“Kamu yakin pulang sendiri di jam segini?”
Sifa melototkan matanya di saat melihat jarum pendek menunjuk kearah jam 1. Yang benar saja, kenapa cepat sekali waktu berlalu? Perasaan Sifa keluar dari kantor sudah pukul 11 malam.
“Bapak yakin kalo jam bapak itu gak rusak?”
Abash mengerutkan keningnya, sehingga terbentuk kerutan halus di sana. Abash melihat kembali kearah jam tangannya.
"Pak, bapak itu banyak duit kan ya. Apa susah ya sih tinggal isi baterai lagi atau beli yang baru gitu. Masa jam mati di pake sih? Ih, bapak malu-maluin tau gak."
Abash membuka mulutnya sedikit. kesal mendengar jika ia memakai jam mati.
"Hei, coba kamu lihat ini baik-baik. Jam saya ini hidup, sehat wal'afiat dia. Belum di datangin sama malaikat Izrail." geram Abash sambil menunjukkan jam tangannya ke arah wajah Sifa.
Sifa memperhatikan jam tangan Abash. "Iih, bapak, periksa mata gih sana. Beneran mati loh ini jamnya."
"Bener-bener dah, kamu seperti nya yang harus periksa mata. Coba kamu lihat baik-baik, jam saya ini hidup tau."
"Pak, di mana-mana kalo jam hidup itu ada detiknya. Ini jangankan detik, jarum detiknya aja gak ada. Udah patah kali ya, iih bapak mah ceroboh banget pakai barang."
"Masya Allah, luar biasa kamu. Siapa nama kamu tadi?"
"Sifa pak."
"Heh, Sifa yang gak suka di panggil anak kecil. Coba lihat baik-baik, kamu lihat gak ada yang bergerak ditengah itu? itu detik nya. Makanya, gaul dikit dong jadi orang."
Sifa memperhatikan jam tangan milik Abash. Bener juga, ada yang bergerak di tengah-tenafh itu. He..he.. he.. Maklum, orang kismin jadi gak pernah liat barang mewah.
"Ya mana saya tau pak, setau saya kalo yg namanya jam itu terdiri dari 3 jarum Detik, menit, dan jam. Lagian setiap jam ang saya beli, selain digital ya pak. semuanya pasti ada jarum detiknya. Wajar aja dong kalo saya gak pernah liat jam begituan. Lagian mana ada duit saya untuk beli jam mahal gitu, rugi banget rasanya saya keluarin uang banyak hanya untuk satu jam. Mending saya bayar uang kuliha syaa, pak."
Abash menghela napasnya pelan. Ia sudah sangat mengantuk sebenarnya, tapi sifa ini sepertinya petasan cabail yang berubah wujud menjadi manusia. Sedari tadi tenaganya sanagt full, seolah tidak ada rasa capeknya.
"Ya udah, gak usah bahas jam lagi, oke. Sekarang cepetan naik, saya udah capek."
"Loh, kalo capek bapak bisa langsung pulang aja, saya bisa kok pulang sendiri. Lagian rumah saya gak jauh dari sini, cuma sampai belokan sana."
"Cepat naik," ujar Abash tegas.
Sifa pun langsung mingkem dan menurut kepada Abash. Abash menghembuskan napas nya dengan kencang karena terlalu kesal mendengar Sifa nge-rapp bagaikan namjoon.
"Dimana rumah kamu?" tanya Abash saat sudah duduk di balik kemudi mobilnya.
"Di sana pak." Sifa pun menyebutkan alamat rumahnya dengan lengkap. Abash hampir tertawa sa mendengar alamat rumah Sifa. Jalan tikus gang. buntu.
Abash mengulum bibirnya saat mendengar alamat rumah Sifa. Yang benar saja, masa iya ada alamat seperti itu? ya kali tikusnya masuk ke jalan buntu, ketangkap deh sama kucing.
Akhirnya Abash tak mampu menahan tawanya sepenuhnya. Abash pun terkekeh pelan.
"Bapak ketawain alamat saya?"
"Gak, saya gak ketawain kok."
"Lalu, kenapa ketawa?"
"Lagi mikir aja, kalo tikusnya masuk ke dlama gang buntu, gak bisa keluar dong dia."
Sifa memutar bola matanya malas. "Ya tinggal balik aja pak. Jadi ini kapan mau jalannya? jadi gak antarin saya pulang?"
"Iya bawel."
"Saya gak bawel."
Abash lebih memilih diam dan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Abash mengikuti arahan dari Sifa, hingga akhirnya mereka benar-benar sampai di sebuah gang yang sempit dan hanya bisa di lewati oleh kendaraan roda dua saja.
Sifa dan Abash pun turun dari mobil, Abash menurunkan sepeda Sifa dan memberikannya kepada Sifa.
"Makasih banyak ya pak, tapi maaf, saya gak bisa ngajakin bapak mampir. Gak enak sama tetangga kalo saya masukin pria malam-malam ke dalam rumah."
"Saya juga gak berminat untuk masuk. Kalo gitu saya balik dulu."
"Makasih banyak pak, makasih banyak."
"Hmm,"
Sifa masih berdiri di depan gang sambil melihat mobil Abash menjauh dari rumahnya. Sifa pun menghela napas dan masuk sambil mendorong sepedanya untuk masuk ke gang buntu tersebut.
Sifa memandang seluruh lantai rumahnya, sepertinya malam ini ia harus lembur untuk membersihkan rumahnya dari air hujan yang masuk melalui celah-celaj atap rumahnya yang bocor.
*
"Abash, kamu mau ke kampus ya?" Quin bertanya karena tadi Anggel sempat mengatakan jika Abash akan menghadiri seminar tentang teknologi di kampus tersebut.
"Hmm, kenapa?"
"Gak papa, aku ikut ya..."
"Gak boleh, keadaan belum aman untuk kamu, Quin." ujar Abi sambil membelai rambut panjang Quin.
Quin mengerucutkan bibirnya karena tak di berikan izin oleh suami menyebabkannya itu.
"Ma, Pa, Abash berangkat sekarang ya." ujar Abash setelah menyelesaikan sarapannya.
"Hati-hati ya sayang."
"Cepet banget," Arash yang baru bergabung pun duduk kursinya.
"Iya, ada meeting jam 8. oh ya, pesan gue Jangan lupa baca ya."
"Sip,"
Papa Arka memandang kedua putra kembar itu. jika ada pesan yang di kirimkan, itu tandanya ada sesuatu yang terjadi di antara mereka.
"Apa terjadi sesuatu?" tanya Papa Arka kepad Arash yang tengah menyendokkan nasi goreng sambal terasi kesukaannya.
"Tidak ada, Pa."
Pap Arka menatap dalam kepada putranya, kemudia Papa Arka menghela napasnya pelan. Putra-putranya sudah pada besar, hanya satu yang masih sekolah, yaitu Shaka, tapi irit banget bicara, persis sifat sang kakek.
*
Sifa benar-benar terlambat bangun. Pagi ini ia harus menyiapkan bahan-bahan untuk seminar yang entah siapa pematerinya pun Sifa tak tahu. Ia terlalu sibuk dengan kehidupan pribadinya, sehingga ia tak peduli siapa yang menjadi pemateri seminar hari ini. Toh, Sifa hanya sebagai panitia pelaksana. Jadi, bukan urusan Sifa untuk mengetahui siapa dan bagaimana si pengisi materi tersebut nantinya menyampaikan motivasinya.
Yang terpenting bagi Sifa, acara ini berjalan dengan baik dan sempurna. Hanya itu yang perlu Sifa perhatikan, selebihnha, Sifa perlu tidur karena entar sampai jam brapa ia membersihkan rumahnya yang kebocoran.
Huuf, sudah lah sewa, bocor pula lagi, emanglah yang punya rumah benar-benar perhitungan. Masa minta perbaiki genteng aja mesti bagi dua. Dasar lintah darat.
\=\= Jangan lupa Vote, Like, and komen ya ..
Salam sayang dari ABASH dan ARASH.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 535 Episodes
Comments
Yudhi Ila
ampun deh sifa kamu cerewet amat sih...ngidam apa emaknya dulu wkwkwk
2023-01-13
1
Elisabeth Ratna Susanti
josssss
2022-05-11
0
KHARDHA LOVE
Aku juga galfok gara-gara alamat rumahnya Sifa😁🤣😂
2021-11-21
1