Suasana dalam Mobil Ayesh cukup hening, baik Ayesh maupun Doni tak ada yang membuka suaranya.
“Bro kenapa loe tadi keluar dari rumah Dokter Orin kok murung gitu?” Doni memecah keheningan.
“Tidak habis pikir gue kenapa gadis murahan itu ada di rumah Om Mahardika.”
“Gadis murahan siapa maksud loe?”
Ayesh dan Doni memang bersahabat sejak mereka masih sama-sama kuliah, jika di luar Kantor obrolan mereka akan lebih santai dari pada saat berada di Kantor mereka menggunakan bahasa yang lebih formal.
“Silvia.” Jawab Ayesh singkat.
“Silvia yang tergila-gila sama loe itu Yesh?”
“Heemmmm.”
“Busyettt…ketemu dia lagi loe.” Doni tertawa mendengar jawaban Ayesh.
Ayesh hanya terdiam, sebenarnya Ayesh tidak suka harus bertemu dengan Silvia lagi. Sebab gadis itu pernah hampir menjebak Ayesh agar tidur dengannya. Untung saja hal itu tidak sampai terjadi karena Doni mengetahui rencana jahat Silvia. Sehingga Doni berhasil membawa Ayesh pergi sebelum semuanya menjadi malapetaka bagi Ayesh.
“Yesh sebaiknya loe segera nikah aja.” Saran Doni.
“Gila loe Don, nikah sama siapa gadis yang gue cari aja belum ketemu.”
“Dokter Orin.”
“Nggak usah bercanda loe Don.”
Suasana kembali hening, mereka berdua tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing. Tidak terasa Ayesh sudah sampai di depan Apartemennya setelah menempuh perjalanan hampir Empat Puluh Lima menit.
“Don gue naik dulu ya.”
“Ok Bos, gue pamit ya.”
Doni kemudian melajukan Mobilnya.
Sepeninggal Doni Ayesh masuk ke Apartemennya, dia merebahkan tubuhnya di kasur besar yang dia tempati seorang diri.
Pikirannya terus saja mengingat kejadian tadi saat Silvia memeluknya tanpa aba-aba.
Dasar gadis tidak tahu malu, dari dulu tetap saja sama murahannya. Kesal Ayesh di dalam hatinya.
Ayesh mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan kepada Hyorin sebelum akhirnya dia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang sudah terasa lengket.
Ayesh
Dokter Orin besok pagi-pagi sekali tolong datang ke Apartemenku!
Sampai Ayesh keluar dari kamar mandi, belum ada pesan balasan dari Hyorin.
“Kemana dia sich, kenapa pesanku diabaikan. Baru jam segini masa sudah tidur, Dokter Pribadi itu harusnya stand by.” Ayesh bermonolog.
****
Hyorin baru saja selesai dari kegiatan mandinya, dia masih menggunakan bathrob mandinya dan mematut dirinya di cermin.
Rambut Hyorin masih basah karena tadi dia berendam cukup lama. Tiba-tiba dia teringat ponselnya, Hyorin hendak membuka pesan yang Ayesh kirimkan tapi keduluan ada panggilan video call masuk dari Ayesh.
Hyorin dengan malas mengangkat panggilan itu.
Tampak wajah Ayesh memenuhi layar ponsel.
“Dokter Orin kemana saja kamu, kenapa pesanku tidak di balas?”
“Pak ini sudah malam sebaiknya jangan mengganggu saya.”
“Besok kamu ke Apartemenku pagi-pagi sekali titik.”
“Memangnya Anda sakit Pak?”
Ayesh tidak menjawab, dia terpesona melihat Hyorin yang begitu segar setelah mandi. Hyorin tampak lebih menawan di mata Ayesh tanpa make up sedikitpun, walaupun memang Hyorin seringkali memoles wajahnya dengan riasan yang tipis.
“Hallo…” Hyorin membuyarkan lamunan Ayesh.
“Besok aku tunggu! Jam Tujuh kamu sudah harus berada disini tidak boleh terlambat!”
Panggilan pun diakhiri.
Sebenarnya Hyorin sudah berencana besok akan menemui Nita dan mengajaknya jalan-jalan karena weekend dan Hyorin ingin berkeliling Kota. Tapi rencananya gagal total karena manusia itu.
Hyorin baru teringat kalau dirinya saat melakukan video call dengan Ayesh belum berganti pakaian dan masih memakai bathrob.
“Mampus aku, apa yang dia lihat tadi.”
Hyorin menangkup wajahnya karena malu khawatir Ayesh akan melihat hal yang seharusnya tidak ia lihat sebab mereka bukanlah pasangan suami istri.
Hyorin tampak kesal pada dirinya sendiri kenapa dia begitu ceroboh.
****
Keesokan harinya Hyorin bergegas menuju Apartemen Ayesh, dia mengendarai sepeda motor miliknya supaya lebih cepat dan tidak terjebak macet.
Saat Hyorin sampai di depan gedung Apartemen Ayesh, waktu sudah menunjukkan jam Tujuh kurang Lima menit. Hyorin buru-buru naik takut terlambat.
Hyorin memencet bel, tidak berapa lama pintu terbuka.
“Silahkan masuk Dokter Or…” Ucapan Ayesh terhenti karena keduluan Hyorin yang berteriak.
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaa…” Hyorin berteriak sambil menutup wajahnya.
“Tidak usah teriak, cepat masuk!”
Hyorin berteriak karena Ayesh bertelanjang dada dan hanya menggunakan handuk yang menutupi bagian bawah tubuhnya.
Saat Hyorin datang, memang Ayesh baru menyelesaikan acara mandi paginya, belum sempat berganti pakaian dia mendengar suara bel berbunyi. Tidak ingin membuat tamunya menunggu lama Ayesh kemudian membukakan pintu untuk tamunya itu, tanpa peduli dirinya yang hanya memakai handuk.
“Aku tidak mau masuk, Anda harus berpakaian terlebih dahulu.”
“Baiklah, kamu silahkan duduk dulu!”
Ayesh memasuki kamarnya untuk berganti pakaian, Hyorin mengedarkan pandangannnya ke seluruh ruang Apartemen Ayesh.
Ruangannya di desain cukup maskulin, dominasi warna gelap ada di beberapa sisi. Ruangannya ditata cukup rapi untuk ukuran seorang Laki-laki yang tinggal sendirian.
Saat Ayesh membawanya masuk ke Apartemen ini dengan paksa beberapa hari yang lalu, Hyorin tak sempat melihat isi dalam ruangan itu sebab rasa tak sukanya lebih mendominasi oleh karena dirinya harus ada disana waktu itu.
Hyorin sebenarnya merasa tidak nyaman dan sungkan harus masuk ke Apartemen seorang Laki-laki yang tinggal sendirian. Namun, demi memenuhi tanggungjawab dan profesionalitas atas sebuah profesi yang dipilihnya hal ini harus dilakukannya.
Pandangan Hyorin tertahan pada suatu benda yang sangat ia kenali tergantung di lemari transparan yang ada di ruangan itu. Hyorin mendekati lemari itu dan hendak membukanya.
“Eheeeemmm.” Suara deheman Ayesh mengagetkan Hyorin.
Hyorin membalikkan tubuhnya.
“Siapa yang menyuruh kamu membuka lemari itu?”
“Tidak ada.” Jawab Hyorin ketus.
“Lalu?”
“Itu milikku yang ada di dalam lemari.” Hyorin menunjuk benda yang ia maksudkan.
“Apa kau yakin?"
“Sangat yakin.” Jawab Hyorin mantap.
“Kembalikan itu milikku!" Sambung Hyorin.
“Aku tidak akan pernah memberikannya, pemilik jaket itu sudah mengacaukan hariku jadi biarkan tetap disana agar aku terus mengingat perbuatannya.”
Hyorin diam saja, karena percumah melawan si Tuan Arogan yang gila. Paling tidak dia tahu dimana jaket pemberian Ibunya kini berada.
“Sini duduklah, kalau itu memang milikmu suatu saat akan aku kembalikan.” Ayesh menepuk-nepuk sofa kosong disebelahnya, agar Hyorin duduk.
Hyorin bergidik ngeri, sebab belum pernah dia menemui orang yang seperti Ayesh. Hyorin kemudian duduk di sisi yang lebih jauh dari Ayesh.
“Cepat katakan kenapa aku harus kesini sepagi ini?”
“Hari ini kamu harus menemaniku!” Perintah Ayesh.
“Tugas saya sebagai Dokter bukan sebagai teman Anda, jadi untuk apa saya harus menemani Anda ini di luar kontrak kerjasama kita.”
“Saya tidak mau tahu, kamu harus tetap disini!”
“Saya tidak mau, saya permisi.”
Hyorin beranjak dari tempat duduknya, seketika itu Ayesh bangkit menahan Hyorin agar tidak pergi. Ayesh menahan tangan Hyorin saat gadis itu hendak bangkit.
“Lepaskan aku Pak!”
“Panggil aku Ayesh.”
Ayesh mendekatkan wajahnya ke wajah Hyorin, mata Elang Ayesh terus saja menatap dengan tatapan penuh intimidasi. Aroma vanilla masuk ke rongga hidung Ayesh, menusuk hidungnya begitu dalam terasa sangat memabukkan.
Ayesh tiba-tiba menempelkan bibirnya ke bibir Hyorin. Gadis itu tersentak kaget atas apa yang dilakukan Ayesh. Hyorin mendorong tubuh Ayesh namun pemuda itu tak bergeming sedikitpun.
Dia terus menciumi bibir Hyorin dengan lembut meskipun tanpa balasan dari Hyorin. Ayesh baru melepaskan ciumannya itu setelah hatinya cukup puas.
“Anda sungguh kurang ajar!!” Hyorin hendak menampar Ayesh, namun Pemuda itu menangkap tangannya.
“Bukankah ini yang seorang gadis inginkan saat bersama seorang Pria?”
“Anda anggap aku apa Pak? Perempuan murahan?” Hyorin berkata dengan kemarahan yang sudah memuncak.
“Bukankah kau sama dengan saaudaramu itu yang tak tahu malu?”
“Siapa yang Anda maksudkan Pak?”
“Silvia!” Pekik Ayesh.
“Anda mengenal Silvia?” Tanya Hyorin.
“Jangan samakan aku dengan gadis itu, dia saudara tiriku. Dia berbeda denganku karena aku dilahirkan dari seorang Ibu yang mendidikku dengan sangat baik, bahkan ciuman pertama yang akan aku berikan kepada Suamiku nanti Anda sudah mengambilnya.” Hyorin berbicara dengan sangat lantang dengan disertai amarah yang seolah sudah memenuhi ubun-ubunnya.
Deeegggg….
Ayesh sungguh merasa bersalah karena dia menganggap Hyorin sama dengan Silvia. Dia pikir mereka sama mudahnya untuk menyerahkan tubuhnya ke dalam pelukan seorang Laki-laki.
“Anda benar-benar orang yang sangat kurang ajar. Saya permisi!”
Hyorin keluar dari Apartemen Ayesh, dengan terus mengelap bibirnya menggunakan tisu.
Dia tidak ingin ada jejak Laki-laki itu yang masih menempel di bibirnya. Dia sangat kesal, hatinya kacau.
Menghadapi Pria gila itu sungguh memuakkan, dia pikir aku ini apa, perempuan murahan? Tuhan kenapa kau pertemukan aku dengan orang gila itu. Masalahku sudah terlalu banyak, kenapa kau tambahkan dengan menghadirkan pemuda gila dalam hidupku Tuhan.
Sepanjang perjalanan menuju ke parkiran, hati Hyorin tak henti berceloteh.
Kak Indra maafkan aku, aku tidak bisa menjaga apa yang seharusnya aku berikan kepadamu jika kamu jodohku. Hyorin bermonolog di dalam hatinya sambil terus mengendarai motornya.
Hyorin tidak ingin langsung pulang ke rumahnya, karena jika dia pulang itu sama saja akan menambah kesal dirinya yang harus bertemu dengan Silvia.
Hyorin tidak tahu hubungan Ayesh dengan Silvia namun hatinya terasa kesal sebab dia dibawa-bawa ke dalam masalah yang dia tidak tahu apa yang hal itu telah merugikan dirinya saat ini.
Cinta pertama Hyorin adalah Kak Indra. Hyorin cukup bahagia bisa bertemu dengan p
Pria itu lagi.
Hyorin terus berharap Kak Indra mengetahui perasaannya meskipun tanpa Hyorin ungkapkan. Tapi kini waktu untuk bertemu Kak Indra saja sangat jarang karena Ayesh seringkali mengganggunya sama seperti kejadian di Mall tempo hari.
****
Sepeninggal Hyorin dari Apartemennya, Ayesh mengambil jaket Hyorin yang ia gantung di lemari kaca. Ayesh memandangnya dengan sendu sambil terus menciumi aroma vanilla pada jaket itu yang kini sudah seperti candu baginya.
Ayesh merebahkan tubuhnya di sofa, meringkuk sambil memeluk jaket itu.
“Orin maafkan aku, aku telah salah menilaimu.” Sesal Ayesh.
“Seandainya kau adalah gadis yang di Jerman waktu itu, aku pasti akan segera meminta Ayah untuk melamarmu tanpa ragu demi menebus semua kesalahanku. Meskipun hal yang tadi aku lakukan bukanlah hal yang fatal tapi aku tahu kamu sangat sedih atas apa yang telah hilang darimu.”
Ayesh mengambil ponselnya dan terus menghubungi Hyorin untuk meminta maaf, namun gadis itu mengabaikannya. Pesan yang Ayesh kirimkan pun tak di gubris oleh gadis itu.
Berpuluh-puluh pesan yang Ayesh kirimkan tak ada satupun yang dibalas, dibacapun sepertinya tidak.
Ayesh merasa sangat frustasi dengan keadaan ini, kewibawaan sebagai seorang pengacara runtuh sudah.
Aaaarrgggggghhh.....
Hai Kak, maaf ya Author updatenya malam karena ada hal yang harus Author kerjakan.
Jangan lupa dukung Author dengan like, komen, vote dan jadikan favorite ya supaya tidak ketinggalan update dari Author.
happy reading Kak 💕💕💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments