Sifa merasakan perutnya muali keroncongan. Ia melirik kearah jam tangan kramatnya. Jam sudah menunjukkan hampir pukul 12. Sifa yang semalam hanya makan sedikit dan harus bergadang untuk membersihkan rumahnya dari kebocoroan pun, harus merelakan melewatkan sarapan paginya juga karena ia terlambat terbangun. Sialnya ia harus menerima hukuman lagi dari para seniornya untuk membersihkan kamar mandi, dan lebih sialnya ia memuntahkan isi perutnya yang memang tak diisi pagi ini.
Sifa bernapas lega saat Abash menutup pertemuan kecil mereka, sehingga Sifa dapat kembali ke aula dan menikmati makan siangnya atau pun kue breakfast yang tersedia disana.
"Sifa, sini." panggil Amel, sahabat satu-satunya yang Sifa miliki.
Sifa tersenyum dan menghampiri Amel.
"Nih, sarapan Kamu. Aku tau, kamu tadi pagi pasti gak sempat sarapan kan?" ujar Amel.
Sifa kembali tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Iya, sepotong roti pun belum masuk lagi."
"Udah, cepetan makan."
"Makasih ya, kamu memang sahabat terbaik aku."
Ya, walaupun mereka bersahabat, tapi Sifa tak tahu dimana rumah Amel dan siapa keluarga ya. Sifa tak berani bertanya sejauh itu, Amel mau berteman dengannya saja, Sifa sudah sangat bersyukur sekali.
"Baru saja Sifa meneguk air minum yang di berikan Amel, tapi detik selanjutnya ia harus menyemburkan kembali air yang ada di dalam mulutnya karena seseorang menepuk punggungnya.
Byuuuurr ...
"Gak ada otak Lo apa? orang pada sibuk kerja, eh Lo malah enak-enakan duduk di sini sambil makan." ujar senior galak tersebut.
"Maaf kak."
Ya, hanya kata maaf lah yang bisa Sifa ucapkan.
"Maaf ... maaf ... terus Lo dari tadi. Cepat berdiri, beresin tuh meja di depan." titah senior tersebut tanpa ingin di bantah.
"Kak, biar Sifa makan satu siap aja dulu, dari pagi dia belum sarapan," ujar Amel yang kasihan dengan Sifa.
"Bukan urusan Gue, lagian udah tugas dia sebagai panita. Jangan mentang-mentang dekat sama dosen terus seenaknya aja lepas tanggung jawab. Atau, jangan-jangan Sifa ini benaran lagi, simpanannya si dosen killer itu."
"Kak, tolong ya, tu mulut kalau bicara di jaga." bantah Sifa dengan nada yang tinggi.
"Apa? Lo berani sama Gue? kalo apa yang gue bilang gak bener, gak usah sewot dong. Sana Lo bersihi tuh semua meja yang ada di depan. Sekalian, Lo geser tu meja-meja ke pinggir."
Setelah mengatakan itu, Senior yang bernama Joko pun pergi dari hadapan Sifa dan Amel.
"Fa, Lo makan dulu deh, biar Gue aja yang bersihi," ujar Amel, namun Sifa dengan cepat menahan tangan Amel.
"Kamu tunggu sini ya, biar Aku aja yang bersihi. Dari pada nambah masalah lagi, Aku gak mau kehilangan beasiswaku lagi kali ini."
Amel menghela napasnya pelan, ia perhatikan sahabat baiknya itu, yang berteman dengannya tanpa memperdulikan latar belakangnya.
Amel, anak dari salah satu pengusaha di kota ini. Namun, Amel yang lahir dari hasil hubungan gelap pun, membuat dirinya sering di buli oleh teman-temannya. Untuk itu, sejak duduk di bangku sekolah menengah, Amel sengaja merubah seluruh penampilannya dan juga latar belakangnya.
Kembali ke Sifa,
Sifa yang sudah merasakan hoyong dan pening pun memaksakan diri untuk membersihkan meja-meja dosen dan menggesernya ke pinggir. Ada 4 meja yang harus Sifa bersihkan dan geserkan, baru satu meja yang selesai.
Sifa memegang kepalanya yang terasa pusing dan berkunang-kunang. Hingga akhirnya ...
*
Banyak pasang mata yang melihat kearah Abash, bahkan terang-terangan memuji Abash, saat pria itu berjalan menuju mobilnya dengan menggunakan kacamata hitamnya.
"Oh ****." Abash mengumpat saat tak mendapatkan kunci mobilnya dalam saku kantong baju atau pun celananya.
Abash kembali menghela napas pelan, dan berbalik kearah ruangan dosen. Sesampainya di sana, Abash juga tak menemukan apa yang ia cari, sehingga Abash pun terpaksa harus kembali kedalam aula.
"Pak Abash, apa ada yang ketinggalan? ada yang bisa saya bantu?" ujar seorang senior wanita yang dari awal melihat Abash sudah jatuh hati.
Gimana gak jatuh hati, Abash ketampanannya sudah mirip Oppa Jungkook. Mana keturunan Moza, terus, punya perusahaan sendiri lagi saat umurnya masih terbilang muda. Yaa, walaupun perusahaannya belum sebesar milik sang Papa.
Tanpa menjawab, Abash hanya menoleh sekilas kemudian ia berjalan melewati gadis itu, hingga langkah Abash sampai di tempatnya duduk tadi. Di mana di sana ada sosok gadis yang ia kenali sedang memegang kepalanya.
Dan ...
Saaappp ...
Abash langsung menahan tubuh Sifa yang oleng dan tak sadarkan diri.
"Sifa ..." panggil Abash dengan menggoncangkan sedikit tubuhnya.
Semua orang sudah berkumpul, termasuk Amel.
"Sifa, kamu baik-baik aja?" tanya Amel sambil menepuk wajah Sifa.
Dengan sekali gerakan Abash membopong tubuh Sifa dan membawanya berbaring ke sofa yang ada di sana.
Abash memeriksa denyut nadi Sifa, terasa sangat lemah.
"Ada yang bawa minyak angin?" tanya Abash.
Amel langsung mengeluarkan parfume aroma terapi nya yang ada di dalam tas.
"Apa ini bisa?" tanyanya dengan suara bergetar.
Abash menatap apa yang di pegang oleh Amel, ia mengangguk dan meraih parfume aroma terapi tersebut, dan menciumkannya di hidung Sifa.
Butuh waktu 5 menit untuk Sifa bereaksi, hingga akhirnya Sifa membuka matanya secara perlahan.
Abash meminta minuman botol yang ada di tangan Amel, hingga tak sengaja Abash menyentuh tangan Amel.
"Minum dulu." ujar Abash sambil membantu Sifa untuk duduk.
Sifa pun meminum air yang di berikan oleh Abash.
"Kamu sudah sarapan?" tanya Abash.
Sifa menggeleng pelan. Abash menghela napasnya kemudian mengajak Sifa berdiri.
"Ayo ..."
"Kemana?" tanyanya Sifa.
"Jangan banyak tanya, cepat." titah Abash.
Sifa pun menurut, dengan berpegangan dengan Abash, karena kepalanya masih sedikit pusing, Sifa pun mengikuti kemana Abash membawanya.
Amel tiba-tiba saja ingat dengan wadah makanan yang sengaja ia pesankan untuk Sifa. Dengan cepat, Amel mengambil tasnya dan juga ya milik Sifa, serta wadah makanan untuk Sifa.
"Sifa, tunggu." panggil Amel.
Abash dan Sifa pun berhenti, mereka menoleh kearah Amel yang berlari kearah mereka.
"Kalo Bapak mau membawa Sifa ke kantin, gak perlu. Saya udah membelikan Sifa makanan kesukaannya tadi. Tinggal Sifa makan aja."
Sifa menoleh kearah Abash. "Bapak mau bawa saya ke kantin?" tanyanya.
"Iya, Kamu belum makan kan?"
Sifa tersenyum, senyum yang manis sekali. "Makasih, Pak, tapi sahabat Saya sudah membawakan Saya bekal. Saya makan apa yang teman Saya berikan saja. Sekali lagi terima kasih, Pak." ujar Sifa sambil melepaskan pegangan tangannya dari tangan Abash.
\=\= Jangan lupa Vote, Like, and komen ya ..
Salam sayang dari ABASH dan ARASH.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 535 Episodes
Comments
Anik Trisubekti
sampai sini ceritanya sangat menarik
2022-11-27
1
Elisabeth Ratna Susanti
mantul 👍
2022-05-11
0
Ana
untung ada kembaran nya😁
tapi akankah Amel suka sama abash
maaf ka baru sempet baca lagi ✌
2022-03-02
1