Di kamar besar itu, hanya terdengar isakan tangis Bella. Deru napasnya bahkan memburu, menahan amarahnya yang sudah membuncah.
Ia benci, Azam yang bersikap kasar seperti ini.
Ia benci, Azam yang semaunya sendiri.
Ia benci, Azam yang tidak sedikitpun memikirkan tentang hatinya.
Cukup lama diam mengambil alih, akhirnya Bella lebih dulu buka suara. Diantara kedua tangannya yang coba menghapus air mata itu.
"Tidak bisakah sedikit saja kamu berpikir dari sudut pandangku Zam? Bagaimana perasaanku? bagaimana sakit hatinya aku?" tanya Bella dengan suaranya yang bergetar, ia mundur 2 langkah. menjauhi tubuh Azam yang membuatnya jijik.
Tidak ada lagi kekaguman Bella pada sosok Azam. Bahkan kenangan indah diantara mereka dulu semasa kecil kini perlahan sirna.
Seperti sebuah foto yang perlahan terbakar.
Azam hanya bergeming, ia pun tidak tahu kenapa jadi sekasar ini. Tubuhnya seolah bergerak diluar kendali.
"Aku sudah lelah Zam, jangan ganggu aku lagi," putus Bella.
Tak ingin membuat hatinya semakin sakit lagi. Bella segara menuju kamar mandi dan segera mencuci wajahnya.
Tanpa mengganti baju yang ia kenakan, ia segera naik ke atas ranjang milik suaminya itu. Menarik selimut dan tidur dengan memunggungi Azam.
Laki-laki dengan wajah tegas dan tatapan dingin ini masih setia berdiri. Melihat pergerakan Bella yang seolah tak menganggapnya ada.
Sebuah rasa tak nyaman tiba-tiba muncul dengan sendirinya. Perasaan bersalah yang membuatnya tak tenang.
Azam berjalan dan memilih duduk di sofa kamar itu.
Hening.
Tak suara apapun didalam kamar itu. Lama Azam duduk disana, bahkan kini sudah menunjukkan jam 1 malam.
Azam bangkit dan mendekati sang istri. Melihat Bella yang terlelap dengan wajahnya yang sembab.
Hatinya kembali berdesir, mendadak gelisah meski tak tahu persis apa penyebab pastinya. Ia terus menatap wajah istrinya itu, bahkan melihat pergelangan tangan Bella yang nampak merah.
Azam tahu, itu karena ulahnya.
"Maafkan aku Bell," ucap Azam, lirih. Ia terus menatap lekat wajah Bella hingga getaran ponsel di dalam saku celana mengalihkan perhatiannya.
Azam lebih dulu membenahi selimut istrinya itu, lalu sedikit menyingkir dan merogoh ponselnya.
Melihat, ada panggilan masuk dari Raya. Azam mengusap wajahnya, mendadak ingat janji yang sudah ia lupakan.
Sebelumnya Azam sudah mengatakan, jika ia akan menghubungi Raya setelah makan malam keluarga usai. Namun Bella membuatnya melupakan janji itu.
Tak ingin mengganggu Bella yang sudah tidur. Azam, memutuskan untuk keluar dan menjawab panggilan Raya.
Seperti biasa, suara lembut Raya selalu mampu menenangkan Azam. Bahkan laki-laki itu sedikit mengulas senyum saat mendengar suara sang kekasih.
"Apa ada sesuatu yang terjadi Mas? kenapa tidak menelponku?" tanya Raya bertubi, membuat Azam kembali teringat dengan Bella.
Mendadak suasana hatinya kembali tak tenang, merasa gundah.
"Tidak Ray, aku hanya sedang memikirkan Bella," jujur Azam. Membuat Raya mendadak sesak. Namun Raya hanya mampu diam, menyembunyikan rasa cemburunya dalam-dalam.
Raya tahu, Azam butuh kepercayaannya. Bukan selalu menuntut ini dan itu.
Tapi sekuat tenaga menahan sesak, namun hatinya tetap tak kuasa untuk meminta penjelasan tentang hubungan mereka.
"Apa Mas ingin mengakhiri hubungan kita?" tanya Raya akhirnya, membuat Azam bergeming.
"Dulu aku sudah mau menyerah Mas, tapi Mas Azam yang menahanku untuk pergi. Apa sekarang Mas yang akan meninggalkan aku?" Tanya Raya, lagi.
Kini gadis lemah lembut ini sudah tidak berada di Jakarta, ia sudah pulang ke Bandung atas permintaan Azam.
Azam menepati janjinya pada Bella, untuk mengeluarkan kekasihnya itu dari mansion.
"Bukan seperti itu Ray, aku hanya butuh waktu untuk menyelesaikan ini semua," balas Azam akhirnya, setelah cukup lama ia hanya diam dan mendengarkan.
Diujung sana, Raya tersenyum getir.
"Aku akan menunggu Mas." Hanya itulah yang mampu Raya ucapkan.
Namun berhasil, membuat Azam semakin merasa bersalah pada gadis lemah lembut ini.
Benar kata Raya, ialah yang sudah menariknya kembali masuk ke dalam rumah tangganya.
"Maafkan aku Ray."
"Jangan meminta maaf, Mas tidak bersalah."
Hening, panggilan telepon itupun terasa semakin dingin. Ada yang berubah di hati Azam, yang iapun tak tahu apa penyebabnya.
Yang Azam yakini, ini adalah rasa bersalahnya. Bersalah terhadap Raya dan juga Bella.
Tak sampai lama, panggilan itu pun terputus. Azam kembali masuk ke dalam kamar , tanpa sadar jika Zura mendengar semua ucapannya dalam panggilan itu.
Air mata Zura kembali mengalir, seolah merasakan sakit hatinya jadi Bella.
Kini ia bahkan ragu untuk kembali mempersatukan Bella dengan sang kakak. Kini Zura malah merasa, jika ia harus memisahkan keduanya.
Zura tidak terima, Bella diperlakukan seperti ini.
"Tidak, aku tidak boleh menyerah. Aku tidak akan membiarkan perempuan itu menang. Sudah tahu abang Azam menikah, tapi berani-beraninya ia menghubungi abang di jam seperti ini," gumam Zura. Kembali menemukan tujuannya yang sempat hilang.
Mencoba tenang, Zura pun pergi dari balik tembok itu dan kembali masuk ke dalam kamarnya sendiri, dengan membawa segelas air putih di tangan.
Sementara itu, di dalam kamar Azam. Ia pun langsung berbaring disebelah Bella. Tidur miring dan memperhatikan punggung sang istri yang membelakanginya.
Terus Azam memperhatikan punggung itu hingga akhirnya ia terlelap.
Dan saat pagi menjelang dan ia membuka mata. Azam, sudah tidak melihat Bella disana.
Seketika kedua matanya membola. Ia bahkan langsung bangkit, duduk diatas ranjang itu dan menelisik setiap sudut kamar.
Azam, tak melihat Bella di mana pun. Bahkan tak ada suara yang terdengar dari dalam kamar mandi.
Mendadak, hatinya terasa kosong. Merasakan, ada sesuatu yang hilang.
"Perasaan bersalah ini sungguh menyiksaku," gumam Azam, seraya mengusap wajahnya frustasi.
Azam lalu turun dan mengambil ponselnya di atas nakas. Menghubungi seorang wanita yang selama ini ia tugaskan untuk mengikuti sang istri.
"Dimana Bella?" tanya Azam langsung dan sang mata-mata langsung menjawab apa adanya.
"Nyonya sudah di Bandara Tuan, pagi ini juga ia akan kembali ke Singapura."
Azam, tercengang. Bahkan saat ini masih jam 5 subuh. Lalu jam berapa Bella terbangun dan meninggalkan dirinya.
"Nyonya tidak sendiri Tuan, beliau bersama tuan Arnold."
Tak menjawab apapun, Azam langsung memutuskan panggilan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
komalia komalia
sakit hati ku panas mrndidih
2025-01-22
0
May Keisya
kayanya dia cewe bermuka dua dech
2024-11-15
0
rin
gak nyangka azam spt ituh
2024-10-24
0