Kaka---Aku mengumumkan namaku di depan kelas baruku dengan hanya menulisnya di papan tulis tanpa mengatakan apa-apa.
Seisi kelas terdiam menatapku tanpa bereaksi. Entah terpukau, entah ketakutan. Bisa jadi mereka sedang menungguku mengatakan sesuatu---jangan harap!
Mohon tidak salah persepsi---meski namaku Kaka, aku bukan laki-laki. Aku adalah perempuan.
Kaka hanyalah nama panggilan!
Sebagai siswi pindahan, memang sudah seharusnya aku memperkenalkan diri secara resmi di depan kelas, setidaknya dengan pidato singkat. Tapi aku hanya menuliskan nama panggilan.
Bagiku itu saja sudah terlalu banyak!
Aku benci nama lengkapku.
Aku memutar sedikit tubuhku untuk melihat wajah teman-teman baruku melalui sudut mataku, kemudian menurunkan tanganku dari papan tulis dan menghadap ke arah mereka dengan rahang sedikit mendongak.
Seorang anak perempuan mengamatiku dari ujung rambut hingga ujung kakiku seraya berbisik-bisik dengan teman sebangkunya.
Pada saat itu aku mengenakan seragam putih abu-abu model baru bergaya: "Senyamannya Kaka" menurut ayahku, yang kemudian kurancang sendiri dengan syarat: "Harus Tetap Rok"
Jadi kubuat penampilanku sedikit "Rock".
Rok berlipit setinggi lutut yang dipadu dengan kemeja putih yang kubuat sedikit ketat dengan lengan model Jangkis dan bet nama tanpa nama lengkap---hanya Kaka, arloji digital bertali lebar, sepatu Jenggel, dan rambut pendek model Emo.
Ayahku sebenarnya sempat memprotes penampilanku...
"Kaka yakin mau ke sekolah dengan penampilan begini?"
Tapi aku menjawab, "Daddy bilang senyamannya Kaka, yang penting tetep Rock!"
Ayahku memutar bola matanya dengan tampang sebal dan mendesah pendek. Tapi ia tak punya pilihan selain menyetujuinya, asal aku kembali ke sekolah dengan mengenakan rok. Itu adalah syarat yang diajukan ayahku.
Guru-guru di sekolahku yang baru itu juga sempat terkejut melihat penampilanku. Tapi dilihat bagaimana pun, tidak ada yang salah dengan seragamku.
Aku mengenakan seragam putih abu-abu selayaknya seragam SMU. Dan aku juga mengenakan rok dan bukan celana panjang seperti di STM.
Ditambah pengaruh ayahku, pada akhirnya tidak satu pun dari mereka berani memprotesku.
Dan…
Resmilah aku menjadi siswi baru dengan seragam SMU bergaya Emo.
.
.
.
.
.
Tadi pagi...
"Kamu yakin mau pindahin Kaka sekolah di sini?" Pagi-pagi sekali, ibuku sudah sibuk kasak-kusuk di dalam kamarnya. Entah baru bangun tidur atau mungkin tidak tidur sama sekali karena terlalu sibuk memikirkan masalah ini.
Aku sebenarnya tidak berniat menguping pembicaraan mereka. Tapi saat itu kebetulan saja aku sedang berdiri di sisi meja makan yang letaknya tak jauh dari kamar orangtuaku. Dan pintu kamar mereka juga sedikit terbuka. Jadi bukan salahku kalau pada akhirnya aku mendengar pembicaraan mereka.
Jadi, inilah sarapan pagiku.
Jangan tanya bagaimana perasaanku saat mendengar orangtuaku sendiri mempergunjingkanku!
Sudah cukup buruk mengetahui bahwa di dalam segala hal aku selalu dibeda-bedakan. Sekarang aku harus mendengar kenyataan bahwa aku juga tidak diinginkan.
Aku berusaha mengabaikan perasaanku dan memfokuskan perhatianku hanya pada secangkir kopi yang sedang kubuat untuk diriku sendiri.
Tapi perkataan ayahku kemudian mengusik pikiranku.
"Tentu saja aku yakin, Kaka adalah putri kita!" Tukas ayahku setengah menghardik.
Benar sekali!
Aku adalah putri mereka dan aku baru saja tiba seminggu yang lalu di rumah ini, setelah bertahun-tahun hidup terpisah dari keluargaku---dan aku sudah membuat mereka bertengkar.
Betul-betul hebat!
"Kaka dikeluarkan dari sekolah lamanya pasti karena ia punya masalah serius," protes ibuku meninggikan suaranya.
Mau tahu kenapa aku dikeluarkan dari sekolah lamaku?
Karena aku tidak mau memakai rok!
Jadi, aku mengenakan seragam anak laki-laki ke sekolah dan mereka mengeluarkanku. Mereka bilang ini bukan STM.
Tapi kelihatannya ibuku berpikir terlalu banyak.
Mau tahu kenapa?
Karena tidak seorang pun menginginkan aku!
Aku terkenal sebagai troublemaker di mana-mana.
.
.
.
.
.
Boleh percaya, boleh tidak!
Waktu kecil...
Aku sebetulnya gadis penurut yang gemar merajut---tidak suka ribut---dan asal tahu saja, aku bukan bersajak!
Aku seratus persen anak yang manis.
Rambutku panjang sepinggang, ikal mayang seperti gelombang.
Tubuhku tinggi dan ramping, sementara kulitku cokelat eksotis.
Wajahku... tak perlu diceritakan lagi---pokoknya manis!
Begitu manis, hingga setiap ibu yang melihatku mendambakan putri mereka seperti aku.
"Kaka manis ya," komentar Bibi Mae, seorang ibu muda yang juga memiliki anak perempuan seusiaku. "Cewek banget---sesuai sama namanya."
Namaku adalah Srikandi. Tapi aku benci nama lengkapku. Aku lebih suka dipanggil Kaka.
Nama lengkapku Srikandi Mahaputri. Sementara yang lain, Benjamin Jullianson, Ezra Jullianson, Ernest Jullianson, Rogens Jullianson, Jonathan Jullianson dan Danielle Jullianson.
Ayahku bernama Alan Jullianson dan ibuku Elana Jullianson.
Nama keluargaku adalah Jullianson.
Jadi kenapa nama belakangku bukan Jullianson?
Semua orang menjuluki keluargaku sebagai Kerajaan Bisnis bermerk JF--Jullianson Family sebagai merk induk atas tiga merk dagang paling terkenal di kota asalku. Jullianson Finance, Jullianson Food dan Jullianson Fashion.
Dan hampir semua orang dalam keluargaku mendapat julukan Jullianson Famous---JF, atau Jullianson Friendly---JF.
Dan aku…
Aku juga JF---Jullianson F.U.C.K.E.R!
Bibi Mae memang tidak berlebihan mengenai aku yang matching dengan namaku.
Tapi bukan itu yang membuatku benci nama lengkapku.
Dulu...
Aku pernah feminin.
"Gak kayak Vera," kata Bibi Mae setengah mengeluh. "Vera kayak anak cowok!"
Vera adalah nama putrinya---teman mainku. Selain itu kami juga saudara sepupu.
Namanya Vera Julia.
Persis seperti yang dikatakan ibunya, Vera memang mirip sekali dengan anak laki-laki. Rambutnya dipangkas pendek di atas lehernya. Tubuhnya atletis dan gaya bicaranya kasar.
Vera senang menjahili anak-anak cengeng dan menakut-nakutinya, tapi suka melindungi saat aku dijahili. Dia juga mengajariku beberapa trik supaya aku terhindar dari tipuan dan aksi penggencetan.
Tapi tetap tak berpengaruh.
Aku selalu menjadi sasaran empuk penggencetan anak-anak jahil dan mudah diintimidasi. Bahkan di dalam keluargaku.
Berbeda dengan ibunya---Vera paling benci kalau aku merajut!
"Lu lagi bikin apa sih?" Vera bertanya seraya bersedekap, kemudian mencondongkan tubuhnya ke arahku, memperhatikan aku yang sedang merajut.
"Buat sweater untuk hadiah ultah," jawabku sambil cengengesan.
"Bikin sweater terlalu sulit buat lu," komentarnya. "Lu kan baru belajar, kenapa gak coba bikin rompi aja dulu!" Ia mengusulkan.
"Iya, ya!" Aku serentak berubah pikiran. "Bikin rompi aja deh!"
Beberapa saat kemudian, Vera kembali mencondongkan tubuhnya seraya berdecak. "Kalo kerja lu selambat itu, bikin rompi juga susah!"
Dan aku dengan lemahnya begitu mudah dipengaruhi.
"Bikin sarung tangan aja deh," usul Vera tak sabar. "Itu lebih simpel buat hadiah ultah!"
Lalu dengan patuhnya aku juga mengikuti sarannya lagi.
Alhasil, bentuk rajutanku menjadi abstrak.
"Sama sekali gak mirip sarung tangan," gumamku kecewa.
"Kalo gitu bikin syal aja!" Vera mengusulkan lagi, kali ini terdengar pesimis. "Itu udah yang paling gampang," jelasnya.
Dan akhirnya, "Selesai!" Aku berlanting senang dan bertepuk tangan.
"Ya," komentar Vera tanpa minat. "Lumayan untuk karya pertama!"
"Beneran jadi syal," ungkapku gembira. "Eh, headband juga bisa!"
"Iya, tutup telinga juga bisa!" Vera menimpali, berusaha membesarkan hatiku.
Aku tahu hasilnya semakin abstrak. Tapi...
Begitulah!
Aku mudah dibuat senang dan cepat merasa puas.
.
.
.
.
.
Hingga suatu hari…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Ersa
🙈😁
2023-10-23
1
dyz_be
👍👍👍👍
2022-07-24
1
Sty9
ternyata beda sama singaco yang pertama 🤭
2022-02-07
0