Angin dini hari begitu dingin, hingga menancap di tulang rusuk Mira. Sejak tadi gadis itu masih terduduk di depan gerbang rumahnya yang kini telah direbut secara paksa oleh Susan dengan tipu muslihat.
Begitu dinginnya, hingga Mira merasa darahnya membeku.
Hujan deras bahkan menyertai hembusan angin dini hari tersebut, tak henti-hentinya rintikan tersebut membasahi tubuh Mira.
"Bahkan langit juga ikut bersedih atas nasibku." Gumam Mira sambil mengambil posisi berdiri dan menyeret koper serta menjinjing tas. Membawanya pergi tanpa tujuan.
Ke rumah Vika? Tidak, Mira terlalu sakit hati atas Vika yang telah menyewa Mike untuknya.
Namun takdir berkata lain, ketika Mira baru saja sampai di halte bus. Sebuah mobil berhenti, kendaraan roda empat yang sangat Mira kenali, milik Vika.
"Mir, kamu disini tengah malam begini ngapain?! Aku dari tadi nyariin kamu!" Vika meraih lengan Mira, namun ditepis oleh Mira.
Diperhatikannya Mira dari ujung kaki hingga ujung kepala, Vika merasa teriris melihat keadaan sahabatnya tersebut.
"Vik, kamu kan yang kirim foto itu ke Mike? Terus Mike kirim ke Namika?" Tuduh Mira dengan nada suara bergetar dan air mata yang menggenang, siap untuk meluncur kapan saja.
Vika hanya mampu menganga tak percaya.
"Enggak, Mir! Jadi, itu alasan kamu dini hari begini ada diluar dengan penampilan seperti ini?" Mira tak menjawab pertanyaan Vika, tangisnya kembali pecah.
"Sekarang ikut aku ke rumah yuk?!" Ajak Vika sambil meraih tubuh Mira dan membawanya masuk ke dalam mobil tanpa menunggu jawaban darinya.
-
-
"Apa?!" Vika hampir saja tersedak kopinya ketika Mira telah menceritakan semua hal yang menimpanya.
"Jadi si Susan lampir itu rebut semuanya dari kamu, Mir?" Vika setengah tak percaya dengan kenyataan yang dialami Mira. "Dia nuduh kamu j*l*ng juga?!"
Kruk
Di tengah-tengah cerita Mira, tiba-tiba perutnya berbunyi nyaring. Menandakan bahwa cacing di perutnya sedang berdemo meminta isi untuk perut.
"Kamu lapar, Mir? Makan di luar, Yuk!" Vika meraih tangan Mira, menariknya keluar.
Dalam beberapa menit ia sudah berada di depan sebuah restaurant. Keduanya tak berlama-lama untuk masuk. Mira dan Vika memilih duduk di bangku paling ujung dekat dengan sebuah jendela yang menampilkan pemandangan belakang restaurant tersebut.
Saat mereka sedang membaca buku menu, tiba-tiba Mira membelalakan matanya ke arah beberapa meter dari tempatnya duduk. Vika melirik ke belakang, ia sama terkejutnya melihat kedatangan beberapa orang yang sudah duduk di kursi bersebelahan dengan tempat Mira duduk.
"Josh, mau makan apa?" Suara Namika, dengan nada yang berusaha dibuat manja, malah membuat Mira jijik. Tak lipa, dengan tangan yang bergelayut manja di gandengan tangan Josh.
"Miiraa," Josh tak menjawab pertanyaan Namika, ia malah menatap Mira sambil tersenyum canggung.
"Josh!" Susan menepuk pundak Josh. "Ingat, kamu sebentar lagi menikah dengan Namika! Jangan pernah menyapa wanita lain, apalagi menyapa wanita j*l*ng itu!"
Amarah seakan mulai mencuat di kepala Mira, perkataan Susan yang menyebutnya dengan sebutan wanita-wanita yang menjual dirinya itu perlahan membuat Mira semakin berani.
Braak!
Mira menggebrak meja, membuat perhatian seluruh orang di restaurant berpusat padanya. Ia memberanikan diri melangkahkan kaki ke tempat ibu tiri jahatnya itu duduk.
"Sebaiknya Mama berhenti menyebutku dengan sebutan untuk putri Mama sendiri!" Mira menunjuk Namika dengan tatapan mata yang tajam.
"Berani sekali kamu, Mira!"
Plak!
Sebuah tamparan melayang dari tangan Susan dan mendarat tepat di pipi mulus Mira. Merasa tidak terima, Mira melayangkan tangannya, bukan pada Susan, melainkan pada Namika yang sedang duduk dengan wajah kesalnya.
"Mira!" Susan hendak kembali melayangkan tamparan untuk Mira, namun Vika mencekal tangannya.
"Siapa yang Mama sebut ******? Seharusnya itu panggilan untuk putri anda sendiri! Dia sudah merebut kekasihku dan menidurinya!" Perhatian semua orang semakin berpusat pada meja yang berada di ujung itu dengan drama yang kian memanas.
"Apa?! Josh begitu karena kamu gak mau ngasih apa yang dia mau!" Namika mulai bersuara, sementara Josh terdiam membisu. Ia merasa Namika sudah mempermalukannya dengan mengumbar apa yang Josh inginkan dalam hubungannya.
"Namika!" Tegur Josh dengan suara rendah, sambil melirik kesana kemari. Ia menunduk dikala beberapa pasang mata memperhatikan dirinya.
"Josh, kamu bosan kan sama dia? Karena dia gak bisa-"
"Namika!" Pungkas Josh dengan suara nyaring.
"Semua ini gara-gara kamu, Mira!"
Namika mendekati Mira, mencoba melayangkan tamparan pada Mira. Namun Josh menghalanginya, berusaha menghentikan hal yang membuat mereka tambah jadi perhatian pengunjung restaurant.
"Sudah! Ayo kita pergi Namika! Jika tidak, lebih baik kita batalkan saja pernikahan kita nanti!" Josh menarik tangan Namika. Susan masih setia disana, menatap tajam Mira.
"Mira, lihat saja, aku akan membuat kamu semakin menderita!" Ancam Susan dengan jari telunjuk mengacung ke wajah Mira.
Mira tidak tinggal diam, ia menunggu momen ini. Mira tersenyum sinis.
"Ya, aku juga akan membuat Mama menyesal karena telah merebut harta ayah!" Susan tertunduk, karena semua pasang mata memperhatikannya setelah perkataan Mira yang cukup keras terlontar.
Dengan menahan rasa malu, Susan melengos pergi sambil tertunduk.
Kini hanya ada Mira dan Vika di meja itu, dengan Mira yang terduduk lemas. Matanya mulai memanas, hingga pandangan Mira sedikit kabur akibat cairan yang sudah menggenang di pelupuk matanya.
"Mir, pergi ke ujung yuk!" Ajak Vika sambil mengusap pundak Mira. "Tenangin diri kamu disana!"
Mira berhenti menangis, menatap Vika dengan tatapan bingung.
"Ayo! Kamu butuh pelampiasan disana!" Mira mengerti apa yang dimaksud Vika, iapun mengikuti kemana Vika menariknya. Hingga keduanya sampai di ujung restaurant dan Vika menunjukan sebuah kartu seperti tanda pengenal pada pelayan yang berdiri di depan pintu itu.
Pintu terbuka, menunjukan sebuah lift menuju ke bawah.
"Kita kemana, Vik?" Mira memperhatikan lift, namun Vika tak menjawab. Ia hanya tersenyum biasa sambil menarik tangan Mira masuk ke dalam lift.
"Udah, ayo ikut!"
Pintu lift tertutup, dengan perlahan turun. Hingga berhenti, kembali terbuka dengan menampilkan lantai menari beserta beberapa manusia yang saling menari mengikuti irama musik, tak lupa lampu kerlap-kerlip menerangi lantai itu.
Bau khas minuman penyejuk hati menguar di seliling area tersebut.
"Ayo!" Vika menarik tangan Mira ke meja bar. Lalu memesan dua gelas minuman pada pelayan bar.
"Darimana kamu tahu tempat ini, Vik?" Sebelum meneguk segelas minuman itu, Mira menyelipkan pertanyaan sambil melihat sekeliling ruangan.
"Mike yang menunjukannya." Mira menghela napas panjang mendengar nama pria pembawa julukan wanita nakal untuknya disebutkan.
"Ayo minum!" Mira meneguk minuman itu segera.
Sudah jadi kebiasaannya bersama Vika, jika Mira sedang memiliki masalah ataupun Vika, keduanya pasti mengunjungi bar dan sedikit melupakan masalah itu dengan cara minum.
Tanpa sadar, Mira beberapa kali meminta tambahan minuman. Membuat Vika sedikit terkejut karena Mira tidak pernah berlebihan dalam minum, bahkan kali ini setelah Mira meneguk segelas minuman terakhir, langsung membuat Mira mengoceh tidak karuan.
"Mir, aku ambilin jus ya?" Tawar Vika yang hanya dijawab deheman oleh Mira, karena Mira ternyata sudah mulai tak sadarkan diri dengan kepala tertidur di atas meja bar.
Baru saja Vika pergi, Mira merasa mual dan ingin memuntahkan seluruh isi perutnya. Dengan langkah gontai, ia mulai berjalan menuju kamar mandi. Mira merasa bingung karena tidak tahu kemana arah kamar mandi.
Bruk...
"Hei!"
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Masyitah Ellysa
next yaa author 😘 ceritanya best
2021-11-07
2