Tepat ketika aku melangkah keluar dari ruang guru, di depan pintu aku menabrak seseorang yang tingginya hampir sama dengan Mr. Own.
BRUK!
Tubuh di depanku terasa seperti sekarung semen yang menampar wajahku.
Sepasang mata bulat berbulu lentik memelototiku dari balik rambut ikal bakung yang menjuntai melewati mata, kemudian melecut mengenai hidung mancungnya yang mendongak sempurna.
Aku mengerjap dan tercengang menatap wajah di depanku saking terpukau.
Tak lama wajah itu menjauh dan sepasang matanya terpicing. Terasa sedikit tajam menikam mentalku.
"Ma--maaf!" Aku memekik terkejut, begitu menyadari pria yang baru saja kutabrak ternyata seorang guru. Seketika wajahku mendadak panas dan bisa kurasakan warnanya mulai berubah. Entah memerah, entah putih pucat. Bisa jadi biru keungu-unguan.
Aku baru pertama kali memandang kagum seorang pria. Dan dia ternyata seorang guru.
Yang benar saja!
Rasanya sulit dipercaya, pria itu seorang guru!
Dengan segenap kegugupan yang hakiki aku pun bergegas menjauh dari pria itu dengan lutut gemetar tak terkendali.
Ini juga pertama kalinya aku merasakan gugup seumur hidupku. Dan aku hampir tak percaya penyebabnya adalah seorang pria.
Please, harapku dalam hati. Jangan Pak Guru!
Ketika aku berbelok di ujung koridor, aku hampir saja menabrak orang lagi. Beruntung orang di depanku menyadarinya.
Seorang anak perempuan berwajah campuran Indo-Tionghoa, menatapku dengan tergagap. Dari raut wajahnya, aku bisa menebak anak itu nyaris pingsan karena ketakutan. "Ma--maaf," ungkapnya terbata-bata. Nama yang tertera pada bet seragamnya: Gloria Case.
Dia betul-betul mirip kartun Jepang, batinku.
Tubuhnya tidak begitu tinggi, tapi juga tidak terlalu pendek. Kelihatannya saja tinggi, kerena tubuh mungilnya kelewat ramping, mirip karakter kartun dalam komik manga. Kulitnya dominan putih, sedikit kuning langsat. Wajahnya bulat mungil khas Tionghoa tapi tidak bermata sipit. Matanya bulat dan berbulu lentik---mirip kartun manga. Sepintas seperti boneka barbie.
Ia merunduk gugup dan tersenyum kikuk sebelum akhirnya memaksa kakinya berjalan melewatiku.
"Gloria," panggilku sedikit hati-hati. Khawatir kalau-kalau dia pingsan betulan setelah tadi hampir menabrakku, dan sekarang aku memanggilnya. Dia pasti berpikir aku ingin memarahinya.
"I-iya, Kak!" Gloria tergagap, tak berani menatapku secara langsung.
Tepat seperti dugaanku, dia ketakutan setengah mati karena melihat penampilanku.
"Boleh nanya nggak?" Aku mendekatinya seraya memaksakan senyum yang kubuat selembut mungkin supaya gadis itu tidak berpikir bahwa aku akan memangsanya seperti singa.
"Jangan tanya pulang lewat mana!" desisnya setengah meratap, kemudian balas tersenyum namun setengah memelas. Bisa dibilang hampir menangis.
"Gue cuma mau tanya ruang loker ada di mana?" Aku mengerang tertahan menahan geram.
Begitu juga sudah cukup membuat gadis itu gelagapan. "Ru-ruang loker ada di sana, Kak!" Gadis itu menggigit bibir bawahnya seraya menunjuk gugup melewati bahuku. Terlihat sekali bahwa gadis itu sudah tak tahan untuk buru-buru kabur.
Aku menoleh ke belakang dan mengamati sebuah ruangan di ujung koridor yang berlawanan arah dengan tujuanku.
B.E.R.E.N.G.S.E.K, geramku dalam hati. Ternyata ruang lokernya tidak jauh dari ruang guru!
Sejurus kemudian, kudengar sepatu Gloria berdebam di lantai koridor dan berdebuk menjauh.
Aku menoleh ke arah semula dan melihat gadis itu sudah menghambur dari tempatnya.
Aku bahkan belum sempat berterimakasih, pikirku seraya mengamatinya dengan tertegun.
Cewek itu melirikku sepintas sebelum akhirnya melesat masuk ke dalam kelas 11F.
Aku membeliak sebal dan mengerang. Ternyata Boneka Barbie itu kakak kelasku. Wajah imutnya benar-benar menipu. Dan dia memanggilku kakak. Kukira dia adik kelasku.
Aku menghela napas dan berbalik.
Saat melintas di depan pintu ruang guru, refleks saja wajahku tertunduk tak berani menoleh.
Gawat, pikirku masam. Ada yang salah dengan mental jagoanku!
Setelah berhasil melewati pintu ruang guru, tiba-tiba saja aku dibuat merinding oleh suara langkah di belakangku. Wajah guru tampan tadi melintas dalam kepalaku. Membuat wajahku serasa terbakar dan berdenyut-denyut.
Apa dia sedang mengejarku?
Wuedeh... Ngarep!
Jantungku berdegup semakin cepat seiring derap langkah yang semakin mendekat di belakangku.
GREP!
Sebuah tangan menangkap bahuku. Seketika perasaan hangat menjalar ke seluruh tubuhku, kemudian merebak ke wajahku. Aku menahan diriku untuk tidak menoleh karena tak yakin bagaimana harus memasang wajahku.
Begitu langkah itu sudah berhasil mengimbangi langkahku, perlahan aku pun menoleh ke sisiku dengan ragu-ragu.
Sekali lagi wajah tampan guru muda itu melintas dalam kepalaku, sesaat sebelum aku menoleh dan terkesiap menatap wajah orang di sampingku.
Seraut wajah mungil, dengan mulut tak kalah mungil menyeringai ke arahku. "Lu mau ke ruang loker, ya?"
Vera Julia, batinku patah hati!
"Lu ngapa kek pen mewek gitu...?" Keparat Berisik bermulut mungil itu menelengkan kepalanya dan memicingkan matanya, mengamat-amatiku.
Aku membuang pandanganku ke lantai koridor dan berpura-pura fokus memperhatikan jalanku.
"Lu sebenernya bisa ngomong ape kagak sih...?!" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut mungilnya yang kelihatannya saja mungil.
Membuatku ingin meledak tertawa sekaligus murka dalam waktu bersamaan. Seketika aku meliriknya dengan alis bertautan.
"Baeuw... Baeuww...!" Keparat Mungil itu sekarang menaikkan suaranya seraya menggerak-gerakkan kedua tangannya memeragakan kata-kata dalam bahasa isyarat.
B.E.R.E.N.G.S.E.K!
Benarkah dia Vera teman kecilku?
"Berapa nomor loker lu?" Vera akhirnya bicara normal kembali setelah ia terkekeh terlebih dahulu---betul-betul menyebalkan. Ia mempercepat langkahnya mendahuluiku ke dalam ruang loker.
"030," jawabku seraya mengikutinya ke dalam dan menyapukan pandanganku ke seluruh ruangan.
"Noh... Loker nomor 030 ada di ujung!" Vera menunjuk ke sudut ruangan seraya menarik salah satu pintu loker yang paling dekat dengan pintu masuk.
Aku melangkah perlahan menyusuri barisan loker itu seraya menelitinya satu per satu.
Sementara Vera terdengar sudah menutup pintu loker dan berjalan menjauh. "Gua duluan ya?!" Gadis pendek berwajah mungil itu berteriak ke arahku sebelum akhirnya menghambur ke luar ruangan.
Aku menoleh sepintas ke arahnya, tapi tubuh mungilnya sudah menghilang dari dalam ruangan.
Kenapa keparat itu menghilang begitu cepat? Pikirku sedikit curiga.
Aku menghentikan langkahku sejenak dan kembali mengedar pandang. Entah kenapa perasaanku mengatakan bahwa Vera sedang cekikikan.
Aku menoleh sekali lagi ke arah pintu dan mengawasinya beberapa saat.
Hening!
Tidak ada siapa-siapa di luar sana. Mungkin hanya perasaanku saja, kataku dalam hati. Lalu aku mulai merayap perlahan semakin jauh ke dalam ruangan seraya memperhatikan setiap pintu loker yang kulewati satu persatu.
035, 034, 033, 032, 031, dan 030.
Akhirnya, batinku seraya menarik pintu loker itu dengan gerakan sedikit tergesa. Tapi pintu keparat itu sepertinya terkunci. Bagaimana bisa aku sampai lupa menanyakan kuncinya.
Oh, tidak, pikirku. Kunci lokernya seharusnya berada di tempatnya, kecuali...
"Lokernya udah penuh!" Suara seorang cowok tiba-tiba meledak di dekat kupingku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Stradline Estevania
Anak badung naksir pak guru 😁
2022-02-06
0
Opunk KPJ
sejago-jagonya cewek tetep kalah sama cowok tampan
sesangar-sangarnya preman tetap kalah sama Polda (polisi dapur) 😆
2021-12-17
0
Gue
Hahahaha 😂
Vera Julia bikin Kaka berdebar-debar
2021-12-15
0