Ibu Untuk Keponakanku
Annisa menapakkan kakinya di stasiun Gambir. Ini pertama kali baginya ke Jakarta sendiri tanpa ditemani orang tuanya.
“Ke Jakartanya sendiri saja. Jangan diantar Mama dan Bapak, kasihan nanti mereka harus bulak-balik cape,” begitu pesan Ua Elly saudara sepupu Mamanya yang tinggal di Jakarta.
“Nggak usah takut. Nanti akan ada yang menjemput Annisa di stasiun.”
Dan sekarang Annisa sudah sampai di stasiun Gambir tinggal mencari orang yang menjemputnya.
Terdengar suara dering ponselnya. Annisa menepi dulu ke pinggir, karena banyak
penumpang kereta api yang berjalan ke arah pintu keluar. Setelah mendapat tempat yang aman barulah Annisa mengangkat teleponnya.
“Assalamualaikum Annisa. Ini Ua Elly.”
“Waalaikumsalam Ua.”
“Annisa sudah sampai di Gambir?”
“Sudah Ua. Ini baru mau turun ke lantai dasar stasiun.”
“Nanti kalau sudah sampai lantai dasar, cari Pak Maman di pas pintu keluar stasiun.”
“Iya Ua.”
“Mang Maman pegang kertas yang tertulis nama Annisa. Jadi Anissa cari Pak Maman sampai dapat, ya.”
“Iya Ua,”
“Kalau tidak ketemu dengan Pak Maman telepon Ua, ya! Jangan mau ikut dengan orang lain!”
“Iya Ua,”
“ Ya sudah Ua tutup dulu teleponnya. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam Ua.”
Ua Elly menutup teleponnya, lalu melanjutkan jalannya menuju pintu ke luar.
Seseorang laki-laki paruh baya mengangkat kertas yang bertuliskan namanya.
Senyum Annisa mengembang lalu dihampiri laki-laki paruh baya itu.
“Pak Maman?” tanya Annisa pada laki-laki paruh baya itu.
Laki-laki itu mengerutkan alisnya.
“Non siapa?” tanya laki-laki paruh baya itu.
“Saya Annisa, keponakannya Ibu Elly,” jawab Annisa.
Mendengar nama Ibu Elly, barulah laki-laki itu yakin jika wanita muda ini adalah keponakan majikannya yang ia cari.
“Oh….. Non Annisa. Mari Non mobilnya di parkir sebelah sini,” Pak Maman menunjuk tempat parkir.
“Biar saya yang bawakan tas, Non,” kata Pak Maman yang hendak mengambil tas yang sedang dipegang Annisa.
“Eh…jangan Pak, tasnya berat,” tolak Annisa.
“Biar sama saya saja, Non. Kasihan Non cape baru datang harus membawa tas berat,” kata Pak Maman.
Akhirnya Annisa memberikan tasnya kepada Pak Maman untuk dibawakan. Lalu Pak Maman jalan lebih dahulu dan Annisa mengikuti dari belakang. Akhirnya sampailah mereka pada sebuah mobil sedan. Pak Maman membuka pintu bagasi dan memasukkan barang-barang Annisa ke bagasi mobil. Setelah itu Pak Maman membukakan pintu belakang untuk Annisa.
“Silahkan, Non,” kata Pak Maman.
Annisapun masuk ke dalam mobil dan mobilpun berjalan menembus jalanan ibu kota.
Setelah seperempat jam lamanya perjalanan akhirnya mereka sampai di depan sebuah rumah mewah di daerah selatan kota Jakarta.
Seorang wanita yang agak lebih tua dari Mamanya menghampiri Annisa.
“Assalamualaikum,” Annisa mengucapkan salam.
“Waalaikumsalam warohmatullohi wabaroktuh,” jawab wanita itu.
“Annisa apa kabar, Nak,” wanita itu memeluknya.
“Alhamdullilah Annisa baik, Ua,” jawab Annisa.
Lalu wanita itu melepaskan pelukannya dan mengulurkan tangannya. Annisa mencium tangan wanita itu.
“Ayo kita masuk. Kita bicara di dalam. Biar tasmu Pak Maman yang bawakan,” wanita itu merangkul punggung Annisa membawanya masuk ke dalam rumah. Rumah Ua Elly cukup besar dan luas mungkin karena suami Ua seorang pengusaha.
“Ayo kita ke kamarmu,” ajak Ibu Elly.
Mereka menaiki tangga menuju ke lantai atas. Ibu Elly mengajak Annisa menuju ke kamar di seberang tangga. Ibu Elly membuka pintu kamar.
“Ini kamar tidurmu,” Ibu Elly memperlihatkan kamar untuk Annisa.
Annisa terpanah melihar kamar tidurnya yang begitu besar dan rapih.
“Ua ini kamar Annisa?” tanya Annisa agar lebih yakin.
“Iya, kenapa? Annisa tidak suka?” tanya Ibu Elly.
“Annisa suka sekali Ua. Hanya saja ini kamarnya terlalu besar dan terlalu bagus untuk Annisa,” jawab Annisa dengan pelan-pelan
“Oh…. Ua kira Annisa nggak suka dengan kamarnya. Sengaja Ua bikin kamar yang besar dan nyaman. Agar Annisa betah tinggal di sini,” kata Ibu Elly.
“Ua harap kamu betah tinggal di sini. Kamu kan tau anak Ua yang sulung sudah meninggal. Elsa ikut suaminya tugas di Singapura. Roland anak Ua yang bungsu sibuk dengan kuliahnya. Tapi sekarang ada Annisa yang menemani Ua,” kata Ibu Elly.
Pak Maman datang dengan membawa tas milik Annisa.
“Permisi Bu, Ini tasnya mu ditaruh dimana?” tanya Pak Maman.
“Taruh di kamai ini, Pak Maman,” jawab Ibu Elly.
Pak Maman masuk ke dalam kamar Annisa dan menyimpan tas Annisa.
“Terima kasih, Pak Maman,” ucap Annisa.
“Sama-sama Non,” balas Pak Maman.
“Ada lagi yang harus saya kerjakan, Bu?” tanya Pak Maman.
“Tidak ada. Pak Maman boleh istirahat,” kata Ibu Elly.
“Kalau begitu saya permisi dulu, Bu,” Pak Maman keluar dari kamar Annisa.
“Sekarang Annisa ganti baju dan sholat dulu. Sudah itu kita makan,” kata Ibu Elly.
“Ini kamar mandinya,” Ibu Elly membuka pintu yang berada di kamar Annisa.
Sebuah kamar mandi berukuran minimalis ada wastafel, shower dan toilet. Ini benar-benar mewah buat Annisa yang biasa tinggal di desa yang biasanya kamar mandinya harus bergantian dengan orang tuanya dan adik-adiknya.
“Ua ini terlalu berlebihan untuk Annisa,” kata Annisa.
“Sengaja biar Annisa betah dan bisa kuliah sampai selesai,” jawab Ibu Elly.
“Udah sekarang kamu bersih-bersih dulu terus sholat. Ua tunggu di bawah, ya. Kita makan siang . Pasti Annisa sudah lapar,” Ibu Elly keluar dari kamar Annisa.
“Iya, Ua,” jawab Annisa.
Setelah Ibu Elly pergi Annissa menghela napas. Kemudian ia duduk di atas tempat tidurnya. Ia teringat sebulan yang lalu ketika Annisa baru pulang dari melamar kerja.
“Ua Elly tadi menelepon Mama, katanya ia ingin membiayai kuliahmu. Ua Elly ingin kamu kuliah di Jakarta. Semua biaya kuliahmu dan kebutuhanmu Ua Elly yang menanggung,” kata Mama.
Annisa kaget mendengarnya. Setahu Annisa Uak Elly adalah kakak sepupu Mama bukan saudara kandung. Tapi mengapa dia begitu baik hendak membiayai kuliahnya?
“Ua Elly merasa kesepian. Rilandi anak sulung Ua Elly sudah meninggal karena kecelakaan. Elsa anak kedua Uak Elly ikut suaminya kerja di Singapura. Putra bungsunya Roland sibuk dengan kuliah dan teman-temannya. Jadi Ua Elly cuma berdua dengan Ua Supardi di rumahnya yang besar,” kata Mama seolah-olah membaca pikiran Annisa.
“Terus Mama nanti sama siapa di rumah?” tanya Annisa.
“Kan masih ada Bapak dan adik-adikmu. Mama tidak akan kesepian,” jawab Mama.
Dan sekarang di sinilah ia berada di rumah Ua Elly. Dengan tekad yang bulat dan niat demi masa depannya dan demi memajukan keluarganya, Annisa menerima tawaran Ua Elly untuk kuliah di Jakarta.
Annisa menghapus air matanya yang menggenang di peluk matanya. Ia berjalan ke kamar mandi untuk berwudhu dan langsung sholat agar perasaannya menjadi tenang.
.
.
.
.
.
.
. semoga suka dengan novel baru saya.
. jangan lupa tinggalin jejak like dan komentar, ya
, diusahakan up setiap hari😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Cah Dangsambuh
aku mampir kak
2024-10-20
1
Sandisalbiah
absen thor
2024-05-17
1
Mur Wati
di baca lagi karna suka ceritanya ringan
2023-11-09
4