Apa yang terjadi?
Ke mana wajah asliku?
Apa wajahku dioperasi?
Tidak!
Aku melihat rambut panjang selurus penggaris berwarna hitam mengkilat tergerai dari kepala hingga ke pinggang.
Operasi plastik tak mungkin sampai mengubah panjang rambutku!
Aku menghantamkan tinjuku pada hidungku. Darah segar langsung membuncah dari lubang hidungku. Kepalaku seketika berdenyut-denyut, kemudian pandanganku memburam.
BRUAK!
Pintu di belakangku berderak membuka.
Aku terjengkang ke belakang dan jatuh terlentang.
Suara-suara langkah berdebuk mendekatiku. "Dokter! Pasien 303 bersikap aneh!" teriak seseorang memekakkan telingaku.
Begitu penglihatanku kembali pulih, wajah pertama yang kudapati adalah wajah seorang pria berambut lurus berwarna hitam mengkilat sepanjang lutut.
Malaikat maut!
Aku menyadari.
Apa aku mati lagi?
"Cara bodoh untuk memastikan," komentar pria itu seraya mencebik.
Aku mengayunkan tinjuku sekali lagi dan mendaratkannya pada hidungku. Darah segar kembali membuncah dari lubang hidungku.
Bukan mimpi, aku menyimpulkan.
"Tentu saja bukan!" Pria itu menghardikku. "Aku juga berharap ini hanya mimpi," semburnya kesal. "Kau memasuki tubuh yang keliru. Dan gara-gara ini aku jadi kena kutuk!"
Aku menelan ludah dan tercengang, menatap pria itu dengan alis bertautan.
"Ini betul-betul mimpi buruk! Kenapa aku harus diutus untuk mengawasimu?" Malaikat cerewet itu mengumpat-ngumpat.
Dia benar!
Ini mimpi buruk!
Aku harus bangun!
Kuayunkan sekali lagi kepalan tinjuku kemudian ku daratkan di kepalaku. Lalu mendaratkannya lagi.
"Hentikan itu, Keparat!" Pria berambut panjang itu berusaha menahanku. "Ini tubuh orang lain!"
Aku mengerang dan menjatuhkan tanganku dengan frustrasi.
"Tidak perlu mengeluh!" Pria itu mengomeliku seperti ibu-ibu kurang belanja. "Kau dapat keuntungan besar," katanya. "Lihat ini!" Pria itu mengayunkan sebelah tangannya dan seketika sebuah cermin besar melesat ke arahku.
Aku mengatupkan kedua mataku dan melindungi wajahku dengan kedua tangan.
Cermin itu berhenti tepat di depan wajahku.
Aku terkesiap.
"Sebuah studi menyebutkan setiap gadis di negara ini terobsesi oleh kecantikan alami Boneka Barbie. Tubuh langsing, mata bulat, wajah lancip, kulit mulus tanpa cacat. Semuanya alami. Itulah kau yang sekarang!"
Boneka Barbie!
Aku baru ingat sekarang.
Wajah dalam cermin itu adalah wajah Gloria Case. Boneka Barbie yang terlindas sepeda motorku.
Bagaimana bisa begitu?
Apa yang terjadi dengan tubuhku?
Apa yang terjadi dengan jiwa Gloria?
Ke mana perginya jiwa Gloria?
"Anggap saja ini keberuntunganmu," malaikat cerewet itu masih mengoceh.
Aku mengangkat kedua tanganku dan memeriksanya.
Benar-benar mulus!
"Tidak perlu dicek lagi," sergah malaikat maut terkutuk itu makin semena-mena. "Tubuh itu sudah sempurna!"
Aku menarik bangkit tubuhku dan menggeram. "Mana?" protesku.
"Apa?" Pria itu tergagap.
"Mana yang sempurna? Mana otot-otot gua? Mana otot bisep gua yang gua dapet dari latihan intens? Mana otot trisep gua yang gua dapet dari latihan dumbbell, latihan barbell?"
"Kau sudah gila atau bagaimana?" Pria itu balas menggeram. "Buat apa otot kalau sudah punya kecantikan ideal seperti ini?"
"Elu yang gila!" sergahku tak mau kalah. "Apa gunanya kecantikan saat bertarung. Kecantikan cuma bikin gua jadi anjing yang selalu butuh dilindungi. Lu gak tau, ngebentuk otot buat cewek itu susahnya setengah mati! Jumlah testosteron yang sedikit, ditambah lemak-lemak bikin otot susah dibentuk. Susah payah gua dapetin otot-otot itu, gara-gara elu sekarang ilang semua!"
Malaikat maut itu membeku sekarang. Dia jelas tidak mengerti betapa berharganya otot bagi para petarung.
Aku melompat ke tengah ruangan dan menerjang ke arah meja, kuayunkan tinjuku dan mendaratkannya pada permukaan meja. Seketika tanganku berdenyut-denyut. Aku mengerang frustrasi.
Tubuh sialan ini bahkan tak mampu menghancurkan meja!
Sekarang kepalaku merayang dan penglihatanku mulai memburam.
Sekarang apa lagi?
"Sudah! Berbaring saja!" Malaikat maut itu menghampiriku. "Tubuh ini mengidap anemia!"
"APA?! ANEMIA!"
Itu kan penyakit yang biasa diderita tuan putri dari kaum beruang!
"Gua harus keluar!" geramku tak senang. "Gua gak bisa tinggal di tubuh ini! Gua mau keluaaaar!"
"Kau pikir mudah bertukar-tukar tubuh?!" Pria itu menghardikku. "Memangnya siapa yang suruh tidak mendengarkanku?"
Tubuhku melemas sekarang.
Jadi waktu dia bilang jangan ke sana itu maksudnya ini?
"Tampan, tolongin gua, please…" aku memasang jurus terakhirku---memelas.
"Sudahlah!" Sergah pria itu tak sabar. "Tinggal saja dulu di tubuh ini sampai Gloria kembali, kau tak mungkin bisa punya wajah ini lagi seumur hidupmu!"
Tunggu dulu!
"Lu bilang apa barusan? Tunggu sampe Gloria kembali? Apa itu artinya gua bisa balik ke tubuh gua lagi kalo Gloria udah balik ke tubuhnya?"
"Ya. Kalau Gloria mau kembali!"
Yes!
Aku memekik girang di dalam hatiku. Wajahku mungkin berbinar-binar senang sekarang.
"Tolong dijaga baik-baik," malaikat maut itu menasihati. "Tubuh itu milik orang lain!"
"Ogah!" protesku.
Seketika pria itu pun kembali mengerang dan membeliak sebal.
"Batin, lu pasti ngadepin gua? Iya pan?" Aku bertanya sambil cengengesan.
Malaikat maut itu mendengus.
Aku kembali ke tempat tidur, kemudian tanpa sengaja melirik kalender yang ada di meja.
"APA?!"
Malaikat maut itu sekarang membenturkan dirinya ke dinding, memukul-mukulkan tinjunya seraya mengumpat-ngumpat. "Aku benci malaikat bumi! Aku benci malaikat bumi!"
"Bulan September?" Aku menunjuk kalender itu dengan wajah terguncang. Waktu aku kecelakaan masih bulan Agustus.
"Tidak tahu, ah!" Malaikat maut itu masih mengerang. "Tidak tahu!"
Jadi aku sudah sebulan tidak sadarkan diri?
Beberapa jam kemudian, seorang driver yang dijanjikan wanita paruh baya itu pun menjemputku.
Aku melihat mobil itu meluncur ke arah asrama militer, tempat di mana keluargaku tinggal. Dan rumah Gloria, ternyata terletak tak jauh dari asrama militer itu.
"Kebetulan-kebetulan ini bikin perut gua mual," erangku lemas akibat penglihatanku yang mulai memburam.
Ini benar-benar mimpi buruk!
Tubuh lemah yang selalu mau pingsan karena anemia ini adalah tubuhku.
"Nah!" Malaikat maut yang sekarang bertengger di sampingku di bangku penumpang berseru tiba-tiba. "Bagus begitu!" Katanya. "Itu wajah Gloria yang biasanya. Kau harus mengingatnya mulai sekarang!"
"Sialan!" Erangku tak sabar. "Begini ya, rasanya pen mati?!"
"Are you okay?" Driver di depanku bertanya. Kemudian melangkah keluar dari dalam mobil dan membukakan pintu. "Silahkan, Nona Case!"
Aku melangkah keluar dan berjalan terhuyung menyeberangi pekarangan sebuah rumah besar mirip istana dalam dongeng-dongeng Eropa.
"Ikuti aku!" Malaikat maut itu menginstruksikan.
Aku memasuki ruang tamu yang terang benderang dengan mata terpicing. Kepalaku kembali merayang akibat cahaya yang terlalu terang.
Oh---ya, Tuhan! Aku betul-betul sudah tak tahan dengan tubuh Gloria.
"Sini! Sini!" Malaikat maut itu kembali menginstruksikan. "Kamarmu ada di sini," katanya seraya meniti tangga dan menunjuk ke lantai dua.
Begitu sampai di kamar, malaikat keparat itu kembali menyeringai seraya menelengkan kepalanya mendekatkan wajahnya ke wajahku. "Bagaimana, Casey? Mau berterima kasih padaku?"
"Gua Srikandi," sergahku lesu, kemudian menjatuhkan diriku di lantai.
"Hey! Tidurlah di kasur!" Malaikat cerewet itu kemudian memprotesku.
"Gua biasa tidur di lantai," bantahku datar, kemudian menguap.
"Gloria biasa tidur di kasur!"
"Bodo amat!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
AntiSpam
Gw sih pria sejati, gak suka boneka Barbie
2022-02-05
1
Adi Alba
Gua kok gak suka ya meskipun lebih cantik
2022-01-19
1
Hendra Dwi M
gua bacanya GORILA 😭
2022-01-12
1