Aku menyeringai tipis ke arah Dandy, kemudian mendorong Jimmy dan menyingkirkannya dari jalanku. Lalu menerjang ke arah meja cowok-cowok itu.
"Dia mendekat, sudarah-sudarah!" Kelima cowok itu terpingkal-pingkal sekarang.
Aku tersenyum lebar ke arah mereka, kemudian mengangkat gelas minuman dari meja mereka.
"Itu bukan jus kapur!" Salah satu dari mereka berteriak dan terbahak-bahak.
Aku mengayunkan gelas minuman itu dan menumpahkan isinya ke arah cowok yang membuka mulutnya paling lebar. Kemudian memukulkan gelasnya di kepala cowok yang posisinya paling dekat.
Seketika ruangan berubah gaduh.
Seisi kantin memekik terkejut menyaksikan ulahku.
Kelima anak cowok dari kelasku itu berhenti tertawa dan berhenti berteriak usil. Sebagai gantinya mereka sekarang berteriak marah.
Aku menanggapinya dengan menjungkalkan meja mereka dan menendangnya menjauh.
BRUAK!
Perkelahian pun tak terelakkan.
Dandy bergabung di sebelahku.
Seisi kantin kembali memekik. Di susul suara-suara gaduh lainnya dari luar kantin. Suara-suara langkah orang berlari berdebuk ribut di sepanjang lorong.
Kurasa seisi sekolah tumpah seluruhnya ke tempat ini dan sekarang sudah berkumpul mengerumuni kantin dan menontonku---aku tak ingin tahu.
Salah satu dari kelima cowok di depanku mulai menerjang ke arahku dan mengayunkan tinju. Tapi meleset. Dandy menendang sekaleng coke ke tengah-tengah, dan cowok itu kehilangan fokusnya.
Aku tergelak dan menoyor kepalanya. "Cara berantem lu kayak b.a.n.c.i," cemoohku seraya mengayunkan pukulan ke arah cowok lainnya.
Sekarang kelima cowok itu mengereyokku dengan masing-masing membawa apa saja sedapat mereka untuk digunakan sebagai senjata.
Entah kapan tepatnya Jimmy mulai bergabung, tahu-tahu ia sudah menempel di belakangku dan membentengiku dari serangan cowok-cowok itu.
Hal itu jelas membuatku semakin naik darah dan kehilangan kendali. "Gua gak butuh bantuan lu, cowok brengsek!"
Jimmy menarik tubuhku menjauhi cowok-cowok itu.
Pada saat yang sama Iis menerjang ke tengah-tengah, disusul Vera di belakangnya. Dan secara otomatis keduanya langsung menangkis beberapa serangan dari cowok-cowok itu.
Satu cowok tumbang ke lantai akibat serangan Iis dan Vera Julia.
Aku tercengang menatap Vera.
Dia memang Vera Julia!
Sepupuku---teman kecilku.
Detik berikutnya empat pria lainnya berteriak bersamaan seraya merunduk, kemudian jatuh terduduk memegangi kepalanya masing-masing.
Lalu kulihat empat wajah yang tampak tak asing menyeringai di belakang cowok-cowok itu dengan masing-masing tangan memegangi nampan. Sesie Indo, Gloria Case, Deja Khadijah dan Dian Anggara.
Seketika tubuhku melemas dalam rangkulan Jimmy yang terlalu ketat---melingkar posesif pada pinggangku. Kerja tim yang hebat, batinku kesal.
Sementara itu, pria berjubah putih, si provokator aslinya hanya mengedipkan sebelah matanya ke arahku dari belakang kerumunan.
Setelah insiden di kantin itu, Kepala Sekolah kemudian membuat surat panggilan untuk orangtua kami masing-masing. Aku, Vera, Iis, Jimmy, Dian, Deja, Dandy, Sesie bahkan Gloria, sepakat untuk tidak menyampaikan surat panggilan itu kepada orangtua kami.
Dan sebagai gantinya, kami mendatangkan seseorang yang kami yakin bisa membuat kepala sekolah bertekuk lutut.
Kepala sekolah kami paling alergi pada anak orang kaya dan phobia pada Tuan Muda.
Lalu aku teringat pada anak laki-laki berusia lima belas tahun yang pernah berkelahi denganku di dalam bus. Kernet muda yang dipanggil Item.
Aku menyeretnya ke sekolah dan mendandaninya sedikit, mengenakan setelan jas ketat serba hitam mirip Tuan Muda dalam film-film laga Eropa.
Meski panggilannya Item, anak laki-laki itu sebetulnya tidak berkulit hitam. Kulitnya cenderung putih mulus dan terlihat mencolok dalam balutan pakaian gelap. Benar-benar cocok berperan sebagai Tuan Muda.
Kepala Sekolah kami yang berusia setengah abad namun memiliki wajah seperti baru berusia tiga puluh tahun, sekarang wajahnya berkerut-kerut, dikejutkan oleh kedatangan seorang anak laki-laki berusia 15 tahun berwajah Pangeran Eropa, mengaku sebagai wali murid. Pria itu nyaris jantungan mendengar pengakuannya.
Tak satu pun dari orang tua maupun wali kami datang ke sekolah.
Hanya Mat Item!
Satu untuk semua.
"Apa ini semacam lelucon?" Kepala sekolah itu memelototi kami satu per satu. Tapi tak berani menatap Mat Item.
"Sudahlah," sergah Mat Item tanpa basa-basi.
Aku nyaris tak mampu menahan tawa melihat totalitas aktingnya. Dia betul-betul mirip Tuan Muda sok tua yang tak mengerti arti toleransi.
"Tidak perlu berbasa-basi dengan saya," tutur Mat Item arogan. Kemudian beranjak dari bangkunya dan merunduk mendekatkan wajahnya ke telinga pria itu. "Berapa banyak kerugian kantin yang harus mereka ganti?"
Kepala sekolah berusia setengah baya itu seketika berkeringat dingin. Lalu mengedar pandang menatap kami dengan raut wajah gusar. Tak butuh waktu lama, pria itu akhirnya menyerah dan menutup mulutnya yang sudah dibungkam oleh setumpuk uang.
..._...
"Selama dua minggu ke depan, saya tidak bisa mengajar kalian." MD mengumumkan.
Seisi kelas mengerang bersamaan.
Kecuali aku!
Aku tidak mengerang---cuma nangis batin!
"Tapi selama saya tidak berada di tengah-tengah kalian, saya berharap kalian tetap produktif dan punya materi untuk belajar!" tutur MD seraya mengedar pandang dan tersenyum simpul.
Baru dua kali pertemuan, ratapku dalam hati. Dan aku bakal kehilangan pemandangan bagus!
"Untuk itu," MD menggantung kalimatnya sesaat, kemudian melipat kedua tangannya di depan dada dan kembali tersenyum. "Saya ingin kalian membuat proyek karya tulis yang akan saya kumpulkan saat saya kembali!"
Seisi kelas serentak menahan napas.
"Tapi jangan khawatir," katanya lagi, mencoba menenangkan. "Saya tidak akan membiarkan kalian mengerjakannya sendiri!"
Semua mata sekarang terbelalak menatap guru tampan idola sekolah itu dengan tampang harap-harap cemas.
"Masing-masing kalian akan dibagi menjadi lima kelompok," belum selesai guru itu berbicara, tahu-tahu seisi kelas sudah menyerbu ke arahku.
Siang itu, saat jam istirahat, aku dan Vera Julia kembali berbaring di rerumputan, di bawah pohon akasia, di pekarangan belakang sekolah, dengan puncak kepala saling beradu, sementara masing-masing tubuh kami terjulur ke arah yang berlawanan seperti biasa. Formasi khas kami selama beberapa hari terakhir sejak kantin telah berubah menjadi neraka jahanam.
Tapi sekarang kami tidak hanya berdua.
Iis dan Dandy, juga sering bergabung akhir-akhir ini.
Sesekali Sesie Indo dan Deja Khadijah juga mengunjungi kami. Bahkan Jimmy dan Dian Anggara.
Pekarangan belakang sekolah sekarang sudah menjadi semacam basecamp bagi kami para perusuh kantin.
Hanya Gloria yang tidak pernah kelihatan. Boneka Barbie itu bahkan tidak kelihatan lagi di sekolah setelah insiden.
Menurut kabar yang kami dengar, Gloria jatuh sakit setelah insiden itu.
"Ada yang tau di mana alamat Gloria?" Aku bertanya ketika Iis tiba-tiba merebahkan tubuhnya dan menggabungkan kepalanya di kepala kami. Lalu Dandy mengikutinya dari sisi lain.
Aku dan Vera serentak mendongak mengamati mereka setengah terkejut.
Sekarang kami semua sudah berbaring terlentang dengan kepala saling beradu satu sama lain dan masing-masing tubuh terjulur ke arah yang berlawanan.
"Maksudnya biar apa sih formasi begini?" Dandy bertanya seraya menggigiti rumput yang terselip di sudut bibirnya.
"Biar impulsif aja kek Drama Korea," jawabku sekenanya.
"Apaan impulsif?" Dandy mendongakkan wajahnya dan menatapku.
"Jangan tanya arti kata sama gua!" Aku balas mendongak dan menatapnya juga. "Gua cuma jago bikin kalimat!"
"Dramatis, Go-blok!" Iis menyela dengan nada datar.
Sekarang aku dan Dandy mendongak ke arah Iis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Vlink Bataragunadi 👑
,astagaaaa wkwkwkwk
2023-10-08
0
Hendra Dwi M
Mat item 🤣🤣🤣
nama yang sangat lazim dijumpai dari sabang sampai mekkah 🤣
2022-01-10
3
Galang KPJ
Boneka Barbie abis rusuh di kantin kayaknya langsung dikarantina kali ya sama orang tuanya 😂
2021-12-20
0