Sarung

Semua orang sudah kembali ke rumah masing-masing. Nenek pun sudah istrahat di kamar. Nenek sudah bisa tidur nyenyak karena yakin Rey bisa melindungi Oca.

Jika nenek sudah larut dalam mimpi maka lain halnya dengan Oca, ia masih duduk di meja rias sementara Rey duduk bersandar di tempat tidur.

"Sampai kapan kamu duduk di situ, Ca? Memangnya kamu nggak ngantuk?" Rey menepuk sisi kosong di sebelahnya. "Sini, tidur di sampingku." Rey meletakkan gawaiya di atas nakas, sepertinya ia sudah siap bertempur dengan Oca.

Oca semakin gugup, ia tidak mungkin menolak tidur di samping suaminya sendiri. Tapi, semua masih terasa seperti mimpi. Oca masih melihat Rey dari pantulan cermin, tanpa sadar ia memainkan kancing baju tidur yang dipakainya.

"Kamu nggak sabar, ya? Sini biar kita mulai," ucap Rey lagi, ntah mengapa ia suka menggoda dan melihat wajah Oca bersemu merah.

"Mulai ngapain? Ak-aku tidur di lantai aja." Oca mengambil selimut dan membentangnya di lantai. Menyusun bantal lalu berbaring tanpa bicara lagi.

Rey menggeleng tidak habis pikir melihat tingkah Oca yang masih malu-malu. Rey tahu kalau Oca belum siap memenuhi kewajiban sebagai istrinya, tidak apa mungkin mereka akan melakukannya secara bertahap.

"Jangan buat aku menjadi suami jahat. Mana ada suami yang biarin istrinya tidur di lantai."

"Aku yang mau, bukan kamu yang nyuruh. Jadi, kamu nggak akan jadi suami jahat," jawab Oca tanpa merubah posisi tidur yang masih membelakangi Rey.

Rey tetap tidak tega, ia turun dari tempat tidur dan menggendong Oca tanpa ijin. Oca kaget setengah mati sampai Rey merebahkannya di atas tempat tidur.

"Gini, 'kan lebih nyaman." Rey menyelimuti Oca. "Tidurlah sudah malam," ia tidak lupa mengecup kening Oca.

Mata Oca semakin tidak bisa terpejam, ia masih melihat Rey sampai berbaring di sampingnya.

"Ca ...." Rey memecah keheningan yang sempat tercipta.

"Hem...."

"Sesak!"

"Uuhuk!" Oca terbatuk, sesak yang ia dengar membuat pikirannya melayang.

"Aku nggak biasa tidur pakai celana. Apa lagi tidur satu kasur sama istri yang belum mau disentuh, tambah sesak, Ca...."

Oca semakin tahu ke mana arah bicara Rey, ia sontak menoleh kearah Rey yang sudah melihatnya.

"Sejak kapan pikiran kamu jadi mesum? Kayaknya dulu nggak gini, banget." Oca teringat gosip yang dulu sempat beredar kalau Rey bukan pria normal.

"Kamu yang buat aku mesum. Coba kamu jadi cowok, pasti kamu tahu gimana tersiksanya si dia!" Rey menunjuk bagian bawah. "Sesak minta dilepas!" ucapnya lagi.

Oca semakin merinding, ia tidak menyangka kalau Rey bisa bicara blak-blakan seperti ini, detik itu juga Oca memunggungi Rey.

Rey menahan tawanya, ia meraih bahu Oca sampai melihatnya lagi.

"Ap-apa sih?"

"Bantuin, Ca...."

"Bantuin apa? Aku nggak bisa!"

"Kenapa nggak bisa?"

"Aku belum siap untuk itu, maaf ya!" Oca semakin merasa bersalah, ia benar-benar tidak punya pengalman tentang malam pertama.

Rey sedikit membungkuk dan mendekati wajah Oca, menatap semua bagian darinya, mulai dari mata, hidung dan bibir tipis Oca.

"Ma-mau apa lagi?" Tangan Oca menahan dada Rey agar tidak menempel padanya.

"Sarung! Aku pinjam sarung. Aku beneran nggak bisa tidur pakai celana." Rey menjauhi dan duduk di samping Oca. "Di mana kamu simpan sarungnya, biar aku ambil sendiri."

Oca semakin bingung, bukannya semakin bahaya kalau Rey tidur tanpa memakai celana? Akhirnya Oca mengalah, mengambil sarung di dalam lemari.

"Ini sarungnya, gantinya di kamar mandi aja." Oca meletakkan sarung corak kotak-kotak di atas bantal Rey. Kemudian kembali berbaring di tempat asalnya.

"Makasih!" Rey sumringah, berdiri di samping tempat tidur.

Oca masih sembunyi dibalik selimut, ia tidak mendengar suara pintu dibuka atau ditutup. Oca yakin kalau Rey masih berdiri di belakangnya.

"Kenapa nggak keluaaaaarrrrrrr!!!!" Oca histeris melihat segitiga bermuda yang belum tertutup sepenuhnya.

Sontak Rey yang saat itu menarik sarung masih sebatas lutut naik ke atas tempat tidur dan membekap mulut Oca.

"Diam, Ca. Kamu mau buat satu kampung datang ke sini?"

"Mmppppp." Oca menggeleng dan memejamkan mata.

"Masih lihat gajah duduk udah histeris, gimana liat gajah berdiri?" Rey tetap santai memakai sarung di depan Oca yang masih memejamkan mata. "Sudah selesai, buka mata kamu."

"Ish, kamu tuh sembarangan aja sih?" Oca memukul lengan Rey lalu menarik selimut, jantungnya masih tidak bisa diajak kompromi, matanya tidak bisa terpejam karena terbayang-bayang apa yang baru dilihatnya.

Rey masih tenang. "Nggak mau lihat gajah berdiri?" goda Rey lagi.

"Diam!!" teriak Oca dari balik selimut.

"Padahal cuma mau membuktikan seberapa normalnya aku." Rey berbaring menghadap Oca yang masih memunggunginya. "Selamat malam istriku," ucap Rey sembari memeluk Oca.

Oca tidak menjawab, ia bahkan tidak menolak saat Rey memeluknya. Akhirnya mereka larut ke alam mimpi.

***

Keesokan harinya.

Oca menata makanan di atas meja, mulai hari ini ia melakukan tugasnya sebagai seorang istri, menyiapkan sarapan dan teh hangat untuk Rey.

"Pagi istriku!" Rey mengacak rambut Oca. "Kenapa aku nggak dibangunin?"

"Kamu nyenyak banget tidurnya." Oca mengambil handuk yang masih baru, menggantungkannya dinpunggung Rey. "Kamu mandi dulu, setelah itu sarapan. Aku mau beresin kamar dulu."

Tanpa diduga Rey menarik pinggang Oca dan mencium keningnya. "Istriku ini memang pengertian. Tunggu sebentar, ya!"

Oca semakin kesulitan bernapas sampai Rey hilang di balik pintu kamar mandi.

"Sesayng itu kamu sama aku, Rey?" Oca meraba keningnya yang masih hangat.

***

Oca membuka jendela kamar lalu merapikan tempat tidur. Dering handpone milik Rey mengalihkan perhatiannya, tertera nama Diva di sana.

"Diva?" gumam Oca, nama itu sangat asing di telinganya. "Diva siapa?" Tanda tanya besar bersarang dikepala Oca, mungkinkah itu kekasih Rey yang ada di kota, atau mungkin juga istri Rey.

Kecurigaan itu semakin kuat sebab Diva tidak pernah berhenti menghubungi Rey, karena takut nenek terganggu akhirnya Oca mengambil ponsel itu.

"Oca!" Rey datang tergesa-gesa, handuk putih melilit pinggangnya, bahkan seluruh tubuhnya masih basah, Rey cepat-cepat mengambil ponselnya dari tangan Oca. Raut wajah Rey menegang melihat nama Diva tertera di sana. Detik itu juga Rey mematikan daya handponenya.

"Maaf kalau aku sudah lancang." Oca tidak enak hati. "Diva nelpon terus kayaknya penting."

Tatapan Rey kosong melihat Oca. "Bukan apa-apa, Ca. Cuma rekan bisnis bisa. Aku mau ganti baju dulu."

Oca menganguk paham lalu keluar dari kamar, meninggalkan Rey dan pertanyan yang bersarang di kepala.

"Kenapa kamu nggak berani angkat telfon Diva di depanku, Rey?" Oca bergumam sendiri.

Terpopuler

Comments

yanti ryanti

yanti ryanti

waduh"sepertinya si diva tunangan nya rey

2022-01-05

0

Puja Kesuma

Puja Kesuma

tabok.aja ray klo bohongi oca

2021-11-18

0

💜🌷halunya jimin n suga🌷💜

💜🌷halunya jimin n suga🌷💜

penuh misteri ...dari sinopsis...menyedihkan sekali....

2021-11-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!