Sifa tak bisa tak menyembunyikan rasa senangnya. Sejak Abash mengatakan jika Sifa bergabung ke tim Elang. Sejak saat itu senyum terus terukir diwajah Sifa.
"Selamat ya, Sifa." Ujar Dika mengulurkan tangannya.
"Maksih, Pak."
"Selamat Sifa," uajr Didi juga ikut menyalami Sifa.
"Terima kasih, Mas."
Sifa sungguh senang, ia pun bergegas keluar dari ruangan Abash untuk bertemu denagn LIa dan memberikan kabr bahagia ini. Namun, Sifa baru menyadari jika LIa sudah pulang disaat ruangan cleaning servis telah kosong.
"Pantas aja sepi, udah jam setenah dua belas," gumam Sifa dan memberisi barang-barangnya.
Sifa menggigit bibirnya dikala baru mengetahui jika duluar saat ini tengah hujan lebat.
"Gimana pulangnya nih," gumam Sifa sambil menatap hujan yang turun amat derasnya.
"Kenapa bengong?"
Suara bariton itu mengejutkan Sifa. "Eh, Mas Didi."
"Bingung pulangnya gimana?"
"Heum, hujannya lebat banget."
"Aku antar aja mau?"
"Eh, gak usah, aku bisa pulang sendiri." tolak Sifa cepat.
"Tengah malam, hujan lebat, yakin mau pulang sendiri?"
Sebenarnya Sifa masih mengingat kejadian tentang dirinya hampir dilecehkan. Tentu saja Sifa takut jika kejadian tersebut terulang kembali.
Terlihat seperti Sifa menimbang-nimbang tawaran Didi, hingga akhirnya pun ia menganggukkan kepalanya.
"Yuk,"
"Tapi sepeda saya, Mas."
"Tinggal aja, besok kan kamu kesini juga!"
"Besok saya ke kampus gimana? saya ada kuliah pagi."
"Naik ojek aja, sekali-kali juga." ujar Didi memberikan saran.
Terlihat Sifa berfikir, hingga akhirnya Sifa kembali menganggukkan kepalanya. Baru saja mereka melangkah, ponsel Didi berdering dan menampilkan nama sang adik.
"Apa? Rumah sakit mana?" tanya Didi kepada orang yang ada diseberang panggilan tersebut.
"Ya udah, Mas kesana sekarang." DIdi menyimpan kembali ponselnya dan menatap Sifa dengan rasa tak enak. Namun, Didi juga tak bisa membiarkan Sifa pulang sendirian di lebatnya hujan dan juga pada waktu tengah malam seperti ini.
"Kamu langsung aja kerumah sakit, biar Sifa saya yang antar." uajr Abash dari belakang Didi.
Sifa dan Didi pun sontak menoleh kebelakang mereka. Sedikit terkejut rasanya bagi Didi, karena sang bos bersedia mengantar Sifa.
"Saya bisa pulang sendiri, Pak." ujar Sifa menolak twaran Abash.
"Gimana kalau kejadian seperti waktu itu terulang kembali?" tanya Abash yang mana membuat Sifa meringis.
"Kejadian apa?" tanya Didi pelan entah kepada siapa.
"Waktu itu, Sifa hampir saja mendapatkan perlakuan pelecehan oleh orang mabuk di pinggir jalan. Kondisinya sama, saat sedang hujan lebat seprti ini." jelas Abash.
Wow, jarang sekali Abash ingin menjelaskan sesuatu kepada orang lain.
"Waduh, bahaya itu SIfa buat kamu. Ide Pak Bos ada beenrnya, tapi---"
"Tapi apa?" tanya Abash sambil menaikkan alisnya sebelah.
"Tapi, apa gak ngerepotin Pak Bos?" lanjut Didi dengan ragu-ragu.
"Kamu pikir saya orang gak punya hati apa? Di saat ada orang membutuhkan bantuan, saya seolah-olah menutup mata dan tak melihat?"
Oke, sepertinya Didi salah menanyakan hal itu. Abash pun tersadar dengan nada yang ia gunakan,. Kenapa juga Abash harus marah-marah. Sebenarnya Abash sedari awal memang ingin mengantar Sifa, namun keduluan dengan Didi.
"Ayo," ajak Abash akhirnya dan berjalan menuju mobil jeepnya.
"Udah, ikut sana, dari pada pak bos ngamuk," ujar Didi kepada Sifa.
Sifa pun akhirnya mengangguk pasrah dan mengikuti Abash menuju kemobinya, dengan diikiti oleh DIdi.
Didi membantu Sifa untuk menaikkan sepeda keatad mobil Abash, barulah Didi pamit kepada Abash dan Sifa menuju mobilnya sendiri.
"Masuk," titah Abash yang langsung dituruti oleh Sifa.
Sungguh, Sifa sebenarnya tak ingin menerima tawaran Abash, namun dia merasa sangat kelelahan hari ini. Apa lagi saat ini dirinya belum sempat makan malam.
Abash melajukan mobilnya dengan kecepatan rendah, hujan yang sangat lebat membuat jarak pandang menjadi terbatas. Sifa yang tak tahan dengan rasa kantuknya pun akhirnya terlelap begitu saja.
Abashmenoleh kearah Sifa, terdengar dengkuran halus yang keluar dari mulut Sifa. Tanpa Abash saadari, jika dirinya menaikkan sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman kecil. Perjalanan pun ditemani dengan dengkuran halus yang keluar dari mulut Sifa.
Abash menghentikan mobilnya tepat didepan gang rumah Sifa. Ingin rasanya Abash membangunkan Sifa, namun melihat wajah lelah Sifa, Abash pun mengurungkan niatnya.
Abash memilih bermain ponsel untuk menghilangkan rasa jenuhnya.
"Enggkk" Sifa merenggangkan ototnya, kemudian ia terkejut saat mendapati dirinya masih berada didalam mobil Abash.
Sifa pun segera membenarkan duduknya dan meminta maaf kepada Abash.
"Ma-maaf Pak," cicit Sifa dengan takut.
"Hmm," Abash menyimpan ponselnya dan menatap kearah Sifa.
Abash mendengus geli dan meraih tisu yang ada di dasboard. "Nih, lap iler kamu."
Sifa melototkan matanya, dengan cepat mraih tisu yang Abash sodorkan dan memberihkan bibirnya.
"Maaf, Pak." cicit Sifa lagi.
"Apa nyawa kamu sudah terkumpul sepenuhnya?" tanya Abash.
"Hah?"
"Kamu, sudah sadar dari tidur sepenuhnya belum?"
"Oh, sudah Pak."
Abash meraih payung yang ada dibelakang kursinya. Payung itu cukup besar dan dapat menampung dua orang.
"Tunggu sebentar." Abash turun dari mobil, kemudian berlari kecil dan membuka pintu penumpang bagian Sifa. Sifa pun turun dengan dipayungi oleh Abash.
"Kamu pegang payungnya, saya turunin sepedanya."
"Baik, Pak." Sifa menuruti apa yang diperintahkan Abash. Sifa pun tak ingin membuat Abash basah dan membiarkan sedikit tubuhnya terkena hujan. Untungnya hujannya tak selebat sebelumnya.
"Terima kasih, Pak.," Sifa memberikan payung tersebut keapda Abash.
"Kamu pegang payungnya, biar saya yang dorong sepedanya."
"Hah?"
Abash membuang napasnya pelan. "Kamu pegang payungnya, saya dorong sepeda."
"Kemana?"
"Ya kerumah kamu,"
"Saya bisa sendiri, Pak. Bapak bisa balik pulang dan beristirahat." uajr Sifa dengan tak enak.
"Kamu mau menerobos hujan?" tanya Abash dengan menaikkan alisnya sebelah.
"Sudah dekat, Pak."
"Karena itu, nanggung tolongin orang setengah-setengah." Abash mulai mendorong sepeda Sifa, dengan sigap Sifa langsung saja memayungi Abash agar tak terkena hujan.
Tak ada obrolan sepanjang jalan tikus itu, Sifa masih berdiam sambil memayungi Abash. Sesampainya di teras rumah Sifa, Abash meminta izin untuk numpang kekamar mandi. Mana berani Sifa menolak permintaan sang bos. Apa lagi saat ini Abash tengah kebelet pipis.
Sifa membuka pintu rumahnya, kedatangan mereka pun disambut dengan derasnya hujan yang mengalir dari asbes rumah Sifa.
"Astaghfirullah." Sifa langsung saja berlari dan mengambil ember untuk menampung kebocoran yang sangat deras dan ada dimana-mana.
Abash menatap tak percaya dengan pemandangan yang ada dihadapannya saat ini."
Kmau tinggal dirumah seperti ini?" tanya Abash tak bisa menutupi keterkejutannya.
"Iya, Pak." cicit SIfa yang merasa malu dengan keadaan rumahnya.
"RUmah ini tak layak huni, sebaiknya kamu pindah."
\=\= Jangan upa Vote, Like, and komen ya ..
Salam sayang dari ABASH dan ARASH
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 535 Episodes
Comments
Anik Trisubekti
kasihan Shifa 😔
2022-11-30
0
Elisabeth Ratna Susanti
👍👍👍👍👍👍
2022-05-12
0
Lili Suryani Yahya
😂😂😂😂, bukan ga mau pindah pak Bos tpi ga ada uang😂😂😂
2022-01-22
1