"Oh ya biar saya yang lanjutkan memasaknya. Dafi bilang dia sudah rindu makan masakan saya. Haha Dafi memang sangat merindukan dan mencintai saya. Maklum lah saya ini cinta pertamanya. Kami juga sudah berpisah lama. Apalagi ada anak diantara kami. Hubungan kami itu sangat erat dan tidak akan bisa dipisahkan"
Semua kata kata dan percakapan itu berputar dipikirkan Felisia. Sampai sampai rasanya kepalanya mau pecah.
"Tidak tidak," Felisia menundukkan kepalanya dan menggeleng gelengkan kepalanya sedikit.
Tanpa terasa air matanya jatuh kembali. Lebih deras dari yang tadi.
Dia tidak pernah selemah ini sebelumnya. Dia tidak pernah menangis separah ini sebelumnya. Dia selalu diajari untuk kuat, mandiri, bertanggung jawab. Sampai sampai dia tidak terlalu mementingkan emosinya sendiri. Dia tidak pernah mengungkapkan keinginannya yang menginginkan kasih sayang. Dia hanya memendam semua yang dia inginkan tanpa berkata apapun pada siapapun.
Tapi sekarang dia ingin egois. Dia ingin mendapatkan kasih sayang dan cintai dari suaminya. Dia ingin merasakan cinta yang dirasakan oleh Wilona. Dia ingin... ingin cinta itu walau hanya sedikit. Bisakah?
Felisia memukul mukul dadanya yang sesak. Berharap dengan melakukan itu dadanya dapat rileks.
***
Siang harinya
Felisia sedang duduk sambil menggambar sketsa di ruang tamu.
Dia sangat santai karena dirinya sendirian dirumah.
Nina pergi keluar untuk membeli keperluan pribadinya. Suaminya, em tidak. Keluarga bahagia pergi untuk mendaftarkan Devan sekolah dan berlibur.
Setiap mengingat 'keluarga bahagia' itu, Felisia selalu bertanya kepada dirinya sendiri.
Apakah aku yang menjadi duri dalam kehidupan bahagia mereka? Apa aku yang menjadi penghalang?
Dia istri yang pertamakan? Bukankah seharusnya dia yang lebih berhak atas suaminya? Jika dikasus orang lain mungkin memang begitu. Tapi di kasus Felisia istri pertamalah yang menjadi duri dalam kehidupan pernikahan suaminya dan istri kedua.
Lupakan hal itu. Untuk saat ini Felisia tidak ingin bersedih mengenai hal itu. Dia ingin mengalihkan pikirannya dengan menggambar sketsa busana.
Satu jam
Dua jam
Tiga jam
Felisia akhirnya lelah dan merapikan alat alat tulisnya yang berserakan untuk dibawa ke kamarnya. Rumah itu masih ada dirinya sendiri karena Nina tadi menelponnya dan meminta izin untuk menjenguk adiknya. Pulangnya besok, katanya.
Suara mobil yang memasuki halaman rumah terdengar ditelinga Felisia.
"Gawat," gumam Felisia panik dan langsung merapikan semuanya dengan cepat.
Felisia berlari ke kamarnya dan melemparkan benda benda ditangannya ke atas kasur. Lalu dia keluar untuk menyambut kepulangan 'keluarga bahagia'.
Felisia membuka pintu tepat saat Dafi akan membuka pintu juga. Buktinya tangan Dafi terulur kearah pintu.
"Silahkan masuk," ucap Felisia setelah membuka pintu lebar lebar.
Sekarang Felisia terlihat sama saja dengan pelayan di cafe atau restoran. Pelayan yang berdiri didepan pintu, membuka pintu, mengucapkan selamat datang.
Dafi terlihat sedang memegang beberapa belanjaan dengan Wilona disampingnya sedang menggendong Devan yang tertidur.
Kapan aku bisa seperti itu juga?
Tanya Felisia dalam hatinya.
Dia juga ingin seperti itu, berdiri disamping suaminya, Dafi. Dengan anak mereka.
Halu!
"Kalian mandi saja dulu. Aku akan menyiapkan makan malam," ucap Felisia.
"Makasih ya, maaf aku gak bisa bantu. Aku harus mandiin Devan. Gak baik kalau anak anak mandi malam malam kan," balas Wilona ramah.
Felisia menatap Wilona dengan pandangan aneh sesaat. Karena perkataan Wilona berbanding terbalik dengan pengakuan Devan kemarin.
"Oh iya, silahkan" ucap Felisia.
Felisia langsung pergi ke dapur begitu saja.
Baru dua hari! Baru dua hari mereka datang kedalam rumah ini. Tapi hanya dalam waktu itu mereka sudah bisa menarik perhatian Dafi dan mendapatkan cinta Dafi. Sedangkan Felisia? Tiga tahun! Tiga tahun Felisia mencoba untuk mendapatkan perhatian dan cinta Dafi! Tiga tahun! Waktu yang cukup lama! Namun apa yang dia dapatkan? Hanya pengkhianat bukan?
Haruskah aku mundur?
Tanya Felisia kepada dirinya sendiri dalam hati.
Tapi jika aku mundur, kemana aku harus pergi? Siapa yang akan menampungku? Apa panti asuhan itu? Apa aku harus membebani mereka lagi dengan masalah masalah hidupku?
Tanya Felisia lagi dalam hati.
Felisia berperang dengan pikirannya sendiri sambil tangannya tetap memasak.
Karena kesal dengan perasaannya sendiri yang tak menentu, Felisia memotong sayur dengan sekuat tenaga.
Sampai sampai jarinya terluka akibat tindakannya. Namun Felisia tidak menyadari bahwa jarinya terluka. Dia masih melanjutkan apa yang dia lakukan seperti tidak terjadi apa apa.
Felisia berjalan kearah rak piring dan mengambil sebuah wadah. Dia memasukkan sayur itu ke wadah dan mencucinya di wastafel.
Saat dia melihat warna air yang berwarna kemerahan. Saat itulah dia sadar bahwa dirinya terluka. Dua jari di tangan kirinya terluka. Jari telunjuk dan jari tengahnya.
"Aku pernah mendengar ketika orang sedang sakit hati, luka apapun tidak akan terasa lagi sakitnya. Dan ternyata pernyataan itu benar. Luka ini dalam tapi tidak terasa sakit sama sekali," gumam Felisia pelan sambil tersenyum miris dengan pandangan tertuju kepada jarinya.
Felisia mengambil kotak obat di laci lalu mengambil plester dan langsung menempelkan plester itu ke jarinya.
Setelah itu dia lanjut memasak. Setelah selesai Felisia menyajikan makan malam di atas meja dan dia langsung kembali ke kamarnya.
Saat itu tanpa Felisia sadari ada seorang pria yang menatap dengan wajah bersalah kearah Felisia.
Maaf
Ucap pria itu dalam hati, dia adalah Dafi.
Dafi teringat hari itu, hari dimana dia menduakan Felisia.
*Flashback oh
Saat itu Dafi ingin pergi ke perusahaan sesuai hari hari biasanya. Dia tersenyum kecil saat mengingat wajah Felisia yang beberapa kali terkejut dan memerah karena dirinya.
Tiba tiba ponselnya berdering akibat Mamanya menelpon.
"Ya Ma" ucap Dafi ketika sudah menerima telepon.
"Dafi, kamu bisa datang ke rumah sekarang? Papamu sakit nak. Dokter bilang waktu Papamu hanya sebentar lagi," ucap Mama sambil menangis.
"Kalau sakit kenapa tidak dibawa ke rumah sakit? Kenapa juga Papa tiba tiba sakit parah. Selama ini kan Papa selalu jaga kesehatan," balas Dafi tak percaya.
"Papa kamu tiba tiba drop. Mama panggil dokter kerumah karena Papa kamu gak mau dibawa ke rumah sakit. Kamu mau Papa kamu mati tanpa melihat anak satu satunya?" Tanya Mama menghancurkan mood Dafi.
"Ya" balas Dafi dan langsung mematikan telepon.
Dafi memutar balik arah menuju rumah orang tuanya. Sebenarnya dia curiga dengan perkataan Mamanya. Dia sangat yakin bahwa Namanya berbohong. Namun demi memastikan akhirnya Dafi pergi ke rumah orangtuanya.
Sampai di sana. Dia melihat Papa dan Mamanya dengan keadaan sehat duduk di ruang tamu. Bersama seorang wanita dari masa lalunya, Wilona dan anak kecil.
"Ada apa ini?" Tanya Dafi bingung.
Apalagi mereka semua memakai pakaian yang rapi seperti akan menghadiri pesta. Dan Wilona memakai baju pengantin. Terutama rumah ini didekorasi dengan sedemikian rupa.
"Mempelai prianya sudah datang," Mama membawa tangan Dafi paksa menuju ruang tamu.
"Dafi," panggil Wilona dengan bahagia.
"Mama jelaskan" perintah Dafi.
"Kamu ingat dia ini Wilona. Dan anak itu adalah anak kalian. Usianya tiga tahun. Dan sekarang Mama mau kamu menikah sana Wilona," ucap Mama.
"Gak. Dafi sudah menikah. Dafi punya Felisia, Mama" ucap Dafi setengah berteriak.
"Felisia itu hanya gadis biasa Dafi. Dia wanita rendahan, wanita miskin. Dari awal Mama tidak pernah menyetujui pernikahan kalian dan Mama tidak pernah menganggap dia sebagai menantu Mama! Menantu Mama hanya Wilona!!!" ucap Mama keras kepala.
"Terserah Mama mau menerima Felisia atau tidak. Terserah kepada Mama jika Mama menganggap Wilona sebagai menantu Mama. Ingat Ma, ini hidup Dafi. Hak Dafi untuk memutuskan apapun dalam hidup Dafi. Dafi tidak akan pernah mau menikah lagi. Dafi sudah menerima Felisia sebagai istri Dafi, Ma. Jangan ganggu pernikahan kami" ucap Dafi kesal.
"Bukan Mama, bukan Mama yang mengganggu pernikahan mu. Lihat wanita itu, lihat anak itu... mereka adalah korban. Korban atas napsu mu Dafi. Kamu sudah membuat Wilona hamil dan membesarkan anakmu. Anak itu masih kecil Dafi, dia cucu Mama. Putra keluarga Andhika. Kamu mau lepas tanggung jawab begitu saja? Apa kamu tega membiarkan anakmu menjadi gelandangan diluar sana?" Tanya Mama sambil memaksa Dafi melihat Wilona dan Devan.
"Tidak Ma, Dafi tetap tidak akan menikah. Apapun yang terjadi, istri Dafi hanya Felisia," ucap Dafi keras kepala.
"Dafi," Papa Dafi menampar putranya.
"Selama ini Papa mengajarkan mu untuk bertanggung jawab. Sekarang kamu tidak mau bertanggung jawab, ha?" Bentak Papa kesal.
"Dafi akan membiayai hidup Devan. Tapi Dafi tidak akan menikah lagi," ucap Dafi bersikeras.
"Kamu tahu, diluar rumahmu sudah ada pengawal Papa. Dia akan langsung membunuh istrimu jika kamu tidak mau menikah," ancam Papa.
"PAPA... Papa mengancam ku?" Tanya Dafi marah.
"Ya, kalau wanita itu mati kamu tidak punya alasan lagi untuk menolak," jawab Papa.
"PAPA," Dafi membentak Papanya dengan marah.
"Menikah atau istrimu akan Papa bunuh," ucap Papa membuat dua pilihan yang benar benar menyulitkan bagi Dafi.
Dafi terdiam cukup lama hingga akhirnya dia berkata.
"Baiklah aku akan menikah. Tapi Wilona tidak akan tinggal di rumahku," ucap Dafi.
"Saat ini kamu tidak ada di posisi untuk menawar Dafi. Kamu harus membawa Wilona ke rumahmu. Akui dia sebagai anakmu bahkan dihadapan dunia. Jika tidak istrimu benar benar akan Papa bunuh," ucap Papa mengancam.
"Cih menjijikan," kesal Dafi.
Akhirnya hari itu Dafi menikah secara siri dengan Wilona. Dia sangat kesal karena tidak bisa berbuat apa apa. Dia kesal dengan apa yang dia lakukan. Dia kesal karena tidak bisa melakukan apapun untuk menggagalkan pernikahannya.
Flashback off*
Jika saja, jika saja saat itu dia bisa melindungi Felisia dari pengawal Papanya dan tidak menikah dengan Wilona. Felisia tidak mungkin akan bersedih sekarang.
"Dafi," panggil Wilona dari arah tangga.
Pikiran Dafi buyar saat mendengar suara Wilona. Pria itu berbalik dan melihat datar kearah Wilona.
"Aku dan Devan sudah selesai mandi. Kamu mandilah," ucap Wilona dengan sopan.
Tanpa berkata apa apa Dafi langsung berjalan menaiki tangga untuk pergi ke kamarnya.
***
Dring... dring... dring...
Suara ponsel Felisia langsung terdengar ketika Felisia keluar dari kamar mandi.
Felisia mengambil ponselnya dan melihat nama sipemanggil sebelum mengangkatnya.
Ibu panti
"Halo," sapa Felisia.
"Halo Felisia, selamat malam" sapa Ibu panti.
"Selamat malam, Bu" balas Felisia.
"Ibu apa kabar? Apa sehat? Dan adik adik panti juga, apa semuanya sehat?" Tanya Felisia.
"Sehat, kami semua disini sehat," jawab Ibu panti.
"Syukurlah kalau semuanya sehat," balas Felisia.
"Kalau kamu bagaimana? Sehatkan? Kamu bahagiakan?" Tanya Ibu panti.
Felisia menggigit bibir bagian bawahnya. Dia tidak terbiasa berbohong. Namun kali ini dia akan berbohong agar Ibu panti tidak cemas dan sakit karena memikirkan keadaannya.
"Felisia sehat Bu, Felisia juga bahagia. Kak Dafi sudah mulai perhatian sama Felisia" sebelum wanita dan anak mereka datang, Bu.
"Syukurlah kalau begitu. Ibu senang kalau keputusan pernikahan ini membuatmu bahagia," ucap Ibu panti.
"Iya Bu," balas Felisia menahan kesedihan dalam nada suaranya dan sebuah senyum dipaksakan terukir di bibirnya.
***
Jangan lupa like dan komen 🤗🤗🤗.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Kod Driyah
orang tua DAFi jahat tingglkan sj Felicia km msh muda
2022-06-05
0
guntur 1609
percuma juga kau dafi..selama 3 tahun kau berhubungannknp kau selalu pakaibpengaman...berati kau tdk pernah seriua sm istrinu. mudah2an ada laki2 yg lebih sauang sm feli...brengaekbkau dafi sm kau sepwrti ayah dan mama mu
2022-06-01
1
Ella Khofifah
klo nyonya b3sar sp thor
2022-05-26
0