Dua

"Kaka ikut Nana dulu ya, main-main sama Bibi. Mommy sama Daddy sedang ada pekerjaan!" Ayahku berkata lembut dan membujuk seraya tersenyum, bersikap seolah-olah semuanya bukan hal yang serius.

Sementara ibuku terus-menerus menyumbat hidungnya dengan tisu seraya tersengak-sengak di samping ayahku. 

Tak lama kemudian, keduanya mengecup pipiku, sebelum akhirnya mereka menjauh dalam penglihatanku. Melambaikan tangan mereka dengan kedua bahu menggantung lemas.

Aku juga melihat Vera di belakang mereka, menatapku sambil bersedekap dengan raut wajah murung.

Aku tidak pernah tahu apa yang terjadi. Aku juga tidak mengerti tentang pekerjaan yang dimaksud ayahku. Tapi aku bisa melihat semua orang memasang wajah sedih hari itu.

Langkahku semakin menjauh dibimbing tangan hangat nenekku yang gemetaran. 

Sepanjang perjalanan dalam kereta yang melaju kencang selama delapan jam, nenekku tidak henti-hentinya mengawasiku melalui sudut matanya.

Tapi aku hanya membeku. Tidak menangis maupun bertanya. Hanya tercenung dengan raut wajah bingung. Berdiam diri di salah satu bangku dengan punggung menegak seraya mendekap boneka---boneka Srikandi kata ayahku, semua orang bilang boneka itu mirip denganku. Satu-satunya mainan yang sempat kubawa ketika aku meninggalkan rumah. 

Aku tidak pernah berpikir bahwa aku akan pergi begitu lama.

Hanya main dengan bibi, pikirku.

.

.

.

.

.

Tujuh tahun kemudian…

Orang tuaku tidak pernah muncul.

Usiaku sudah tiga belas, dan mereka tidak pernah menjemputku.

Dan aku tidak pernah tahu apa sebabnya!

"Orang tua lu tuh, gak peduli sama lu!" Bibi Maris memberitahuku dengan mulut penuh bakmi---makanan pemberian pacarnya di sekolah, tidak seorang pun diizinkan menyentuh makanan itu kecuali jika ia sudah kenyang---katanya. Biasanya aku akan kenyang hanya dengan menontonnya. Kenyang nelen ludah!

"Makanya kudu tau diri," Bibi Ila menimpali. "Elu tuh di sini cuma numpang. Harus patuh sama kita-kita. Biaya idup lu, bukan bapak moyang lu yang nanggung!"

Kupikir juga orang tuaku memang tidak peduli. Tapi bicara biaya hidup, mereka---bibi-bibiku juga masih menumpang pada ibunya---nenekku.

Bibi Maris baru berusia tujuh belas tahun, masih kelas dua di bangku sekolah menengah atas, tapi hobinya jalan-jalan di mall. Berbelanja makanan dan barang-barang impor, berpakaian modis dan ber-make up mahal. 

Bibi Maris dua puluh lima tahun. Tidak punya suami tapi sudah punya satu anak. Dia juga tidak bekerja tapi hobinya tidak jauh berbeda. Bahkan jauh lebih glamor. Bibi Ila hobi pergi ke klub malam.

Sementara Nana---nenekku, dari pagi hingga petang bekerja di ladang setiap hari. Seminggu sekali, Nana pergi ke kota untuk menjual sayur dan buah-buahan---hasil panen dari ladangnya. Dan itu memberi kedua bibiku cukup waktu untuk mengintimidasiku.

Mereka takkan berani macam-macam di depan Nana. Hanya saat Nana tidak di rumah, keduanya mulai bertingkah.

Suatu kali, aku pernah dipukuli seperti anak anjing hanya karena aku menjatuhkan uang koin seribu rupiah yang ditinggalkan Bibi Ila untuk membeli bubur bayi.

Saat itu, Bibi Ila menitipkan anaknya padaku sepulang sekolah karena ia harus bekerja---menemani tamu di tempat karaoke. Itu adalah pekerjaan Bibi Ila di samping jadi nyonya menggantikan Nana.

Sebelum pergi ia meninggalkan sekeping uang koin pecahan seribu rupiah dan berpesan supaya aku membeli bubur sachet dan menyuapi bayinya. 

Sialnya, ketika aku pergi ke warung sembari menggendong bayinya, uang itu malah jatuh tanpa kusadari---entah jatuh di mana dan aku tidak bisa menemukannya. Akhirnya bayi malang itu tidak dapat makan dan terus menangis hingga malam hari.

Bibi Ila paling tak sabar menghadapi bayinya yang rewel. Ia selalu meledak-ledak setiap kali bayinya tidak mudah ditenangkan, dan sebagai pelampiasan akulah biasanya yang menjadi sasaran empuknya untuk melemparkan semua kesalahan. Katanya aku tak becus mengurus bayinya, mungkin cara menggendongku salah hingga anaknya terkilir dan akhirnya demam.

Jadi begitu tahu anaknya tidak diberi makan, ia menuduhku menggunakan uangnya untuk kepentingan pribadiku.

Dan saat itu juga, aku dipukuli dengan tongkat bambu yang biasa digunakan Nana sebagai pengait jemuran.

"Gua rawat dari kecil, lu! Udah gede mau matiin anak gua!" jeritnya murka, kemudian mengusirku. "Kalo berani balik, gua bunuh lu!" Ia mengancamku.

Aku melarikan diri ke dalam hutan malam itu dan tidak berani pulang. Tidur meringkuk di sebuah gubuk kecil tempat petani biasa berjaga di pematang sawah. Menggigil dalam balutan seragam yang belum sempat kuganti sepulang sekolah. Seragam itu sekarang basah dipenuhi noda darah yang terus mengucur dari hidung dan juga lukaku. Sekujur tubuhku serasa remuk dan seperti terbakar. Serata kulitku bernoda biru lebam dan berlumuran darah.

Sakit!

Rasanya benar-benar sakit!

Aku bersumpah tidak akan pernah menerima sepeser pun uang atau menyentuh apa pun dari milik mereka mulai sekarang.

Aku tak ingin merasakan sakit yang seperti ini lagi!

Menjelang tengah malam, seseorang mengguncang bahuku. Seorang pria berambut cokelat sebahu mengenakan gamis putih berjubah sewarna lengkap dengan turban putih yang melilit di seputar bahunya. 

Aku tidak tahu dari mana pria itu muncul. Seluruh tempat di sekelilingku gelap gulita sebelum ia datang.

Pria itu menatang sebatang menorah---kandil emas dengan tujuh kaki dian berisi tujuh buah lilin berlainan warna. "Kamu tidak seharusnya berada di sini," katanya lembut namun penuh penekanan. Suaranya terdengar seperti desir angin di antara gemerisik dedaunan yang bergesekan.

Aku mengerjapkan mataku dan mengamatinya.

Cahaya yang terpancar dari pelita di tangannya terlalu terang hingga aku tak bisa melihat wajahnya. Tapi aku tahu pria itu bukan seorang petani. Petani tidak mungkin punya kaki dian dari emas dua puluh empat karat. Mungkin salah satu dari tuan tanah. Dan aku mungkin berada di areanya.

"Maaf," ungkapku seraya mengernyit, kemudian menarik duduk tubuhku. Kepalaku berdenyut-denyut. Sekujur tubuhku masih menggigil dan terasa ngilu ketika aku berusaha duduk dan beringsut. Sepertinya aku mulai demam akibat luka memar di sekujur tubuhku.

Pria itu tersenyum simpul. "Bukan," katanya. "Maksudku, pulanglah! Singakerti mungkin mencarimu!"

Aku mengerutkan dahiku. Singakerti adalah nenekku. "Paman kenal nenekku?"

"Aku bukan pamanmu, Srikandi!" Pria itu menghardikku. "Namaku Maulana Ibrahim!" Katanya.

Aku menelan ludah dan tergagap. Sekarang aku bisa melihat wajahnya---aku tidak mengenalnya. 

Dari mana dia tahu namaku?

"Jangan berpikir terlalu banyak!" Pria itu menegurku, seolah bisa membaca isi pikiranku. "Pulanglah! Aku akan mengantarmu!"

Aku mengerang seraya memutar-mutar bola mataku dengan tampang sebal. Sekujur tubuhku serasa remuk juga gemetaran. Bagaimana mungkin aku berani pulang, sementara Bibi Ila mungkin akan membunuhku?

"Aku bersumpah akan menjagamu, Srikandi!" Pria itu berusaha meyakinkanku.

Aku tidak pernah tahu kenapa dia mengatakannya. Dan aku tidak bisa membayangkan tindakan yang dimaksud dengan 'menjagamu' akan seperti apa. 

Yang aku tahu, begitu sampai di rumah yang entah bagaimana caranya aku bisa sampai di sana karena sepanjang perjalanan pulang kepalaku terus merayang dan kesadaranku timbul-tenggelam, aku baru menyadari Nana belum pulang dan Bibi Ila langsung menyambutku dengan cambukan yang sama seperti sebelum aku melarikan diri. 

Aku baru saja sampai di pekarangan belakang ketika ia menghadangku. Dan sekali lagi Bibi Ila memukuliku seperti anak anjing.

Pria berjubah putih itu memenuhi janjinya, dia benar-benar menjagaku, membentengi aku dari terjangan Bibi Ila dan menepiskan setiap cambukan yang dilontarkannya hingga Bibi Ila akhirnya menjerit histeris karena frustrasi, kemudian menghambur ke dalam rumah seraya masih menjerit-jerit.

Seketika seluruh tempat di sekitarku berubah gaduh. Semua orang menghambur dari rumahnya, menghampiri Bibi Ila dan bertanya-tanya.

Bibi Ila masih menjerit-jerit ketika ia mengatakan sesuatu pada mereka.

Tak lama kemudian, orang banyak itu menatapku dengan wajah ngeri.

Pada saat itulah aku baru mengerti, pria itu tidak terlihat. 

Pria itu tidak nyata!

Segala sesuatu yang dilakukan pria itu selama ia melindungiku ternyata dilakukan oleh tanganku sendiri.

Ya!

Aku...

D.I.D!

Terpopuler

Comments

Goe Soka Cara Loe

Goe Soka Cara Loe

Nah kan?... Teman Mayang ini...

2024-04-21

0

Goe Soka Cara Loe

Goe Soka Cara Loe

Mungkin hantu. Temannya Mayang birahi

2024-04-21

0

Goe Soka Cara Loe

Goe Soka Cara Loe

Yang benar bibi Maris 17 atau 25?

2024-04-21

0

lihat semua
Episodes
1 Prelude
2 Satu
3 Dua
4 Tiga
5 Empat
6 Lima
7 Enam
8 Tujuh
9 Delapan
10 Sembilan
11 Sepuluh
12 Sebelas
13 Dua Belas
14 Tiga Belas
15 Empat Belas
16 Lima Belas
17 Enam Belas
18 Tujuh Belas
19 Delapan Belas
20 Sembilan Belas
21 Dua Puluh
22 Dua Puluh Satu
23 Dua Puluh Dua
24 Dua Puluh Tiga
25 Dua Puluh Empat
26 Dua Puluh Lima
27 Dua Puluh Enam
28 Dua Puluh Tujuh
29 Dua Puluh Delapan
30 Dua Puluh Sembilan
31 Tiga Puluh
32 Tiga Puluh Satu
33 Tiga Puluh Dua
34 Tiga Puluh Tiga
35 Tiga Puluh Empat
36 Tiga Puluh Lima
37 Tiga Puluh Enam
38 Tiga Puluh Tujuh
39 Tiga Puluh Delapan
40 Tiga Puluh Sembilan
41 Empat Puluh
42 Empat Puluh Satu
43 Empat Puluh Dua
44 Empat Puluh Tiga
45 Empat Puluh Empat
46 Empat Puluh Lima
47 Empat Puluh Enam
48 Empat Puluh Tujuh
49 Empat Puluh Delapan
50 Empat Puluh Sembilan
51 Lima Puluh
52 Lima Puluh Satu
53 Lima Puluh Dua
54 Lima Puluh Tiga
55 Lima Puluh Empat
56 Lima Puluh Lima
57 Lima Puluh Enam
58 Lima Puluh Tujuh
59 Lima Puluh Delapan
60 Lima Puluh Sembilan
61 Enam Puluh
62 Enam Puluh Satu
63 Enam Puluh Dua
64 Enam Puluh Tiga
65 Enam Puluh Empat
66 Enam Puluh Lima
67 Enam Puluh Enam
68 Enam Puluh Tujuh
69 Enam Puluh Delapan
70 Enam Puluh Sembilan
71 Tujuh Puluh
72 Tujuh Puluh Satu
73 Tujuh Puluh Dua
74 Tujuh Puluh Tiga
75 Tujuh Puluh Empat
76 Tujuh Puluh Lima
77 Tujuh Puluh Enam
78 Tujuh Puluh Tujuh
79 Tujuh Puluh Delapan
80 Tujuh Puluh Sembilan
81 Delapan Puluh
82 Delapan Puluh Satu
83 Delapan Puluh Dua
84 Delapan Puluh Tiga
85 Delapan Puluh Empat
86 Delapan Puluh Lima
87 Delapan Puluh Enam
88 Delapan Puluh Tujuh
89 Delapan Puluh Delapan
90 Delapan Puluh Sembilan
91 Sembilan Puluh
92 Sembilan Puluh Satu
93 Sembilan Puluh Dua
94 Sembilan Puluh Tiga
95 Sembilan Puluh Empat
96 Sembilan Puluh Lima
97 Sembilan Puluh Enam
98 Sembilan Puluh Tujuh
99 Sembilan Puluh Delapan
100 Sembilan Puluh Sembilan
101 Seratus
102 Singa.Co
103 Singa.Co2
104 Postlude
105 Special Thanks!
Episodes

Updated 105 Episodes

1
Prelude
2
Satu
3
Dua
4
Tiga
5
Empat
6
Lima
7
Enam
8
Tujuh
9
Delapan
10
Sembilan
11
Sepuluh
12
Sebelas
13
Dua Belas
14
Tiga Belas
15
Empat Belas
16
Lima Belas
17
Enam Belas
18
Tujuh Belas
19
Delapan Belas
20
Sembilan Belas
21
Dua Puluh
22
Dua Puluh Satu
23
Dua Puluh Dua
24
Dua Puluh Tiga
25
Dua Puluh Empat
26
Dua Puluh Lima
27
Dua Puluh Enam
28
Dua Puluh Tujuh
29
Dua Puluh Delapan
30
Dua Puluh Sembilan
31
Tiga Puluh
32
Tiga Puluh Satu
33
Tiga Puluh Dua
34
Tiga Puluh Tiga
35
Tiga Puluh Empat
36
Tiga Puluh Lima
37
Tiga Puluh Enam
38
Tiga Puluh Tujuh
39
Tiga Puluh Delapan
40
Tiga Puluh Sembilan
41
Empat Puluh
42
Empat Puluh Satu
43
Empat Puluh Dua
44
Empat Puluh Tiga
45
Empat Puluh Empat
46
Empat Puluh Lima
47
Empat Puluh Enam
48
Empat Puluh Tujuh
49
Empat Puluh Delapan
50
Empat Puluh Sembilan
51
Lima Puluh
52
Lima Puluh Satu
53
Lima Puluh Dua
54
Lima Puluh Tiga
55
Lima Puluh Empat
56
Lima Puluh Lima
57
Lima Puluh Enam
58
Lima Puluh Tujuh
59
Lima Puluh Delapan
60
Lima Puluh Sembilan
61
Enam Puluh
62
Enam Puluh Satu
63
Enam Puluh Dua
64
Enam Puluh Tiga
65
Enam Puluh Empat
66
Enam Puluh Lima
67
Enam Puluh Enam
68
Enam Puluh Tujuh
69
Enam Puluh Delapan
70
Enam Puluh Sembilan
71
Tujuh Puluh
72
Tujuh Puluh Satu
73
Tujuh Puluh Dua
74
Tujuh Puluh Tiga
75
Tujuh Puluh Empat
76
Tujuh Puluh Lima
77
Tujuh Puluh Enam
78
Tujuh Puluh Tujuh
79
Tujuh Puluh Delapan
80
Tujuh Puluh Sembilan
81
Delapan Puluh
82
Delapan Puluh Satu
83
Delapan Puluh Dua
84
Delapan Puluh Tiga
85
Delapan Puluh Empat
86
Delapan Puluh Lima
87
Delapan Puluh Enam
88
Delapan Puluh Tujuh
89
Delapan Puluh Delapan
90
Delapan Puluh Sembilan
91
Sembilan Puluh
92
Sembilan Puluh Satu
93
Sembilan Puluh Dua
94
Sembilan Puluh Tiga
95
Sembilan Puluh Empat
96
Sembilan Puluh Lima
97
Sembilan Puluh Enam
98
Sembilan Puluh Tujuh
99
Sembilan Puluh Delapan
100
Sembilan Puluh Sembilan
101
Seratus
102
Singa.Co
103
Singa.Co2
104
Postlude
105
Special Thanks!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!