Bab 5

Aku menahan kuap. Sebenarnya sampai kapan aku harus mendengarkan semua omong kosong ini? Aku melirik pria yang entah siapa namanya itu yang sedang mengebu-gebu melakukan presentasi.

Aku sudah membacanya sekilas. Namun tak tertarik. Dan aku pun tidak mengerti sama sekali. Sudah kubilang kan aku ini cuma penulis. Aku tak paham bagaimana menjalankan sebuah perusahaan. Jika kau tanya apa aku mau menyetujui rencana ini? Jawabannya tidak. Tapi apa aku mau mendanai acara itu kalau sukses besar? Tentu saja mau.

Oke, aku kedengaran plin-plan, sangat dangkal, dan tidak punya kebaikan hati. Ya, aku memang bukan berhati malaikat walau tidak sudi mencelakai orang lain. Kalau aku baik hati seperti si Shania itu mungkin aku akan masuk ke dalam tubuhnya?

Jadi, apa ini alasan aku masuk ke tubuh Catherine? Karena jauh di dalam diriku aku ini memang penjahat? Monster uang?

“Bu?”

Aku gelagapan saat Keegan menggoyangkan sedikit lenganku. Oh, sialan. Kuharap aku tak tertangkap basah sedang memikirkan hal lain. Namun yang lain sedang fokus pada si pembicara tersebut.

“Bagaimana menurutmu ide ini, Kee?” bisikku.

Keegan menjelaskan semua pendapatnya dengan sangat lancar. Sangat lancar hingga aku tak tahu dia bicara apa.

“Saya rasa ini tidak buruk. Akhir-akhir ini banyak orang yang suka acara seperti ini.” Baru ini aku memahami maksudnya.

“Menurutmu begitu?”

“Iya. Saya kira Ibu akan suka. Biasanya Ibu kan suka acara begini.”

Serius? Namun aku tak bisa bertanya begitu. Sebab Keegan akan curiga kalau kebiasaanku mendadak berubah. Bahkan aku sama sekali tidak ingat.

“Acara seperti ini biasanya mengundang narasumber tak terduga dan membeberkan beberapa fakta kotor tentang dunia keartisan, instalasi atau perusahaan tertentu maupun perorangan. Orang yang akan menjadi host acara ini pun sangat tersohor. Dia tajam dan suka memberi pertanyaan yang menjebak. Jadi terkadang si narasumber sampai tak bisa berkelit dan tampak seperti orang bodoh.”

Seperti Najwa Shihab atau Deddy Corbuzier? Atau pembawa acara di talk show gosip yang suka nyinyir? Aku membaca sedikit materi yang ada di depanku. Sepertinya lebih kepada pembawa acara gosip yang hobi nyinyir.

“Tapi karena acara ini seperti bongkar-membongkar aib tak jarang para narasumber yang diundang bertengkar dan berkata kata kasar. Terkadang hal yang diceritakan pun memalukan jadi narasumber terkadang harus ditutupi identitasnya. Wajahnya disensor dan sebagainya. Ah, Ibu pasti lebih tahu tentang hal ini ya.”

Tidak. Aku sama sekali tidak tahu tentang hal ini jadi bicaralah lagi. Saat dia bercerita begini, sedikit demi sedikit ingatan Catherine mengenai acara sejenis itu muncul di kepalaku. Aku harus tahu acara ini akan seperti apa baru memutuskan bukan?

“Tidak apa. Katakan saja semua pendapatmu tentang acara itu. Aku suka mendengarnya.”

Keegan melihatku bingung. “Ibu akhir-akhir ini sedikit berbeda.”

Tentu, dia pasti bisa langsung menyadarinya. "Memang apa salahnya dengan hal itu,” kataku sekalem dan setenang mungkin.

Aku tak melihatnya. Namun kurasa Keegan sedang memperhatikanku dengan serius sekarang. “Kalau saya, saya akan mengambil proyek ini. Kita memiliki dana yang cukup untuk melakukannya."

Aku tak tahu dana yang dikatakan Keegan itu seberapa banyak. Tapi bukan berarti aku bisa sesuka hati menghabiskannya untuk investasi yang tidak jelas. Aku pribadi tidak suka acara yang provokatif begitu. Aku lebih suka narasumber yang berprestasi, dan jauh dari gosip buruk, yang ceritanya bisa menginspirasi orang-orang. Namun aku sendiri sadar, tak hanya orang yang berprestasi saja yang bisa membuatmu terinspirasi. Terkadang kau perlu belajar dari sesuatu yang buruk dan menyakitkan. Bahkan hal ini terkadang bisa mengajarimu lebih baik lagi. Sebab segala sesuatu bisa menjadi buruk atau baik adalah dari cara orang tersebut memandangnya.

Oke. Sepertinya tak ada yang salah untuk mencobanya.

Aku mulai fokus mendengarkan penjelasan si pemberi materi. Bertanya ini dan itu yang membuatnya kelelahan sebab sepertinya sudah sempat ia jelaskan namun tadi aku tak mendengarkan.

“Acaranya menarik,” ucapku. Pria tersebut tersenyum. “Saya akan menyetujuinya jika para narasumber yang diundang hanya ditanyai sewajarnya. Kalaupun menjebak, jangan terlalu berlebihan. Saya mau acara ini punya nilai yang baik. Bukan acara yang hanya menyudutkan dan penuh provokasi untuk menyemangati penonton menyumpahi orang-orang yang diundang atau dibongkar kebusukannya. Lakukan secara wajar saja.” Sebab seburuk apa pun orang itu tetap bukan hak kita untuk menjelekkan dan menghancurkan mereka. Karena jika begitu artinya kau jadi orang yang sama buruknya dengan orang tersebut. Seperti yang kalian lakukan pada Catherine dan aku.

“Tapi orang lebih suka acara yang memprovokasi. Rating penonton—“

“Kalau itu maumu bikin perusahaan sendiri saja sana,” ucapku cepat. “Jika menuruti kata hati saya yang egois ini, saya tak ingin melakukannya. Tapi saya tak menjalankan perusahaan seorang diri. Jadi mari buat kesepakatan, saya mau tapi jangan berlebihan. WJC tak memproduksi acara sampah. Sama seperti WJ Entertainment tidak mendebutkan artis sampah.” Aku menatap tajam pada Dimas, Co-CEO dari WJC.

Beberapa yang lain melihatku khawatir, sedang yang lainnya tampak mencibir meski tak bicara apa pun.

“Benar. Sepertinya yang dikatakan Bu Catherine lebih bagus.”

“Tentu saja. Acara penuh kontroversi biasanya tidak bertahan lama. “

“Aku setuju. Acara ini sudah cukup menghibur.”

“Tentu saja menghibur. Dan akan lebih menghibur lagi jika Ibu Catherine menjadi tamu dalam acara tersebut.” Semua orang di sini memandang orang yang baru berbicara tersebut.

“Hei, apa maksudnya Bu Catherine harus jadi tamu acara tersebut? Bu Catherine sibuk, mana mungkin mendatangi acara rendahan seperti itu. Dia pemimpin perusahaan besar.”

Pria itu menjawab, “Kenapa tidak? Banyak kok pengusaha yang muncul di acara TV, bahkan pemimpin seperti gubernur, menteri, dan presiden juga sering diundang di acara TV.”

“Tentu bukan acara seperti ini. Kebanyakan acara ini mengundang artis atau orang yang sedang famous di media sosial. Jelas beda kelas dengan Bu Catherine.”

Yang lain ikut mencibir pria tersebut.

“Dia gila apa. Kenapa bicara begitu di depan Bu Catherine?”

Dimas mendelik pada orang yang sepertinya bawahannya itu. Pria itu tampak takut pada Dimas. “Dia hanya bercanda, Bu. Dia gak punya niat jahat. Revan memang terlalu polos dan blak-blakkan.”

Lalu pria itu tersenyum tanpa rasa bersalah padaku. “Iya, Bu, saya gak mikir panjang. Maaf bercanda saya kelewatan.”

“Tidak masalah,” jawabku dengan menahan kesal. Aku ingin bertindak semena-mena dengan memecatnya. Namun orang-orang di sini pun banyak yang tidak suka padaku karena kejadian dengan Shania beberapa waktu ini. Pasti ada saja yang akan menambah-nambahi bahwa aku memecat pegawai tanpa alasan yang jelas dan sebagainya. Jika aku semakin semena-mena, perlahan aku akan hancur sendiri. “Tapi lain kali berpikirlah dulu sebelum bertindak atau berbicara. Kata-kata yang kau ucapkan tak akan bisa ditarik lagi. Seberapa banyak pun kau minta maaf. Jadi jaga lidahmu itu baik-baik.” Dia terdiam, senyumnya hilang, lalu aku tersenyum. “Tapi saya akan mempertimbangkan untuk jadi tamu di acara tersebut.” Aku bangkit dari kursi dan pergi meninggalkan ruangan.

***

Sincerely,

Dark Peppermint

Terpopuler

Comments

ANAA K

ANAA K

Semangat thor. Jangan lupa mampir yah

2021-11-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!