Dua tahun yang lalu di Jerman…..
Malam itu Hyorin sedang asyik mengerjakan tugas kuliah di Apartemen yang ia sewa di Jerman tempatnya menimba ilmu Kedokteran yang merupakan cita-citanya sejak kecil.
Hyorin merupakan anak yang cerdas dan ceria meskipun keceriaannya sempat sedikit hilang setelah Ibunya meninggal dunia.
Dokter yang menangani Ibunya saat itu memvonis Ibu Hyorin gagal jantung, saat dilarikan ke rumah sakit malam itu Ibunya sudah tak sadarkan diri. Tidak ada yang tahu apa penyebab Ibunya tiba-tiba pingsan dirumahnya, ketika Suami dan Hyorin serta Kakaknya sedang tidak berada di rumah.
Ayah Hyorin saat itu sedang bekerja lembur di Kantornya, sedangkan Hyorin sedang mengerjakan tugas di rumah temannya, saat itu Hyorin masih duduk di bangku kelas 3 SMA. Kakak Hyorin saat itu sedang bermain futsal bersama teman-teman kuliahnya.
Hyorin saat ini sedang menempuh kuliah di semester keenamnya, tinggal Dua semester lagi baginya untuk bisa menyelesaikan kuliah setelah semester 6 ini selesai.
Dia bertekad akan segera menyelesaikan kuliah dan bisa segera coasisten untuk mengambil pendidikan profesinya, agar bisa menemani Ayah dan Kakaknya yang mungkin saja kesepian semenjak ditinggal pergi oleh Ibu yang merupakan Istri kesayangan Ayahnya itu.
Hyorin sendiri sudah Tiga tahun tak pernah pulang, rasa sakit yang ada dalam hatinya belum sembuh benar. Melihat rumah yang ditinggali bersama Ibunya dulu, tentu akan semakin membuat hatinya terus merasa sakit, entah sampai kapan Hyorin harus lari dari kenyataan pahit itu.
Yah…mungkin suatu saat nanti ketika ia sudah benar-benar siap untuk tidak lagi merasa sedih, merasa bahwa Tuhan tak adil untuk diri dan keluarganya.
Malam itu di sela-sela mengerjakan tugasnya, dia Nampak gelisah dan berkali-kali melamun. Memikiran Ayahnya, memikirkan betapa bahagianya mereka dulu. Saat ini, senyum Ayahnya telah memudar kalaupun masih ada, itu hanyalah senyum yang mungkin dipaksakan.
Satu-satunya harapan Ayahnya adalah Hyorin dapat segera menyelesaikan kulihanya dan segera menikah, menghadirkan cucu-cucu yang lucu untuk Ayahnya yang mungkin dapat mengembalikan senyum Ayahnya yang dulu pernah ada. Namun, apalah yang bisa Hyorin lakukan pacaranpun Hyorin tidak pernah, waktunya ia habiskan untuk belajar dan belajar.
Dia tidak mau mengecewakan Ayahnya. Dia gadis yang normal, tak dipungkiri dia memiliki rasa terhadap lawan jenis saat dia masih duduk di bangku SMA, namun bagi seorang gadis dia tidak akan mungkin mengungkapkan perasaannya itu, dia selalu menepis perasaan itu agar tidak tumbuh dengan subur seperti jamur di musim penghujan.
Sedangkan Kakaknya tentu saja tidak akan mungkin jika harus menikah muda, Hyorin dan Hyoshan hanya terpaut empat tahun saja usianya, tentu dia memiliki tanggungjawab lebih besar untuk mengelola perusahaan yang telah Ayah mereka bangun dengan susah payah bersama Ibunya. Saat Hyorin memutuskan untuk kuliah di Jerman, Hyoshan baru saja menyelesaikan kuliahnya dan siap masuk ke Perusahaan Ayahnya sembari melanjutkan kuliah S2 nya.
Hyoshan memutuskan untuk kuliah di Dalam Negeri saja agar Ayahnya tidak merasa kesepian sepeninggal Hyorin ke Jerman.
Meskipun sebenarnya banyak sekali yang menyukai Hyoshan tapi lak-laki itu tampak belum berkeinginan menjalin hubungan serius dengan siapapun. Tak terkecuali Nita sahabat Hyorin yang begitu mengagumi Hyoshan sejak dulu mereka bertemu di rumah Hyorin untuk pertama kalinya, waktu itu Hyorin dan Nita masih sama-sama duduk di bangku kelas 1 SMA sedangkan Kakaknya sudah kuliah di salah satu Universitas ternama di Negeri ini. Namun, Hyorin tidak pernah memaksa Kakaknya untuk bisa menerima Nita.
Hyorin ingin Kakaknya memilih sendiri jodoh yang terbaik untuknya, meskipun dia tetap berharap Nitalah yang kelak akan menjadi Kakak Iparnya. Ah…biarkan saja waktu yang akan menjawabnya.
Hyorin masih tampak senyum-senyum sendiri memikirkan dirinya pernah jatuh cinta pada seseorang untuk pertama kalinya, seseorang yang mencuri hatinya itu begitu baik dan sopan.
Banyak yang menyukai laki-laki itu karena ketampanannya, laki-laki itu adalah Kakak Kelasnya, kabar terakhir yang ia ketahui setelah Kakak Kelasnya lulus SMA adalah laki-laki itu menempuh Pendidikan Kedokteran sama seperti dirinya tapi Hyorin sendiri tidak tahu dimana laki-laki itu berkuliah.
Hyorin ingin sekali bertemu dengan laki-laki itu kembali. Laki-laki itu bernama Indra Pratama Harahap, putra pertama di keluarga Harahap.
Hyorin beberapa kali memukul-mukul kepalanya merasa apa yang dipikirkannya itu sungguh unfaedah karena malu pada dirinya sendiri memikirkan laki-laki yang belum tentu juga memikirkannya.
Apa sih yang aku pikirkan, Kak Indra mungkin sekarang sudah menikah dan hidup bahagia bersama Istrinya karena dia cukup popular waktu SMA dulu, selain itu dia juga cerdas dan tampan, wanita mana yang akan menolak laki-laki seperti Kak Indra. Ucap Hyorin di dalam hatinya.
“Ah…tapi apakah mungkin dia akan menikah semuda itu?” Gumamnya lirih.
“Suatu saat aku pasti bisa bertemu dengannya lagi.” Hyorin tampak tersenyum menanti hari itu tiba, meskipun dia tidak tahu kapan akan terjadi dan apakah mungkin.
Tugas yang dia kerjakan sudah selesai, Hyorin tampak akan meninggalkan meja belajarnya.
Hingga tiba-tiba pintu Apartemennya digedor dengan sangat keras. Hyorin tampak takut dan was-was mengingat dia memang tinggal sendirian.
“Iy…iya sebentar....” Teriaknya dari dalam.
Hyorin perlahan membuka pintu, dia membulatkan matanya lebar-lebar melihat apa yang ada di depannya. Seorang Laki-laki berpakaian rapi dan bersimbah darah ada di depannya.
Dia tidak tahu siapa Laki-laki itu, namun dia merasa tidak asing dengannya. Dia tidak memperdulikan itu semua, dia bergegas memapah laki-laki itu masuk ke dalam.
“Tuan…apakah Anda tidak apa-apa?” tanyanya takut-takut.
“Saya akan antarkan Tuan ke rumah sakit terdekat.” Imbuhnya.
“Tidak…jangan bawa aku ke rumah sakit, karena orang-orang itu pasti akan mencariku dan menemukanku, tolonglah saya Nona karena nyawa saya sedang terancam.” Laki-laki itu berkata sambil menahan rasa sakit yang begitu dalam.
“Nyawa Anda terancam? An…Anda bukan mafia kan yang sedang dicari orang hingga Anda babak belur seperti ini?”
“Nona, tolonglah saya dulu nanti akan saya ceritakan semuanya.” Mohon Laki-laki itu kepada Hyorin.
“Baiklah Tuan, saya bisa merawat Anda Tuan.”
“Terimakasih Nona…” Setelah mengatakan hal itu, Pria itupun pingsan.
Hyorin bergegas mengambil peralatan medisnya, gadis ini selalu menyimpan peralatan medis yang biasa iya gunakan praktik di Apartemen, sebab dia merasa akan sangat susah apabila ada keadaan darurat harus ke kampus dulu mengambil peralatannya, seperti sekarang ini.
Dia dengan sigap memeriksa Laki-laki yang tiba-tiba pingsan dihadapannya itu. Meskipun dia belum memiliki ijin praktik, namun pertolongan pertama tetaplah harus dilakukan.
Hyorin dengan cepat membuka sepatu, dasi dan jas yang Pria itu kenakan, dengan cekatan ia mulai memeriksa kondisi Laki-laki itu, dia pun membersihkan luka yang ada di tubuh Laki-laki itu dengan telaten.
Membersihkan darah yang menempel disetiap sudut tubuh Laki-laki itu. Dia merasa ragu, untuk membuka kemeja Laki-laki dihadapannya itu, namun apapun itu tetap harus ia lakukan.
Ia cukup terkesima dengan tubuh atletis yang ada dihadapannya itu, namun tubuh itu penuh memar disana sini. Hyorin berinisiatif mengganti pakaian yang dikenakan oleh Laki-laki itu dengan menutup matanya.
Dia tidak mau matanya ternodai oleh pemandangan yang seharusnya tidak ia lihat, meskipun dia seorang calon Dokter yang paham betul dengan fisiologi tubuh manusia, namun dia belum pernah melihatnya secara langsung apalagi yang ada dihadapannya ini adalah seorang Laki-laki.
Setelah semua selesai, Hyorin merasa lega dan bangkit dari tempat duduknya yang berada di sebelah ranjang tempat Laki-laki itu berbaring.
Hyorin merebahkan tubuhnya di sofa yang agak jauh dari ranjang namun masih berada di kamar. Tubuhnya lelah, namun matanya tak bisa ia pejamkan.
Dia menatap lurus ke arah jendela, waktu sudah menunjukkan pukul 01.05 dini hari namun jalanan yang ada di bawah Apartemennya masih cukup ramai, banyak mobil berlalu lalang disana.
Hyorin tampak memikirkan sesuatu, sambil sesekali melirik Laki-laki yang pingsan atau lebih tepatnya tidur dengan damai di ranjang empuk yang biasa ia gunakan.
Laki-laki itu terluka disana sini. Hyorin terus menjaganya, takut-takut Laki-laki itu membutuhkan sesuatu.
Malam ini Hyorin dengan rasa kemanusiaannya merelakan ranjang itu untuk tamu yang tak dikenalnya, yang mengetuk pintu Apartemennya dengan memelas memohon bantuan. Pria itu cukup menawan, parasnya rupawan, wajahnya bersih jikalau sedang tidak terluka. Namun, luka disana sini menutupi lukisan wajah asli yang Tuhan ciptakan dengan sempurna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments