetap meminta obat penyubur kandungan setiap kali selesai konsultasi ke dokter.
Entahlah, Zia saja bingung. Padahal baik dirinya maupun Gavin, mereka tidak mempunyai masalah untuk mendapatkan keturunan. Mungkin mereka memang harus lebih bersabar lagi sampai Tuhan memberikan kepercayaan untuk menghadirkan buah hati dalam rumah tangga mereka.
Jika tidak di uji dalam hal materi ataupun orang ketiga, rumah tangga bisa di uji dalam hal sulit mendapatkan keturunan. Seperti yang sedang di alami oleh Gavin dan Zia.
Dan sudah sepatutnya mereka harus sabar menghadapi ujian yang menerpa rumah tangganya.
***
Zia yang sudah sampai di resto, langsung mengecek laporan keuangan bulanan yang sudah ada di meja kerjanya.
Sudah 1 tahun terakhir, Zia memang terjun langsung mengurus restoran cabang milik mereka. Tepatnya sejak rumah tangga mereka sering dibumbui dengan perdebatan.
Hal itu dilakukan Zia untuk bisa melupakan masalahnya sejenak, meskipun hanya saat berada di resto saja.
Dia tidak mau pikirnya hanya fokus pada permasalahan yang sedang mereka hadapi, dan pada akhirnya hanya akan membuatnya semakin sakit dan terpuruk.
"Zi,,," Seseorang masuk kedalam dan menyapa Zia, namun rupanya pikiran Zia sedang melayang jauh. Perdebatan tadi malam dan pagi tadi, membuatnya terus memikirkan hal itu.
"Zianka Pramesty,,!!" Kali ini dia lebih keras lagi memanggil Zia, bahkan menyebutkan nama lengkap Zia.
Wanita cantik itu tersentak kaget, dia menatap orang yang baru saja memanggilnya.
"Mitha..! Kamu mau bikin aku jantungan.?!" Tegurnya.
Yang di tegur hanya tertawa kecil.
"Lagian kamu Zi,,, pagi - pagi sudah melamun."
"Pak Gavin berulah lagi.?"
"Hempaskan saja laki - laki model seperti itu, Zi,!"
Ketus Mitha. Dia ikut merasakan kepedihan yang di alami oleh Zia.
Akhir - akhir ini Zia memang menceritakan masalah rumah tangganya pada Mitha. Manager resto sekaligus bawahannya itu, sudah di anggap seperti sahabat oleh Zia. Bahkan Mitha memanggil Zia hanya menyebutkan namanya saja, tanpa ada embel - embel Bu / Ibu. Usia Mitha pun tidak jauh berbeda, hanya selisih 2 tahun lebih tua dari Zia.
"Aku mencintainya Mit,," Ujar Zia lirih. Itu sudah cukup menjadi jawaban jika Zia tidak mampu meninggalkan Gavin.
"Persetan dengan cinta, pada akhirnya kamu sendiri yang tersiksa." Tegasnya.
"Lihat aku dong, sekarang aku jauh lebih bahagia setelah menghempaskan laki - laki brengsek itu."
"Jangan menggunakan logika untuk menghadapi laki - laki yang berpotensi 'habis manis sepah dibuang'.!" Geram Mitha penuh kekesalan.
Nasib Mitha bahkan lebih tragis, suaminya sudah berselingkuh.
"Jangan menjadikan anak sebagai patokan keutuhan rumah tangga dan kebahagiaan dalam berumah tangga Zi. Nyatanya Aldo selingkuh di belakangku meski kami sudah di karuniai 2 orang anak,,"
"Laki - laki memang hanya bisa memikirkan kebahagiaannya sendiri."
"Selama ini apa kurangnya kita sebagai seorang istri yang selalu melayaninya dengan baik. Tapi mereka tidak menghargai itu,," Geram Mitha penuh emosi.
Apa yang di katakan Mitha memang hampir seluruhnya benar. Tapi Zia tidak terpengaruh sedikitpun, dia masih punya harapan untuk membuat rumah tangganya bahagia seperti dulu lagi. Zia akan terus berusaha untuk menghadirkan buah hati dalam rumah tangga mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Eva Pramita
good mitha
sebanyak apapun anak, tp kl doyan selingkuh yaa ada aja alasannay
2022-01-11
0
Bimo
cb periksa sapa tau gavin yg mandul, hati2 curhat iangan sampe teemen curhatmu jdi pelakormu
2021-12-24
0
Ranze_Shuun😊☺️
Mitha benar bngt .... jngn jadikan anak sebagai patokan dlm berumah tangga . karena nyatanya kehadiran seorang anak ttp bisa membuat selingkuh.
2021-12-10
0