Dua tahun pun berlalu….
Ayesh pagi ini sedang bersiap menuju kantor Ayahnya, Ayesh tadi malam pulang ke Apartemennya karena sudah sangat lelah jika harus pulang ke rumah Orang Tuanya.
Dia merasa lebih dekat sampai ke Apartemen dari pada ke rumahnya. Pagi-pagi sekali Doni sudah menelfonnya karena memang ada meeting pagi hari ini.
“Ayesh aku sudah ada di bawah, apakah kamu sudah siap Yesh?” Tanya Doni di seberang telfon.
“Iya aku sudah siap, tunggu aku di bawah. Aku akan segera turun.” Titahnya kepada Doni.
Ayesh menyesap kopinya kemudian dia segera turun setelah sebelumnya memasukkan sapu tangan berwarna biru muda ke dalam saku jasnya. Sapu tangan itu tak pernah lepas dari Ayesh selama Dua tahun terakhir ini.
Dia selalu berharap dan terus berharap bisa bertemu dengan pemilik sapu tangan itu kembali, bahkan secara kebetulan pun tak masalah. Asalkan dirinya dapat menemukan sang pemilik sapu tangan dan perebut hatinya itu.
****
Hyorin pagi ini dijadwalkan Ayahnya untuk bisa mulai masuk bekerja di rumah sakit keluarganya. Dia pagi-pagi sekali sudah sangat rapi dan hendak turun untuk sarapan. Sekilas Hyorin melihat Dua orang asing tengah duduk di meja makan.
“Pagi Ayah…pagi…” Ucapan Hyorin tercekat karena dia tidak melihat Kakaknya ada di meja makan yang sama dengan Ayahnya, justru dia melihat Dua orang perempuan duduk disana dengan sangat santai sedang menikmati minuman mereka sambil menunggu Hyorin sarapan bersama, sepertinya mereka Ibu dan Anak gadisnya.
“Mas inikah yang bernama Hyorin?” Tanya perempuan itu dengan manja kepada Ayah Hyorin.
“Iya perkenalkan ini Hyorin, yang sering aku ceritakan itu.”
“Hyorin ini Tante Mirna.” Sambung ayah Hyorin.
Orang yang bernama Tante Mirna itu bangkit dari tempat duduknya, mengulurkan tangannya untuk menyalami Hyorin yang masih berdiri.
“Saya Hyorin Tante.” Jawab Hyorin meraih tangan Tante Mirna dan mencium punggung tangan wanita itu.
“Sini duduk sayang kita sarapan bersama.” Ajak Tante Mirna sambil menuntun Hyorin duduk ditempatnya.
Hyorin memandang gadis seusianya yang tampak duduk dengan cueknya. Paham akan situasi yang ada Tante Mirna kemudian menyahut.
“Hyorin sayang ini anak gadis Tante, namanya Silvia. Usianya sama seperti kamu, dia bekerja di Perusahaan Ayahmu bersama Hyoshan.” Terang tante Mirna memperkenalkan Anaknya.
Hyorin mengangguk dan tersenyum kepada Silvia, namun Silvia tak menanggapi Hyorin. Dia sibuk dengan gawainya sambil sesekali tertawa-tawa sendiri tak jelas.
Hyorin merasa Ayahnya sedang menyembunyikan sesuatu kepada dirinya, namun Hyorin tidak ingin merusak paginya hanya karena ada Dua orang yang tak dikenalnya itu berada di rumahnya sepagi ini. Bahkan Hyorin melihat Ayahnya sangat bahagia, raut kesedihan tak lagi begitu jelas terpancar berganti senyum yang terus mengembang sepanjang sarapan.
“Orin selesaikan sarapanmu, Pak Udin sudah ada di depan menunggumu untuk berangkat ke rumah sakit.”
“Baik Ayah.” Jawab Hyorin singkat.
Hyorin bergegas menghabiskan makanannya, kemudian berpamitan dengan menyalami Ayah dan Tante Mirna tidak lupa dia mencium punggung tangan Ayahnya yang di balas Ayahnya dengan belaian lembut pada rambut hitam Hyorin.
Sebelum Hyorin beranjak pergi, tiba-tiba Tante Mirna memeluk Hyorin dan membisikkan sesuatu kepada Hyorin.
“Orin…Tante dan Silvia sudah lama tinggal disini.” Bisiknya dengan nada dibuat sepelan mungkin dan mata licik menyeringai yang tentu saja Hyorin tidak melihatnya.
Hyorin tak menjawab sepatah katapun, Hyorin begitu tak paham atas apa yang diucapkan wanita itu. Hyorin mengurai pelukan Tante Mirna dan berlalu pergi.
Sepeninggal Hyorin, Tuan Mahardika pun berpamitan kepada Mirna dan Silvia untuk berangkat ke Kantor.
Ibu Mirna mengantar Ayah Hyorin sampai ke halaman depan, menyalami Pria berumur itu dan mencium tangan Ayah Hyorin. Tak lupa Tuan Mahardika mendaratkan ciuman di kening Ibu Mirna, sungguh romantis pemandangan pagi itu.
Wanita bernama Mirna itu pun masuk ke dalam rumah setelah mobil yang dinaiki Ayah Hyorin menghilang di kejauhan.
“Mama aku tidak suka sama Hyorin Ma, sepertinya dia akan merebut posisiku sebagai Putri di rumah ini.” Silvia berbicara dengan wajah yang sangat sinis.
“Tenanglah sayang, tidak akan ada orang yang akan menggantikan posisimu di rumah ini. Terlebih gadis itu, tidak akan pernah!” Ibu Mirna berucap dengan menekan kata-katanya penuh keyakinan.
“Tapi Ma…dia sudah kembali, sangat susah bagiku untuk menggeser posisinya sekarang.”
“Kamu tenang saja Silvia, akan Mama buat anak itu keluar dari rumah ini seperti Kakaknya.” Wanita itu tersenyum sangat licik.
“Mama juga belum benar-benar mengusir Oshan, buktinya dia hanya pindah rumah saja. Tapi dia masih bisa bekerja di Perusahaan Ayahnya.”
“Itu tugas kamu Silvia, kamu harus bisa membuat dominasi di Perusahaan. Tapi lihatlah keadaanmu sekarang jam segini saja kamu belum bersiap berangkat ke Kantor bagaimana orang tua itu akan mempercayaimu dan melepaskan Oshan dari Perusahaannya.” Jawab Ibu Mirna tidak kalah sengit.
“Ahhhh…Mama, sudahlah. Percuma berdebat sama Mama.” Silvia berkata dengan nada yang cukup tinggi dan langsung naik ke atas menuju kamarnya.
Terdengar bantingan pintu yang sangat keras dari arah kamar Silvia. Nyonya Mirna, hanya tersenyum melihat tingkah anaknya yang tidak pernah sabar dalam segala hal.
Sepertinya Nyonya Mirna sudah merencanakan sesuatu semenjak tahu bahwa Hyorin akan kembali pulang ke rumah.
****
Sepanjang perjalanan Hyorin terus saja terngiang kata-kata yang di ucapkan oleh Tante Mirna, banyak hal dan rahasia yang sepertinya tidak dia ketahui.
Hyorin mengambil ponsel dan mencoba menghubungi Kakaknya. Telfonpun akhirnya tersambung setelah beberapa saat.
"Hallo Kak Oshan, kamu sekarang dimana Kak?” Tanya Hyorin yang sedikit kesal karena pagi-pagi Kakaknya sudah tidak ada di rumah.
"Hallo Orin sayang, Kakak sudah di Kantor. Ada apa sayang?” Tanya Hyoshan.
“Kakak nyebelin, pagi-pagi begini sudah berangkat ke Kantor seharusnya Kakak berangkat bersamaku.”
“Maafkan Kakak sayang, tapi Kakak janji nanti malam Kakak akan menemuimu.” Janji Oshan agar Adiknya tidak marah.
“Baiklah Kak, ya sudah Kakak lanjut kerja ya. aku tutup dulu.”
“Ok sayang, nanti aku share lokasinya ya.”
“Siap Kakak.” Telfon pun dimatikan.
Tidak terasa Orin sudah berada di pelataran rumah sakit milik keluarganya. Orin turun dan melihat sekeliling, Orin merasa takjub dengan rumah sakit keluarganya yang semakin maju dan ramai. Terpampang papan nama yang cukup besar bertuliskan Rumah Sakit Mahardika.
Hyorin masuk dan menemui resepsionis yang ada di depan.
“Selamat pagi Nona, ada yang bisa saya bantu?” Sapa resepsionis itu dengan sopan, pada name take resepsionis itu tertulis nama Desi.
“Selamat pagi, saya Orin. Saya mau menemui kepala rumah sakit ini.” Jawab Hyorin.
“Apakah sebelumnya sudah membuat janji Nona? Tanya resepsionis itu lagi.
“Sudah Nona.” Jawab Hyorin singkat.
“Sebentar saya telfon dulu, silahkan Nona duduk dulu di sebelah sana.” Hyorinpun menjawabnya dengan anggukkan.
Tidak seberapa lama, resepsionis itu mempersilahkan Hyorin langsung saja naik ke lantai Lima gedung rumah sakit. Hyorin langsung menuju ruang yang dimaksud.
Hyorin mengetuk pintu sesampainya di depan ruang yang bertuliskan Principle Office.
Tok…tok…tok....
Pintu diketuk dari luar, kemudian terdengarlah suara sahutan dari dalam.
“Silahkan masuk.” Perintah orang yang ada di dalam sana.
Hyorin membuka pintu itu dan terlihatlah Dua orang Laki-laki paruh baya sedang berada di ruangan itu. Merasa mengenali orang yang ada di hadapannya, Hyorin langsung berhambur mendekati mereka berdua.
“Ayah kenapa sudah ada disini? bukankah tadi Orin yang pamit duluan?” Tanya Hyorin sambil mengernyitkan dahinya.
“Ayah ambil jalan tikus Nak.” Ayahpun terkekeh melihat putrinya kebingungan.
“Kamu yang sudah lama tidak kembali atau kamu memang dari dulu tidak pernah tahu jalan menuju kesini?” Ledek rekan Ayahnya sambil tertawa bersama Ayah Hyorin.
“Mungkin aku yang sudah lupa kemana jalan harus kembali Ayah.” Timpal Hyorin dengan raut yang sengaja dibuat sedih.
“Sudah-sudah…Ayah dan Paman hanya bercanda saja. Semua memang sudah kami atur. Makanya tadi Ayah tidak mengijinkan kamu mengendarai mobilmu sendiri.
Hening….
“Orin…Ayah sengaja mengatur semua jadwal kamu hari ini, dan Ayah sudah mempersiapkan ini, bacalah!” Perintah ayah Hyorin sembari menyodorkan map berwarna biru kepada Hyorin.
Hyorin patuh kepada perintah Ayahnya dan mulai membuka lembar demi lembar isi dalam map itu.
“Apakah Ayah dan Paman tidak salah, aku belum memiliki pengalaman yang banyak kalau harus melakukan semua ini.” Protes Hyorin setelah membaca isi dari map itu.
“Tidak ada yang salah Hyorin, menjadi Dokter pribadi untuk seseorang itu sangat mulia. Paling tidak kita akan menjadi orang pertama yang siap kapanpun untuk melakukan pertolongan dan konsultasi medis apabila dibutuhkan segera.” Jawab Dokter Asef Kepala Rumah Sakit milik keluarganya itu.
“Benar Nak, kamu juga tidak perlu khawatir karena kamu akan tetap bekerja di rumah sakit ini setiap hari, hanya saja kamu memiliki tanggung jawab lebih terhadap orang yang menjadikanmu Dokter Pribadinya. Bukankah ini akan membuat pengalamanmu semakin bertambah sayang?” Bujuk Ayah Hyorin penuh keyakinan.
Hyorin nampak berpikir dengan keras hingga akhirnya dia mengangguk tanda menyetujui tawaran Ayahnya dan Dokter Asef.
Hyorin merasa tidak sepatutnya menolak dan membuat Ayahnya kecewa, tentu Ayahnya sudah mengatur apa yang memang terbaik untuk dirinya, apalagi ini merupakan awal karir Kedokterannya.
“Kalau begitu, kamu baca dulu kontrak kerja ini. Misalkan ada pasal-pasal yang membuat kamu keberatan kita akan merevisinya sebelum akhirnya ditanda tangani oleh kedua belah pihak.” Terang Dokter Asef sambil menyerahkan kontrak kerja kepada Hyorin.
Hyorin membaca dengan teliti kontrak kerja itu, didalamnya tidak ada hal yang merugikan dirinya selaku Dokter, tidak ada yang melanggar Kode Etik Kedokteran menurutnya.
Hyorin hanya berpikir setelah ini dia akan terikat dengan kontrak dan harus siap kapanpun ketika dibutuhkan.
“Paman…aku tidak keberatan dengan isinya.” Ucap Hyorin kemudian tanpa melepas pandangannya dari kontrak kerja yang ada di hadapannya.
“Good Girl…nanti kita akan atur waktu agar kamu bisa bertemu dengan orang yang akan menjadikanmu Dokter Pribadinya.”
Hyorin mengangguk tanda setuju. Pandangan Hyorin masih pada nama orang yang akan bekerjasama dengannya nanti.
Ayesha Reynaldo Akbar
Hyorin mengingat-ingat nama itu sepertinya dia tidak merasa asing dengan nama itu. Dia pernah membacnya, tapi sialnya Hyorin sungguh lupa.
Tentu saja Hyorin merasa pernah membaca nama itu, sebab pada saat di Bandara Ayesh memang menggunakan tanda pengenal yang tergantung di lehernya dan menjulur sampai ke dada. Hyorin memang sempat membaca sekilas tanda pengenal itu, namun sayangnya malah sekarang dia melupakannya begitu saja. Padahal saat di Bandara dia sangat bersungut-sungut dan bersumpah jangan sampai bertemu dengan si Arogan itu lagi. Yah…namanya manusia tentu banyak lupa dan melupakan. Heheheee…..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Kustri
Lah ayah'a selingkuh lama jg,,, selvia sm umur'a ky orin,,,
2021-12-17
0
Fe Ariesta
Seruuuu nieh
2021-12-17
0
Nanda Jihan K
up
2021-11-07
0