Ayesh memasuki Apartemen, perasaannya begitu lega mendapati dirinya yang tidak jadi dijodohkan dengan Silvia. Ayesh merebahkan dirinya di sofa, dia teringat akan ponselnya.
Ayesh
Hai calon Nyonya Ayesh besok aku tunggu di Apartemen jam Sembilan pagi !!! 😉😉
Sepuluh menit berlalu tidak ada balasan dari Hyorin.
Ayesh merasa gelisah, pesannya tidak mendapatkan respon.
Lima Belas menit berlalu, gadis itu tak kunjung membalas pesannya.
Ayesh kemudian memasuki kamarnya berharap besok pagi gadis itu akan merespon keinginannya.
Keesokan paginya, Ayesh kecewa menatap layar ponselnya yang tetap saja sama tak ada respon dari Hyorin. Bahkan pesan yang ia kirim tidak dibaca oleh Hyorin.
Kemana saja gadis itu, keterlaluan sekali pesanku diabaikan! Batin Ayesh.
Ayesh bergegas untuk mandi dan bersiap-siap untuk segera berangkat ke Kantor.
Ayesh turun menuju parkiran, di dalam lift Ayesh bertemu dengan Hyoshan yang juga akan berangkat ke Kantor.
"Hai Bro sedang apa kamu disini pagi-pagi begini?" Tanya Ayesh begitu melihat Hyoshan.
"Gue tinggal disini Bro."
"Benarkah? Ayesh merasa senang ternyata tempat tinggal mereka berdekatan.
Ayesh jadi teringat saat ia membawa Hyorin paksa masuk ke Apartemennya, Hyorin bilang akan menemui Kakaknya.
Orin benar dia tidak berbohong kepadaku, ah... waktu itu aku sungguh bodoh. Kalau Hyoshan sampai tahu aku pernah memperlakukan Orin dengan kasar pasti dia akan menghajarku.
Hyoshan menatap Ayesh bingung, sebab pria itu malah melamun di dalam lift.
"Hai Bro kita sudah sampai di lantai dasar, ayo keluar!"
Ayesh tersadar dari lamunannya.
"Hah...apa Bro?"
"Hahahaaa....lo ngelamun ya Yesh? pasti ngelamunin Adik gue ya? Hyoshan malah menertawakan Ayesh.
Ayesh hanya nyengir saja, sebab Hyoshan benar adanya.
"Kalau loe udah kangen, jemput saja dia. Jam segini paling dia belum berangkat!" Perintah Hyoshan.
"Kalau gitu, gue cabut dulu ya Bro. Ada meeting pagi. Awas ya, jangan loe apa-apain Adik gue sebelum kalian benar-benar sah. Loe harus jaga dia baik-baik. Ok Bro!" Hyoshan mengancam sekaligus memberikan nasihat kepada Ayesh. Tangannya membentuk huruf "O".
"Siap calon Kakak Ipar."
"Baiklah sampai jumpa lagi ya calon Adik Ipar, kapan-kapan main ke Apartemen gue ya."
Mereka berdua tertawa bersama, sebelum benar-benar berpisah untuk menuju tujuan masing-masing.
Ayesh mengurungkan niatnya untuk ke Kantor, setelah sebelumnya mengirimkan pesan kepada Doni untuk menghandle pekerjaannya dan juga terkait urusan Hyorin juga. Kemudian dia bergegas untuk menjemput Hyorin, khawatir gadis itu sudah berangkat ke rumah sakit.
****
Hyorin baru turun dari kamarnya sekitar pukul Setengah Delapan lewat Lima menit. Dia tampak sudah rapi dengan setelan baju kerjanya. Hyorin benar-benar tidak melihat ponselnya sejak tadi malam.
Dia melupakan semua hal gara-gara perjodohan yang membuatnya tidak berkonsentrasi, pikirannya terasa kacau.
"Orin mau berangkat kerja Nak, tidak sarapan dulu?" Ayah Hyorin sudah berada di meja makan bersama Tante Mirna dan Silvia.
"Maaf Ayah, aku tidak sempat untuk sarapan dulu. Ini sudah sangat terlambat. Nanti aku sarapan di kantin rumah sakit saja Ayah."
Hyorin menolak ajakan Ayahnya untuk sarapan. Selain memang sudah siang, sejujurnya dia merasa canggung sebab ada Silvia disana.
Hyorin tahu betapa Silvia berharap bisa bersama Ayesh, karena gadis itu terang-terangan mengatakan bahwa Ayesh miliknya, malah Ayesh menolaknya di depan semua orang dan malah memilih dirinya untuk dijodohkan dengannya.
Hyorin merasa entah dengan perasaannya sendiri, disatu sisi dia tidak ingin mengecewakan Ayahnya. Disisi lain dia juga kasihan pada Silvia, begitupun dia sendiri belum bisa menerima Ayesh sebab dia mencintai orang lain, cinta pertamanya ialah Kak Indra yang belum bisa ia raih, kini sudah terhalang oleh sebuah perjodohan.
Hyorin berpamitan kepada Ayah, Tante Mirna dan Silvia. Meskipun Silvia justru membuang mukanya jutek.
Hyorin keluar dari pintu depan bersamaan dengan Mobil Ayesh yang memasuki halaman rumahnya. Dia tidak tahu jika Ayesh pagi-pagi sekali sudah datang.
Hyorin hendak mengeluarkan motornya dari garasi, namun ada tangan kekar yang mencegahnya.
"Ayo ikut aku, biarkan Motormu tetap digarasi!" Ayesh menarik lengan Hyorin sampai di depan Mobilnya.
"Ayo masuk!" Perintah Ayesh.
Hyorin akhirnya menuruti keinginan Ayesh, dia tidak mau terjadi keributan di depan rumah, apalagi sampai Ayahnya tahu.
Hyorin pun masuk ke dalam Mobil Ayesh, setelah Ayesh membukakan pintu untuknya. Ayesh kemudian berputar memasuki Mobilnya dan duduk di belakang kemudi.
Hyorin masih mengunci mulutnya rapat-rapat hingga Mobil Ayesh mulai melaju. Tanpa Hyorin sadari Silvia melihat dirinya yang dijemput oleh Ayesh. Silvia begitu kesal dan iri, karena Ayesh memperlakukan Hyorin dengan sangat baik berbeda ketika Ayesh memperlakukan dirinya.
"Kenapa kamu mengabaikan pesanku Rin?" Ayesh memulai percakapan.
"Kapan Bapak mengirimkan pesan kepada saya?"
"Tahun kemarin!" Jawab Ayesh kesal.
Hyorin lebih memilih untuk diam, dia tahu Ayesh sudah sangat kesal.
Hyorin melihat jalan yang ia lewati bukan jalan ke rumah sakit.
"Pak Ayesh, ini bukan jalan ke rumah sakit. Anda mau membawa saya kemana Pak? Cepat turunkan saya, Pasien saya sudah menunggu!"
Ayesh tidak menjawab, dia hanya tersenyum penuh arti.
Hyorin sungguh tidak mengerti dengan jalan pikiran Laki-laki yang ada di sebelahnya itu.
Hyorin tampak sibuk mengirim pesan ke rumah sakit. Hyorin bisa saja tidak masuk kerja tapi dia merasa memiliki tanggungjawab terhadap Pasiennya.
"Kamu tenang saja Rin, urusan rumah sakit kamu tidak perlu cemas."
"Pak sebenarnya Anda mau membawa saya kemana?"
"Hei...kamu masih sangat formal terhadapku Rin, aku ini calon Suamimu. Panggil aku Mas Ayesh bukan Bapak!"
"Tidak mau!" Hyorin membuang mukanya sambil bersedekap.
"Kalau begitu kita akan menikah minggu depan!"
Hyorin membelalakan matanya, tidak percaya dengan kata-kata Ayesh.
"Kenapa? Kaget?" Ayesh menyeringai.
Hyorin memilih diam, percumah melawan Ayesh pikirnya.
****
Mobil yang dikendarai Ayesh memasuki sebuah pelataran rumah yang tampak begitu asri, di kanan kirinya terdapat banyak pepohonan rindang. Udaranya sungguh sangat sejuk, suasana pedesaan yang masih asli. Rumah itu tidak begitu besar namun tampak sangat terawat.
Di samping sebelah kiri rumah, terdapat kolam iklan yang airnya sangat jernih berasal dari mata air pegunungan yang sejuk.
Di depan rumah terdapat taman bunga berwarna-warni dan disebelahnya terdapat ayunan dari besi.
Ayesh dan Hyorin turun dari Mobil, mereka disambut oleh sepasang Laki-laki dan Perempuan yang berusia sekitar Lima puluhan tahun.
"Den Ayesh, mari silahkan masuk!" Ajak Laki-laki itu.
"Bagaimana kabar Mamang dan Embok?"
"Kami baik Den, tumben Aden kemari?"
"Iya Mbok, lagi pingin kesini. Ganti suasana pegunungan yang asri."
Si Mamang dan Embok melirik wanita yang Ayesh bawa.
"Perkenalkan Mang, Mbok ini calon Istri saya. Namanya Hyorin."
Hyorin memperkenalkan dirinya dan menyalami kedua orang tua itu.
"Calon Istri Aden cantik sekali Den. Aden memang pintar." Puji si Mamang.
"Si Mamang ini bagaimana sich, ya jelas calon Istrinya cantik wong si Adennya juga tampan." Si Embok ikut menyela.
Ayesh hanya tersenyum.
"Den kalau begitu kami tinggal dulu ya, jika butuh apa-apa panggil kami saja."
"Baik Mang terimakasih."
Mamang dan Embok pamit undur diri untuk melanjutkan pekerjaan.
"Rin duduk sini, masa berdiri saja!"
Hyorin akhirnya menurut untuk duduk.
"Rin..." Panggil Ayesh.
"Hemmmm...."
"Tidak sopan banget kamu, dipanggil masa jawabnya hemmm. Bukankah biasanya wanita itu cerewet tapi kamu kebalikannya."
"Aku malas."
"Kenapa? Masih marah?"
"Aku sungguh tidak paham dengan Anda pak, apa maksud Anda dengan membawaku kemari. Ini waktuku untuk bekerja!"
"Bukankah ini juga bekerja Rin? Kau tidak ingat dengan kontrak kerja kita?"
"Tapi aku tidak suka bekerja dengan membuang-buang waktu seperti ini Pak."
"Panggil aku Mas, bukan Pak!"
"Aku tidak terbiasa."
"Kamu harus terbiasa!"
"Kita akan menginap malam ini." Sambungnya.
"Pak aku tidak mau menginap, aku harus pulang. Ayah pasti akan mencariku."
Ayesh berlalu meninggalkan Hyorin, masuk ke ruang lain di rumah itu. Hyorin mengejar Ayesh yang memasuki sebuah kamar dan menutup pintunya dengan rapat. Hyorin menggedor-gedor pintu itu.
"Mas...Mas Ayesh aku mau pulang!"
Tidak ada jawaban dari dalam sana, sebenarnya Ayesh masih berdiri dibalik pintu.
Dia tersenyum mendengar Hyorin memanggilnya dengan sebutan "Mas".
"Gadis yang lucu, sebenarnya aku masih penasaran dengan liontin yang terus kamu kenakan, tapi tidak mungkin aku menanyakan kepadamu secara langsung." Ayesh menggumam.
Hyorin merasa sangat kesal dengan sikap Ayesh yang seenaknya sendiri.
Hyorin sesungguhnya merasa sangat lapar, sebab tadi dia belum sempat makan apapun sebelum berangkat.
Dia memutuskan untuk ke dapur memeriksa mungkin ada sesuatu yang bisa ia masak.
Hyorin merasa takjub, rumah yang didesain dari luar begitu antik ternyata didalamnya terdapat dapur yang sangat modern.
Hyorin dengan cekatan mengeluarkan isi kulkas dan bersiap untuk memasak. Dia memotong-motong sayuran beserta bumbu-bumbunya tidak lupa Hyorin sudah mengupas Udang yang akan ia masak asam manis pedas. Sebelumnya Hyorin sudah memasak nasi tadi di dalam alat penanak nasi listrik.
Hyorin tidak sadar jika Ayesh sudah berdiri di belakangnya memperhatikan Hyorin yang sangat lincah dalam memasak, tangannya begitu ahli memainkan pisau dapur seperti seorang Koki yang sudah handal dalam memasak.
Tak seberapa lama masakan Hyorin matang, hanya tinggal menunggu nasinya saja.
Hyorin hendak menatanya di meja dan betapa terkejutnya Hyorin melihat Ayesh yang tengah duduk di kursi meja makan.
"Sudah masaknya?"
"Sudah Mas, maafkan aku yang memasak tanpa izin di dapur orang. Aku sangat lapar tadi belum sempat sarapan." Hyorin menjelaskan.
"Siapa bilang ini milik orang lain, ini rumahku. Jadi kau bebas mau melakukan apa saja."
"Ayo Mas, makan dulu nasinya sudah matang aku ambilkan ya."
"Aku tidak mau, aku khawatir kamu akan meracuniku."
"Tidak mau ya sudah, tidak perlu menuduh macam-macam!"
Kriuukkk....kriuuukkkkk.....
Perut Ayesh berbunyi minta diisi.
Hyorin tertawa penuh kemenangan.
"Tidak usah gengsi Mas, perutmu itu Mas tidak bisa bohong. Mas Ayesh pasti belum sarapan."
Hyorin mengambil sendok lain, kemudian menyendokan isi piringnya kemudian berniat menyuapi Ayesh.
Aaaaaaaaaaa.....
Ayesh masih menutup mulutnya.
Hyorin terus memaksa Ayesh agar mau makan.
Ayesh pada akhirnya menyerah sebab memang dirinya sangat lapar.
Ayesh membuka mulutnya dan menerima suapan pertama dari Hyorin. Ayesh merasa takjub dengan masakan Hyorin.
"Enak...." Tanpa sadar Ayesh memuji masakan Hyorin.
Netra Ayesh tidak lepas terus menatap lekat Hyorin yang terus menyuapinya, sambil sesekali menyuapkan makanan ke mulutnya sendiri.
Makanan yang ada dipiring licin tandas berpindah ke dalam perut mereka berdua.
Hyorin dengan sigap membereskan semua alat makan dan semua alat masak yang tadi ia gunakan. Tangannya lincah membersihkan semua yang kotor.
Ditengah-tengah aktivitas Hyorin, tiba-tiba Ayesh memeluk Hyorin dari belakang.
"Mas...."
Jangan lupa like, komen, vote dan jadikan favourite ya Kak. Terus dukung Author ya Kak. 💕💕💕
Terimakasih yang sudah mampir ke karya Author ya, jangan lupa terus ikuti kisah Ayesh dan Hyorin. 🤗🤗🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Kustri
Lha itu hp udh ditangan sibuk kirim pesan k RS,, 🤔🤔🤔
2021-12-17
0
Nanda Jihan K
up
2021-11-18
0