Satu bulan kemudian…
Entah kapan tepatnya geng kami diresmikan, tahu-tahu kami---para perusuh kantin, sudah terkenal sebagai geng singa di sekolahku.
Tidak seorang pun berani berurusan dengan kami sejak satu bulan terakhir.
Setiap kali kami melintas di koridor atau memasuki kantin, semua orang akan menyingkir.
Kantin sekarang telah berubah menjadi neraka jahanam bagi semua siswa di sekolahku.
Dan kondisi itu kemudian dimanfaatkan Iis dan Vera Julia untuk berimprovisasi. Siapa pun mereka yang mau bergabung dengan kami di kantin, mereka harus mentraktir kami atau bayar upeti.
Sejujurnya aku membenci gagasan itu, mengingat aku pernah berjuang mati-matian supaya bisa hidup mandiri dan melatih diriku untuk tidak menerima sepeser pun bantuan dari orang lain.
Tapi, gagasan itu kemudian melahirkan perubahan besar. Berkat kebijakan jahanam Iis dan Vera Julia, kantin berubah menjadi ruang VVIP. Dan itu artinya, hanya orang-orang tertentu yang bisa bergabung ke dalam kelompok kami---hanya kaum beruang.
Kemudian tanpa sepengetahuan mereka---kaum beruang, Dandy mengusulkan uang kas. Dan terbentuklah struktur organisasi di belakang mereka. Sebut saja…
Konspirasi!
"Lu yakin mau pake nama geng singa?" Aku memprotes ketika aku membaca notulen yang ditulis Vera Julia.
"Why not?" Vera balas memprotes dengan ekspresi sok kebarat-baratan---menaikkan alis sembari menggedikkan bahunya. "Semua orang bilang kita geng singa!" katanya seraya mengembangkan kedua tangannya di sisi tubuhnya.
Aku bertukar pandang dengan Iis dan juga Dandy. Kedua cowok itu hanya mengangkat bahu.
Aku mengerutkan dahi ketika membaca nama Mat Item dan Jimmy Ibrahim. "Bendahara? Mat Item?" Aku menghujamkan tatapan tajam ke arah Vera Julia.
"Jangan lupa siapa yang nyumbang paling banyak waktu kita nyumpel mulut kepala sekolah?" sergahnya enteng.
Mat Item yang kukenal hanya sebagai kernet cilik bus kota itu memang turut menyumbang ketika jumlah uang yang berhasil kami kumpulkan dari hasil kami patungan tak cukup untuk menyumpal mulut kepala sekolah, ia mengeluarkan uang lebih banyak dari jumlah yang dapat kami kumpulkan.
Aku tidak pernah tahu dari mana anak sekecil itu bisa memiliki uang begitu banyak. Yang pasti ketika kami berniat untuk menggantinya, dia menolaknya secara terang-terangan. "Jangan khawatir," katanya. "Itu memang bukan uang negara. Tapi gua gak sampe jual kebon buat dapetin gantinya!"
Hari itu, bahkan Mat Item juga mentraktir kami makan siang dan menawarkan tempat untuk kami membangun markas.
Seketika aku mulai curiga dan bertanya-tanya, ada motif apa di balik sikap baiknya yang berlebihan. Tapi Dandy malah menyimpulkan, "Keknya dia demen sama lu," katanya padaku.
"Belaga gila lu!" semburku otomatis.
Iis dan Vera tergelak menanggapinya. Tapi jelas terlihat bahwa mereka juga sepakat dengan pendapat Dandy.
"Dia masih bocah," dengusku tak senang.
"Cowok-cowok yang sekarang tampan tinggi besar kek Jimmy Ibrahim juga dulunya bocah kek Mat Item," sergah Iis sedikit sinis.
"Udah sih, gak usah ribut!" Vera akhirnya menyela. "Mat Item mungkin cuma seneng dapetin peran. Kalo diliat dari gaya hidupnya, Mat Item jelas punya riwayat sosial buruk di masyarakat."
Betul juga sih, pikirku. Tapi aku tetap masih keberatan dengan keterlibatan Jimmy dalam struktur organisasi. "Terus ini, Jimmy Ibrahim? Maksudnya apaan jadi wakil ketua?"
"Awalnya kita minta dia yang jadi ketua," jelas Vera sembari melirik Dandy dan Iis sekilas. "Secara, dia kan kakak kelas kita. Tapi dia malah ngusulin lu yang jadi ketua," katanya sembari menggedikkan sebelah bahunya dan terdiam menatapku sambil menggigiti bibir bawahnya.
"Apa?" Aku nyaris berteriak mendengar penjelasannya. Kuacungkan jari telunjuk ke wajahku dengan mata dan mulut membulat.
Sudah cukup buruk harus tergabung dalam satu organisasi dengan Jimmy Ibrahim, dan sekarang aku juga harus berdampingan dengan cowok b.e.r.e.n.g.s.e.k yang satu ini.
Dan yang paling buruk, mereka seenaknya saja menunjukku sebagai ketua tanpa persetujuanku terlebih dahulu. "Gua? Jadi ketua? Geng singa? Singa apaan, si ngaco?"
Ketiga cecunguk di depanku hanya terkekeh menanggapi ocehanku.
Beberapa hari kemudian, geng singa diresmikan di sebuah gedung yang tidak kukira ukurannya jauh lebih besar dari bangunan sekolah menengah atas, sebuah tempat yang ditawarkan Mat Item untuk dijadikan markas.
Aku bertukar pandang dengan Vera, dengan wajah tercengang.
Siapa sebenarnya Mat Item ini?
Kira-kira seperti itulah yang coba kami tanyakan satu sama lain melalui tatapan kami masing-masing.
"Tempat ini dulunya pesantren sama perguruan pencak silat," jelas Mat Item ketika ia membimbing kami ke dalam gedung. "Tapi setelah guru gua meninggal dunia, pesantren ini ditutup dan gedungnya terbengkalai."
Beberapa orang pria dewasa mondar-mandir menyiapkan banyak hal dan menata ruangan.
Aku bisa melihat Iis dan Dandy juga mulai tercengang sekarang. Mereka berdua bertukar pandang seperti aku dan Vera Julia barusan.
Aku melirik sepintas ke arah Jimmy yang sedang bertukar pandang dengan Dian Anggara. Aku menebak mereka berdua memiliki hubungan khusus. Tapi aku tak yakin sejak kapan mereka mulai jadian. Bisa jadi dari sebelum aku pindah sekolah. Atau setelah aku menuliskan perjanjian di sekolah, terkait insiden di ruang loker.
Aku tidak ingin tahu!
Yang aku pedulikan sekarang, bagaimana caranya kami bisa membalas jasa Mat Item.
Bagaimana kami harus berterima kasih?
Akankah cukup hanya dengan menempatkannya sebagai bendahara dalam struktur organisasi?
Baik, sebenarnya jumlah kami saat itu hanya terdiri dari enam orang---tujuh dengan Mat Item, memang belum layak disebut organisasi. Tapi entah kenapa aku merasa bahwa suatu saat kelompok ini akan membengkak.
Aku bisa melihat bahwa Mat Item bukan orang biasa. Bukan sekedar kernet bus atau preman jalanan. Ia terlihat jauh lebih berbahaya.
"Guys!" Aku mendesis ke arah Dandy dan Vera Julia ketika Mat Item sedang pergi menemani Iis dan Jimmy berkeliling untuk melihat-lihat ruangan lain. Dian bergabung dengan kami di ruangan itu, tapi aku tak sedikit pun menghiraukannya. "Kenapa kita gak coba usulin Mat Item aja yang jadi ketua?"
Vera dan Dandy mendadak tergagap.
Aku menautkan alisku.
Lalu tiba-tiba suara Mat Item mengejutkanku. "Lu pelopor pemberontakan di kantin sekolah," katanya membuatku nyaris tersedak air liurku sendiri.
Serta-merta aku menyentakkan kepalaku ke samping dan Mat Item tahu-tahu sudah berdiri di belakangku, di dampingi Iis dan juga Jimmy.
Vera dan Dandy membekap mulutnya bersamaan, menahan tawa.
"Semua orang di sekolah lu tau lu pemimpin geng singa," Mat Item menambahkan.
"Pembentukan struktur organisasi ini cuma formalitas aja kok, Ka!" Iis menimpali. "Masing-masing posisi disesuaikan sama perkiraan semua orang di sekolah kita. Mereka semua udah terlanjur nganggap kita geng singa di sekolah, sampe beberapa orang dari mereka menawarkan uang demi bergabung di kelompok kita. Dandy ngusulin uang kas cuma buat jaga-jaga. Kalo suatu saat mereka tahu kita bukan geng, mereka mungkin nuntut ganti rugi. Paham gak maksud gua?"
Aku menelan ludah dan mendongak menatap Mat Item. Masih penasaran kenapa Mat Item mau terlibat padahal jelas-jelas tidak satu sekolah.
Seolah bisa membaca pikiranku, Mat Item seketika mendekat. "Gua cuma seneng punya temen," kata Mat Item terkesan mengiba. "Lu…" ia menggantung kalimatnya dan menatap ragu ke arahku. "Lu orang pertama yang pernah minta bantuan sama gua," akunya terbata-bata. "Lu orang pertama yang percaya sama gua!" Ia menandaskan seraya tertunduk.
Aku menelan ludah dan tercekat. Sulit dipercaya, seseorang bisa begitu tersentuh karena dimintai bantuan. Biasanya orang merasa terganggu. Tak banyak orang seperti Mat Item. Ini juga pertama kalinya terjadi seumur hidupku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Hendra Dwi M
kenapa pemeran hebatnya punya nama mat item sih bengek bacanya 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2022-01-10
1
Galang KPJ
Mat Item modus tuh 😌
2021-12-20
0
Alexa Lee
Kayaknya Mat Item beneran suka deh sama Kaka
2021-11-28
1