Jam Tujuh pagi Hyorin sudah siap dengan setelan baju kerjanya, dia turun untuk sarapan. Hyorin tampak begitu fresh pagi ini.
Hyorin mengenakan rok berwarna hitam selutut dan kemeja berwarna biru sedikit bermotif bunga di bagian dada sebelah kiri dengan rambut lurusnya yang iya ikat agak tinggi dan poni yang ia arahkan ke samping kanan dahinya hingga ke bagian telinga yang semakin menambah ayu wajahnya yang memang sudah cantik sejak lahir. Selesai sarapan Hyorin bergegas untuk berangkat.
“Orin jangan lupa nanti jam Sepuluh ya Nak.” Ayah Hyorin mengingatkan.
“Baik Ayah, aku berangkat ke rumah sakit dulu.”
“Iya Nak, hati-hati di jalan.”
“Kamu diantar Pak Udin?” Tanya Tante Mirna.
“Tidak Tante aku naik taksi online saja.”
Hyorin berpamitan dengan menyalami Ayah dan Tante Mirna kemudian berlalu meninggalkan keduanya.
Setelah melewati perjalanan pagi yang cukup padat, Hyorin sampai di rumah sakit, Hyorin masuk ke ruangannya dan mulai meneliti berkas pasien satu-persatu.
Tok…tok...tok…
Suara ketukan pintu.
“Silahkan masuk.” Sahut Hyorin dari dalam.
Terdengar suara langkah kaki memasuki ruangan Hyorin. Hyorin nampak bingung sebab orang yang tadi mengetuk pintu tidak tampak wajahnya. Dia bersembunyi di balik buket bunga yang di bawanya.
“Selamat pagi Dokter Orin?” Sapa orang itu dari balik persembunyiannya.
“Selamat pagi Dok, ada yang bisa saya bantu?” Balas Hyorin ramah.
Laki-laki itu memberikan buket bunga mawar putih kepada Hyorin.
“Kak Indra?” Hyorin begitu senang melihat siapa yang datang dan membawakannya bunga.
Hyorin menerima bunga itu lalu mencium aromanya dengan hati yang sungguh membuncah, kemudian meletakkan bunga itu di atas meja kerjanya.
“Terimakasih Kak.”
“Iya Dokter Orin, Emmm…sudah lama sekali kita tidak bertemu.”
“Kak Indra kerja disini juga?”
“Iya…apakah aku mengganggumu Dok pagi ini?”
“Tidak Kak, aku tidak ada praktik pagi ini. Kakak sendiri?”
“Aku nanti praktik jam Sembilan. Dokter Orin mohon maaf tadi malam aku chat. Aku dapat nomor Dokter dari Nita.”
“Tidak apa-apa Kak, aku senang.”
Hyorin nampak bersemu, ada rasa yang sungguh tidak dapat ia artikan. Hatinya senang, ada kehangatan disana.
Hyorin dan Dokter Indra bercerita banyak hal.
Hyorin sangat bahagia pagi ini. Dia bisa tertawa lepas seolah tanpa beban.
“Dokter Orin, aku pamit dulu ya sudah saatnya aku masuk ke ruang praktik.”
“Baik Kak, oh ya Kak jangan panggil aku Dokter. Cukup panggil Orin saja.” Pinta Orin.
“Baiklah Dokter Orin, eh Orin maksudnya.”
“Kita berteman…” Indra mengacungkan jari kelingkingnya.
“Yap…kita berteman Kak.” Hyorin menyambut jari kelingking Dokter Indra dengan jari kelingkingnya.
Merekapun tertawa bersama, setelah itu Dokter Indra berlalu pergi dari ruang kerja Hyorin.
Sepeninggal Dokter Indra, hati Hyorin terasa belum kembali ke tempatnya. Jantungnya berdetak begitu kencang, wajahnya terasa panas.
Hyorin bergegas merapikan semua dokumen yang tadi sedang ia teliti, sebelumnya dia telah memesan taksi online untuk segera menuju Kantor uncle Akbar.
Sesampainya di Firma Hukum Akbar Grup, Hyorin langsung masuk ke dalam untuk kemudian menunggu kedatangan Ayahnya di lobi Kantor. Waktu masih menunjukkan pukul 09.45 masih ada waktu seperempat jam untuk bisa beristirahat sejenak sebelum menghadiri rapat bersama Ayahnya.
Tidak berselang beberapa lama, Ayah Hyorin datang bersama Asistennya dan langsung mengajak Hyorin menemui uncle Akbar.
Asisten Tuan Akbar langsung mempersilahkan ketiganya masuk ke ruang pertemuan dan mempersilahkan mereka duduk sembari menunggu Tuannya hadir ke dalam ruangan.
“Selamat pagi sahabatku Mahardika.” Tuan Akbar menyapa Ayah Hyorin dan merekapun berpelukan.
Setelah sama-sama mengurai pelukan. Ayah Hyorin memperkenalkan Anaknya.
“Akbar ini Anakku, dia gadis yang cantik bukan?” Ayah Hyorin terkekeh.
“Saya Orin uncle.” Hyorin memperkenalkan diri dan mencium punggung tangan Uncle Akbar.
“Apa kabar Orin, kamu memang gadis yang cantik dan imut.”
“Tunggu sebentar anak Uncle akan segera datang.” Sambungnya.
Tak seberapa lama pintu ruang pertemuan terbuka, tampak seorang Pemuda memakai setelan jas berwarna hitam memasuki ruangan dengan wajah datarnya.
Seketika itu juga, Hyorin melotot tak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini dihadapannya. Wajah Hyorin tiba-tiba memanas, hatinya tak karuan. Mau lari sudah tidak mungkin.
Pemuda itu sama kagetnya, dia menatap Hyorin dengan dingin. Sejurus pandangan mereka sama-sama bertemu. Hyorin membuang muka, tidak mau terus-terusan beradu tatap dengannya.
“Baiklah karena semua sudah hadir, mari kita mulai saja acaranya.” Uncle Akbar menginstruksi setelah Ayesh duduk dan menyalami Ayah Hyorin.
Ayesh terus saja memandangi Hyorin penuh arti, seperti ada sebuah hal yang ia rencanakan.
Hyorin yang merasa ada pandangan tak biasa dari laki-laki dihadapannya itu berusaha sekuat tenaga agar ia bisa tetap tenang, meskipun dia teringat perkataan Ayesh saat mereka tadi malam bertemu secara tidak sengaja yang mengatakan dia akan membuat Hyorin tidak bisa lari kalau bertemu lagi. Sialnya pagi ini mereka justru bertemu untuk membahas sebuah kontrak pekerjaan.
Mampus aku, kenapa harus bertemu dia lagi sih. Orang gila itu pasti tidak akan melepaskanku. Hyorin bergumam dalam hatinya.
Setelah dilakukan pembahasan yang cukup lama mengenai kontrak, berkaitan dengan hak dan kewajiban yang diperoleh oleh kedua belah pihak. Tibalah saatnya untuk melakukan penandatanganan kontrak.
“Baiklah…kami rasa dari pihak kami tidak ada pasal-pasal yang memberatkan ataupun merugikan kedua belah pihak.” Uncle Akbar memecah keheningan.
“Maaf Ayah, Uncle dan semuanya. Bisakah kontrak kerjasama ini kita batalkan saja. Mungkin saya belum siap untuk menjadi Dokter Pribadi karena pengalaman saya belum banyak.” Ucap Hyorin tiba-tiba.
“Apa maksud Anda Nona Orin, bisa-bisanya Anda berkata seperti itu. Anda hanya membuang-buang waktuku saja kalau pada akhirnya seperti ini. Saya tidak mau berganti Dokter yang lain, saya maunya Anda yang menjadi Dokter Pribadi saya titik.” Ayesh berkata dengan menahan amarahnya karena Hyorin menolak bahkan sebelum kontrak kerja itu mereka tandatangani.
“Nak…” Ayah Hyorin berkata sambil memegang tangan Hyorin yang mulai bergetar.
“Ayesh kamu jangan seperti itu. Cegah Ayahnya.
Kemudian pandangan Uncle Akbar beralih ke Hyorin, dengan senyum yang ramah dan tatapan sayang kepada Hyorin.
“Nak Orin percayalah Ayesh orang yang baik, kalian akan saling mengenal satu sama lain kalau sudah bekerjasama. Percayalah kalian akan terbiasa, Uncle berharap sangat besar kamu mau menerima kontrak kerjasama ini.” Bujuk Uncle Akbar.
Hyorin mengangguk pada akhirnya tanda menyetujui permintaan Ayah dan Uncle Akbar.
Demi menghormati keputusan kedua orang tua itu, Hyorin siap menanggung apapun yang akan terjadi pada dirinya nanti. Kemudian mereka menandatangani kontrak kerjasama itu.
Ayesh tampak menarik sudut bibirnya, senyumnya tampak begitu licik.
Kena kau gadis tengik, tidak ku sangka akan menemukanmu semudah ini. Bahkan kau yang mendatangiku. Hahahhaaaaaa…..Ayesh tertawa dalam hatinya.
Berbeda dengan Ayesh, Hyorin memilih diam dan terus mengekori Ayahnya.
“Siap-siap saja Nona, kamu akan setiap saat aku butuhkan.” Ayesh berkata dengan mengerlingkan matanya dan berlalu pergi.
“Awas saja kau kalau berani macam-macam!" Hyorin tampak begitu kesal.
****
Hyorin masih begitu murung saat masuk ke ruangannya kembali setelah pulang dari Firma Hukum Akbar Grup.
“Hai Rin, kenapa kamu murung sekali?” Nita tampak menyembul dari balik pintu ruangan Hyorin.
“Hai Nit, kamu tidak ada shift hari ini?” Tanya Hyorin balik.
“Aku shift pagi Rin, ini sudah ganti shift, aku mau pulang tapi sekilas aku melihatmu masuk ruangan jadi aku samperin deh.”
“Ooooo…” Hyorin hanya ber "O" ria.
“Kamu kenapa sih Rin, sepertinya sedang tidak bersemangat? Eh…ya kamu sudah bertemu Dokter Indra?” Nita tiba-tiba mengalihkan pembicaraan.
“Sudah Nit, tadi pagi dia menemuiku disini. Semalam dia juga chat aku. Katanya dapat nomorku dari kamu Nit. Awasnya sembarangan memberikan nomor ke orang lain!”
“Hahahaaa….sorry Rin. Tapi kamu senang kan?” Ledek Nita sambil mengacungkan jarinya membentuk huruf "V".
“Apaan kamu sih Nit.”
“Udah deh ngaku aja, senengkan ya pastinya. Hahahaaaa….”
“Ih…dasar rese’.” Wajah Hyorin sudah memerah seperti Kepiting rebus.
“Rin kamu udah selesai belum kerjaannya? Kita ngeMall yuk, dah lama nich nggak pernah ngemall bareng sekalian cuci mata Rin, bete nich kalau langsung pulang.” Ajak Nita penuh harap Hyorin akan menyetujuinya.
“Dasar kamu Nit, sukanya ngeMall.” Hyorin mencubit pinggang Nita gemas dengan tingkah sahabatnya itu.
“Baiklah, aku sebenarnya tidak ada praktik hari ini. Hanya saja ada hal yang harus aku urus tadi. Tunggu bentar ya, aku gantung jas ini dulu dan merapikan berkas.”
“Siap Tuan Putri.” Nita betul-betul merasa bahagia.
Hyorin memesan Taksi online, mereka berdua bergegas pergi meninggalkan gedung rumah sakit dan menuju ke Mall di pusat Kota.
Hai Kakak-kakak reader, happy reading ya. 🤗🤗🤗
Jangan lupa dukung Author untuk mengembangkan karya dengan like, komen dan vote ya.
Terimakasih kak....😍😍😍😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments