Aku terperanjat dan memekik seraya melempar kepalaku ke samping.
Seorang cowok bermata coklat, tahu-tahu sudah berdiri di belakangku seraya bersedekap. Entah sejak kapan ia berada di sana. Ia mencondongkan tubuhnya mengimbangi tinggi badanku yang hanya sebatas bahunya.
Aku menarik wajahku menjauh dan mengerjap.
Tapi cowok berwajah lancip Khas Boneka Migi itu, justru semakin mendekatkan wajahnya ke wajahku. "Tapi kalo kamu butuh tempat, aku masih punya tempat kosong di dalam hatiku!"
Seketika aku menelan ludah dan menarik langkahku menjauhinya. Kulirik pintu loker itu melalui sudut mataku untuk memastikan bahwa aku tidak salah lihat tadi.
Nomornya tidak berubah--masih tetap 030!
Nomornya tidak keliru, pikirku. Tapi ruang lokernya yang salah, aku menyadari.
Ini ruang loker cowok!
Sesaat tawa Vera Julia terngiang dalam kepalaku.
Dasar kuntilanak mini, geramku dalam hati. Akhirnya aku tahu dia bukan Vera yang kukenal. Dia jelas bukan temanku.
Mulai sekarang aku akan memanggilnya Pe'ak!
Cowok tadi melangkah semakin dekat ke arahku hingga aku terpaksa mendorongnya untuk bisa menjauhkan diri. Sepasang matanya yang berbulu lentik mengerjap karena reaksiku.
Sejujurnya dia lumayan tampan. Kulit wajahnya berwarna putih kemerah-merahan, dan hidungnya mendongak sempurna di atas bibir tipisnya yang berwarna merah muda. Tapi raut wajahnya terlihat menyebalkan. Dan sikapnya itu membuatku nyaris tak bisa menahan diri untuk tidak menamparnya.
Aku melangkah perlahan ke belakang, bersiap untuk melarikan diri.
Tapi anak laki-laki itu menyergap kedua bahuku dan menahannya.
"Ngapain lu?" Aku menggeram seraya mengedikkan bahuku. "Lepasin, gak?!"
Tapi cengkeraman tangannya lebih kuat dari dugaanku. "Sssst...!" Ia berdesis dan merunduk mendekatkan wajahnya lagi.
"Lepasin!" Aku mengedikkan bahuku sekali lagi. Kali ini lebih kuat dari sebelumnya. Tapi semakin kuat aku bergerak, cengkeraman pada bahuku justru semakin mengetat. Seketika aku langsung menyesal sudah pergi ke sekolah dengan mengenakan rok. Mulai besok aku harus memodifikasi penampilanku, aku memutuskan.
Sekarang cowok ke-bule-bule-an itu mendekatkan bibirnya ke bibirku.
Tidak mungkin, batinku ngeri. Dia tidak sedang berusaha menciumku, kan?
Dan sebelum aku menyadarinya, sebuah kecupan tahu-tahu sudah mendarat di bibirku.
Ciuman pertamaku, batinku getir.
Dia telah merenggut ciuman pertamaku!
"Jimmy!"
Hardikan di ambang pintu menyelamatkanku dari situasi. Tapi tak membantuku terbebas dari rasa takut. Ini pertama kalinya aku merasakan takut pada seorang laki-laki. Mulai hari ini aku tak ingin dekat-dekat lagi dengan anak laki-laki, janjiku pada diri sendiri.
Aku tak bisa terima ciuman pertamaku direnggut dengan cara seperti ini.
Percayalah!
Rasanya tak seperti cerita cinta di dalam komik.
Cengkeraman pada bahuku serentak melemas, tapi kedua tangannya masih bertengger di bahuku. Dan cowok B.E.R.E.N.G.S.E.K itu tidak segera menjauhkan wajahnya dari wajahku. Hanya melepaskan ciumannya, kemudian mengintip ke arah pintu melalui sudut matanya.
Sekilas aku sempat melihat wajah lancipnya saat ia mendongak.
Ia terlihat tampan dari sisi mana pun, batinku. Tapi kenapa tingkah lakunya seperti orang kurang belaian?
Perlahan ia menurunkan kedua tangannya dari bahuku ketika suara langkah di belakangku terdengar mendekat.
Secepatnya aku melepaskan diri dan memutar tubuhku membelakangi cowok B.E.R.E.N.G.S.E.K tadi, kemudian berhadapan dengan wajah tampan lainnya yang tampak tak asing.
Wajah tampan itu kemudian merunduk memperhatikan wajahku dengan mata yang berkilat-kilat.
Untuk sesaat aku sempat terpaku menatap kedua matanya karena terpukau.
Oh, s.h.i.t! Aku menyadari. Lalu jantungku berdegup cepat seketika, begitu mengetahui siapa yang sedang berdiri di hadapanku.
Pak Guru!
Guru tampan itu!
Sepasang mata pria itu kemudian mengerjap dan beralih melewati bahuku.
Tanpa pikir panjang aku pun segera menghambur dari hadapannya dan berlari ke arah pintu keluar. Dan...
BRUK!
Lagi-lagi, aku menabrak seseorang.
Seorang cewek yang sama mungilnya dengan Vera Julia meringis di depanku seraya membekap hidungnya dengan telapak tangan. Kulit wajahnya yang kecoklatan, bersemu merah akibat benturan keras pada batang hidungnya.
Bisa kubayangkan bagaimana hidung itu berdenyut kesakitan akibat ulahku. Bahuku saja masih terasa panas setelah membenturnya. "Maaf," sesalku seraya menyentuh pelan bahunya yang berada cukup jauh di bawah bahuku.
Kenapa semua siswi di sekolah ini rata-rata berukuran mungil? Pikirku.
Apa aku saja yang terlalu tinggi?
Tidak, bantahku dalam hati. Tidak mungkin. Tinggi badanku hanya 166. Mana mungkin aku terlalu tinggi?!
Mereka saja yang terlalu pendek!
Gadis mungil hitam manis itu masih menunduk mengurut batang hidungnya.
"Gue temenin ke UKS, ya?" Aku menawarkan.
"Ng..." Gadis itu menggeleng. "Nggak usah," katanya seraya mengibas-ngibaskan sebelah tangannya. Sementara tangan yang satunya masih melekat pada hidungnya. "Gue gak pa-pa!" Ia meyakinkanku.
Aku mengawasinya sesaat lalu membaca nama yang tertera pada bet seragamnya: Sesie Indo.
Lagi, batinku. Cewek Asia!
Tak lama kudengar gadis itu tersengak dan mengusap-usap cuping hidungnya dengan buku jari. Kemudian mengangkat wajahnya dan menatapku.
"Astaga!" Aku memekik tertahan mendapati hidungnya terlihat agak tenggelam. Aku menunjuk ke arah hidungnya dengan mulut dan mata membulat. "I--idung lu..."
"Kenapa?" Ia bertanya setengah menjerit.
"Tenggelem!" jawabku singkat.
Seketika gadis itu menggembungkan mulutnya mendengar jawabanku. Kemudian mendengus. "Idung gue udah tenggelem dari sononye!" Semburnya seraya memelototiku.
Aku menelan ludah dan terperangah. "Oh? Sorry!" Ungkapku disertai cengiran konyol. "Kirain gara-gara gue, tadi!"
Aku melihat Sesie Indo mendengus semakin kesal.
Dan aku hanya tergelak menanggapinya.
Dua jam kemudian...
"Srikandi...!" Suara cempreng seorang siswi meneriakiku ketika aku sedang berjalan beriringan dengan--siapa lagi kalau bukan Mohammad Ismail.
Sampai hari ini, baru Iis saja satu-satunya orang yang bersedia menjadi temanku. Jadi, aku memilih untuk percaya pada Iis. Meski dua jam yang lalu aku baru berjanji pada diriku untuk tidak dekat-dekat lagi dengan anak laki-laki.
Iis adalah pengecualian!
Bagaimana pun juga, aku yang mulai modus duluan. Dan hari ini, akhirnya Iis sendiri yang menawarkan diri untuk pergi ke kantin bersama.
Apa tidak lucu kalau aku menolaknya sekarang?
Tapi sepertinya kedekatan kami selalu mengundang iri banyak gadis. Belum apa-apa, sudah ada gadis yang meneriakiku, bahkan sebelum aku mencapai kantin.
Aku meliukkan tubuhku ke belakang dan mendapati Vera sedang mendekat ke arah kami setengah berlari.
Oh, bagus! Aku membatin licik. Kuntilanak mini ini sedang cari mati.
Dan...
DRAP!
B.E.R.E.N.G.S.E.K mungil bermulut besar itu berhenti tepat di dekatku dengan napas tersengal. "Lu dipanggil MD," katanya megap-megap.
Iis melirikku melalui sudut matanya dengan alis bertautan.
Aku balas meliriknya dengan ekspresi yang sama. "Siapa MD?" Aku bertanya pada Vera.
Gadis itu masih menekuk perutnya, dengan sebelah tangan menekan pinggangnya. Dan ia belum berhasil juga mengatur napasnya. "Udah sih, lu ke ruang guru aja sekarang. Ntar kalo udah sampe sono, lu baru nanya siapa MD!"
Aku mendengus tipis seraya membeliak sebal. Aku benci mengakui ini, tapi Vera benar juga. "Thanks," kataku acuh tak acuh. "Tapi lain kali tolong jangan panggil gua Srikandi!" protesku cari gara-gara, kemudian menunjuk bet namaku. "Panggil gua Kaka!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Jimmy
Anjimmm.... beneran artis gw dimari 🙈
Kabur ah
2022-02-07
1
Opunk KPJ
Kebanyakan nama Jimmy emang rata-rata tampan
dan rata-rata orang tampan sudah pasti playboy
hahaha
2021-12-17
1
Gue
jadi cerita segi tiga nih bakalannya.... apa segitu-gitunya ha-ha-ha 🤣🤣
2021-12-15
0