Senja pertama disabtu sore
Langit, boleh aku berterimakasih?
Terimakasih telah kau enyahkan awan hitammu
Dan Menggantikannya dengan senyuman yang pertama aku lihat untukku
Langit, boleh aku berterimakasih lagi?
Terimakasih kau telah sembunyikan dulu hujanmu
Dan menggantikannya dengan fisik yang aku tunggu
Langit, boleh aku berterima kasih lagi dan lagi?
Karna pada senja yang indah ini telah Engkau hadiahkan hati yang tulus untukku
🌸🌸🌸
Sejak jam dua siang awan terus berkumpul membentuk satu gumpalan abu-abu. Aku berjalan keluar rumah, mendonggakan kepalaku ke langit. Angin lembut menerpa wajahku.
Angin, aku butuh matahari sore ini, jadikan hari ini hari yang indah. Izinkan aku untuk bisa melihatnya. Biar hanya sebentar. Pintaku dalam hati.
Rasanya resah sekali melihat langit sore ini. Untuk pertama kalinya Aku tak ingin hujan turun.
Aku melanjutkan rutinitasku membantu ibuku. Rasanya waktu lambat sekali berjalan. Sudah ku lakukan beberapa hal tambahan untuk membunuh waktuku. Ibu sampai heran. Mengapa aku tiba tiba rajin seperti ini.
Listy belum juga muncul. Padahal biasanya, dia selalu on time untuk hal ini. Ia yang selalu tahu kapan lapangan boleh dipakai untuk umum. Dan ia tak pernah lupa mengabariku.
"Bu, ke lapangan dulu ya," pamitku pada ibu.
"Sendirian?"
"Iya, ga tau Listy belum datang. Biar aku aja yang ke rumahnya nanti.,"
"Iya. Hati-hati." Jawab ibuku.
Kali ini aku yang menjemput Listy ke rumahnya. Karna aku tunggu di rumah dia tidak datang juga.
"Maen aje kerjaan lo!!! Kerjaan di rumah banyak kerjain lo!! Awas lo berani keluar belom beresin kerjaan lo!"
Langkahku terhenti ketika hampir sampai di depan rumah Listy. Suara ibu Listy. Dengan logat Betawi memarahinya. Aku tau pasti terjadi sesuatu dengannya. Tidak ada yang bisa ku lakukan selain diam. Karna kalau aku tiba tiba ikut campur masalah mereka yang ada aku yang bakal kena imbasnya. Bukan hanya aku tapi keluargaku juga.
Jadi, aku hanya mengingat pesan Listy. Kalau ada apa apa tentang perlakuan ibu tirinya terhadapku tolong tidak ikut campur. Taruhannya adalah persahabatan kita. Jadi aku memilih diam.
Kudengar sudah tak ada lagi nada amarah dari ibunya Listy. Itu pertanda baik.
"Embun.," panggil Listy pelan.
Ketika ku hendak membalikkan arah langkahku. Aku menoleh. "Duluan. Ntar gue nyusul," kata Listy mengendap ngendap. Aku menunjukan jempolku mengiyakan.
Aku berjalan sendiri ke lapangan. Mendaki tangga tangga alami yang dibuat warga untuk menggapai lapangan yang ada di dataran tinggi. Disana aku bertemu Dani dan Indah.
"Embun!!!.. bareng yuk!" Teriak Indah padaku.
Indah itu temanku sejak SD. Aku tidak begitu dekat dengannya. Karna aku memang tidak terlalu suka banyak bergaul. Dulu ketika aku SD meskipun kami sekelas kami jarang sekali tegur sapa. Kecuali memang ada perlu. Aku hanya memiliki beberapa teman dekat saja. Teman sebangku sudah tentu.
"Ayuk.."
Indah menggandeng tanganku. "Males ama dia." Indah menunjuk dani. "Ribet."
Aku tersenyum heran.
"Kan pacarnya."
"Iya tapi aku males. Possesive dia mah. Aku ga boleh deket ama siapapun. Apalagi cowo"
"Hah? Cenburu?"
Indah mengangguk.
"Itu mah dia sayang banget bearti."
"Gitu ya..?"
Aku mengangguk. Begitu cara mereka pacaran? Saling sayang. Saling cemburu. Jalan berdua.
Aku ga mau kaya gitu. Koq kaya besok mau nikah ya? Pokoknya Aku ga mau seperti itu.
Lelah juga tungkai kakiku saat sampai diujung lapangan. Matahari menampakkan senyumnya. Walau belum begitu riang. Namun lebih cerah daripada dua jam lalu. Aku masih bisa melihat bayanganku sendiri. Langit masih biru. Namun masih ada semburat awan kelabu. Sesekali semilir angin kurasakan menerpa wajahku.
Mataku menyapu seluruh lapangan. Sudah ada sekelompok santri di sebrang keberadaanku. Mereka sedang bersiap menentukan olah raga apa yang akan mereka akan lakukan. Aku masih mencari. Ada yang hanya duduk duduk, lari lari kecil, push up bahkan ada yang hanya rebahan diatas padang rumput. Tapi, aku tak melihat sosok yang aku cari. Tak menemukan wajah yang aku harapkan.
Hatiku kecewa.
Tak lama aku duduk Listy datang. Ia hanya menyapaku dengan lambaian tangan. Kemudian ia langsung bergabung dengan teman-temannya main voly.
Sejak datang tadi aku hanya bermain bulu tangkis dengan Dini. Hanya sebentar. Aku tidak suka berkeringat. Tidak beraktivitas pun biasanya aku berkeringat di bagian wajah. Terutama dahi dan bawah hidungku. Aku tak suka itu. Jadi aku lebih memilih duduk di sisi lapangan. Seperti biasa.
Tanpa sengaja, salah seorang dari sekelompok santri menendang bola ke sekelompok teman-temanku.
Terlihat bola tepat ke depan Dani. Dani dengan santai mengambil bola dan membawanya ke arah santri. Tak lama ia terlihat ikut bermain dengan akrab. Di sudut lapangan mataku menangkap sesosok yang katanya pernah memberiku nafas buatan.
Khafa.
Jantungku mulai berdegup cepat.
"Huh cape ahh.. balik yu.. udah jam lima." Listy berjalan menghampiriku. Aku masih belum bergeming. Kemudian aku lihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiriku.
"Bentaran lis, gue belum keringetan."
"Ya kali lo keringetan. Daritadi kerja lo cuma diuk." cela Listy.
Aku hanya tersenyum melihat Listy ngomel. "Bentar lis. Duduk aja dulu. Istirahat biar otot ga keram."
Listy duduk di sebelahku. "Lis, si Dani tuh kelas berapa? Dia satu sekolah kan sama lo?"
"Si Dani itu!" Telunjuk listy mengarah ke tempat dani bermain bola.
"Ga usah di tunjuk juga kali Listy!" Aku merebut telunjuk Listy.
"Ya kan takut salah gue kasih info"
"Iya si Dani itu. Emang ada Dani mana lagi disini."
"Kelas 11 dia mah. Itu semua temen sekelasnya. Kak Darwan, kak yahya, kak abi itu semua sekelas ama dia."
"Jadi sekelas sama kak Khafa juga?"
"Emm ciye ciyeee...."
Ternyata Listy sengaja tidak menyebutkan nama Khafa. Biar aku aja. Dan dia dengan senang hati mengejekku ciye ciyee...
🌸🌸🌸
Seminggu kemudian masih di lapangan.
Sudah satu jam. Mata yang terus menjelajah. Tak jua menangkap sosok yang dicari.
Aku berjalan mencari tempat yang benar benar bisa membuatku tenang. Menghindar dari teman temanku yang sibuk dengan kegiatannya masing masing. Tak jarang mereka bersorak mendapati kemenangannya. Membuat aku benar benar ingin sendiri.
Buuuggg!
Aku menabrak pohon. Aku meringis sendiri. Aku tak perduli ada yang melihatku atau tidak. Sakitku bertambah. Dalam dan luar. Hati dan dahiku memar. Menghadapi kenyataan dia tak ada. Lebih sakit dari sekedar hanya menabrak pohon. Aku tak berdaya. Aku berjongkok dibawah pohon. Menunduk dan pasrah. Memegang dahiku dengan kedua tanganku.
"Assalamualaikum."
Aku menoleh ke arah suara itu berada. Aku merapikan rambutku refleks. Menyapu wajahku dengan kedua telapak tanganku. Kulihat sosok lelaki tegap. Berdada bidang. Mamakai kaos abu polos dan training hitam.
"Wa.... wa'alaikum salam," jawabku gugup.
"Ko sendirian disitu?" tanyanya datar. Ia masukan kedua tangannya kedalam saku celananya.
Aku gugup setengah mati. Mungkin saat ini pipiku memerah. Panas sekali kurasa. Lutut ku tak mampu aku gerakan. Aku masih dalam posisi berjongkok. Dan melihat kearahnya. MUHAMMAD KHAFA HAMIZAN. Benar. Dia adalah MUHAMMAD KHAFA HAMIZAN.
"Kamu kesini jarang banget aku liat olah raga," Ia duduk disampingku. Menatap ke arahku. Mensejajarkan wajahnya denganku. Mengunci tatapanku.
Masyaallah... Kenapa makhluk ini manis banget Tuhan, Engkau ciptakan ia pake pemanis buatan apa siiihhh.. ko pas bangettt.. batinku.
"Heyyy..!!!" Ia menggerakan tangannya di depan wajahku.
"Biasa aja kali ngeliatinnya. Ga usah melongo kaya gitu," lanjutnya masih datar.
Muka datarnya aja manis. Gimana kalo senyum.
"Ngga! Apaan sihh?" Kilahku. Aku melemparkan pandanganku. Ke arah tak menentu. Salah tingkah.
Ia tersenyum. "Pipinya merah tuh," bisiknya. Wajahnya masih datar.
Aku menoleh kearahnya. "Iihh...." Aku reflek memukul lembut ujung pundaknya. Mengerucutkan bibirku.
Ia menghindar. Tetap menatapku sambil tersenyum penuh arti.
"Apaaaa!" Aku membulatkan mataku sempurna. Menaikan wajahku menantang.
"Galak," katanya, sambil memalingkan wajah ke sembarang arah. "Ga kaya puisinya. Lembut"
"Puisi apa?" Tanyaku heran.
"Phiaa... kue phia yang lembut dan manis. Oleh-oleh khas Yogya. Kaget ya?" ejeknya.
Kenapa dia panggil namaku sesuai nama yang aku tulis dalam puisi Sapardi Djoko Damono yang aku buat waktu itu. Ah dimana harus ku sembunyikan wajah ini. Yang sudah pasti semakin bersemu merah. Malu.
"Ini ada di aku." Ia mengeluarkan kertas dan menunjukannya padaku. Tanganku refleks mengambilnya namun tangannya lebih cepat menariknya kembali. Dan memasukannya ke saku celananya.
"Kenapa? Itu punyaku! Kembaliin!" seruku.
"Ngga. Ini punyaku. Kan udah ada di aku."
Aku menekuk wajahku. Aku sebal. Ternyata orang ini selain pandai merebut hatiku lewat tatapannya. Ia juga pandai membuatku kesal.
Aku melipat tanganku di dada.
"Kamu disini mau nunjukin itu doang?" Ketusku.
"Aku harus panggil kamu apa?"
"Dede?"
"Iiihh emang aku anak bayi!"
"Klo gitu... adek? Mau?"
"Aku kan bukan adekmu."
"Terus maunya apa?"
"Panggil aku sesukamu. Ga manggilpun aku selalu nengok ko sama kamu."
"Caranya?"
Aku tersenyum penuh rahasia. Tentu nengoklah. Kan kalian tau kalo aku selalu liatin dia kalau dia dalam jankauanku.
"Jaga pandanganmu," katanya nyaris Tak terdengar.
"Pake apa?"
"Pake hati."
"Hatiku kan disini." Aku memegang dadaku.
"Imanmu juga disana." Ia menjawab tanpa melihatku.
"Jadi pake iman atau hati?"
"Pake hati yang beriman."
"Aku ga ngerti."
"Ya sudah."
"Ya sudah apa?" Aku makin gemas.
Khafa terlihat berfikir. "Nanti kamu paham koq. Anak kecil."
"Kamu koq ngatain aku anak kecil?"
"Emang."
"Ish."
Aku menunggu kata demi kata yang keluar dari mulutnya. Sulit ku tebak apa yang ada dalam fikirannya. Malah bilang aku anak kecil. Aku kesal.
"Aku mau panggil kamu kue phia aja ya? Oleh oleh khas Yogya"
"Ihhhh!!!!" Aku makin kesal
"Marah aja terus."
Hening. Aku tak menjawab apapun.
"Na----.." Kataku dan katanya berbarengan. Aku tersenyum. Juga Khafa.
"Yaudah kamu dulu," kata Khafa.
"Ngga kamu aja," jawabku.
"Ladies first,"
"Ihh tau ladies first. Emang ada mata pelajarannya di pondok?"
"Ngga ada laaahh. Yaudah mau ngomong apa tadi?"
"Aku mau bilang namaku bukan Phia. Nam---.."
"Embun. Aku udah tau." Potongnya.
"Dari Dani?"
Khafa menaikan alisnya yang tebal mengiyakan.
Aku merasa kesal dan senang bersamaan saat ini. Entah apa maksud dari ucapannya. Namun ia berhasil membuat aku merasa mendung dihatiku hilang seketika.
"Kha, makasih ya waktu itu."
"Makasih apa?" Ia menautkan alisnya.
"Kamu udah kasih nafas buatan ke aku."
Khafa tersenyum, "Ko kamu tau?"
"Kan banyak saksinya. Aku malu tau. Kamu ko berani sih?" Aku sedikit sebal.
"Terpaksa. Ga ada yang bisa kasih kamu pertolongam pertama. sedangkan kamu waktu itu udah ga ada nafas."
"Tapi kann... Iihhhh." Aku menutup wajahku.
"Maaf ya.. ga ada pilihan lain. Aku gak mau kamu mati cepet-cepet." Nada nya merendah.
"Khafa! Amit amit iihhh." Aku membelalakkan mata.
Khafa tergelak.
"Kamu ko ngga disana? Ga maen futsal?" Akhirnya aku mengalihkan pembicaraan.
Ia menggeleng. "Aku mau disini."
"Itu temen kamu disana sendiri ngapain?"
"Arman?"
"Namanya Arman?"
Ia mengangguk. "Lagi patroli. Biar aja"
"Patroli?"
"Nanti kamu ngerti."
"Kenapa sih ngga kamu jelasin aja sekarang. Selalu aja bilang nanti aku ngerti." Omelku
"Belum waktunya. Kamu masih anak kecil."
Aku menyeringai kesal.
Arman terlihat berdiri di pinggir jalan. Sesekali ia melihat kanan kiri jalanan. Aku masih belum mengerti. Apa yang sedang ia lakukan saat itu. Tapi seiring berjalannya waktu akhirnya aku tahu. Arman melihat situasi dan kondisi lingkungan sekitar pondok. Menjaga ada ustad atau ustadzah yang lewat. Kalau iya ada, Arman akan segera memberi kode pada Khafa. Kerjasama yang baik.
"Aku ga bisa lama disini," tuturnya. Ia beranjak dari tempatnya.
Aku mengangguk lemah.
"Aku pamit ya," lanjutnya.
Khafa berjalan menjauhiku. Sesekali ia kembali melihatku yang belum bergeming. Kulihat ia semakin menghilang seiring hilangnya senja. Aku tersenyum. Aku merasa bagai ribuan bunga warna warni mengelilingiku.
Semesta terima kasih, telah kau pertemukan aku dengannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
isshh baperrr aku tuh, pen muda lagi 😁☺️☺️🙈🙈🙈
2022-04-05
0
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
sakarin, wkwkwk 😂🤣🤣🤣🤭 eaa-eaaa...
2022-04-05
0
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
candaan ala ABG banget,
aku suka.. aku suka..
2022-04-05
0