CUP
"Jika kamu hanya diam begini, jangan salahkan aku melakukan lebih dari ini."
Suara serak Abrisam dengan nafas yang sedikit berantakan menggelitik telinga Shafia.
Plak!
"Aww, aww. Sakit Sha ..." keluh Abrisam mengusap lengannya yang memerah karna ulah istrinya.
"Syukurin, lagian kenapa juga kamu pake tarik-tarik segala?" sungut Shafia kesal hendak melangkah ke arah sofa.
"Pokoknya aku mau tidur di sofa," tegasnya tidak ingin di bantah.
Gadis manis itu kembali melangkah menuju sofa, menata bantal juga selimut yang akan dikenakannya tanpa menghiraukan Abrisam yang menatap tajam padanya.
Shafia langsung berbaring menyamping menghadap ke arah ranjang. Rasa lelah dan kantuk yang amat dasyat membuatnya cepat terlelap menuju alam mimpi.
"Ckck, untung sayang." Gumam Abrisam pelan seraya melangkah dengan perlahan menuju arah sofa
Ia usap dengan sangat pelan wajah damai istrinya yang matanya sudah tertutup. Rasa sayang dan cinta yang dimilikinya terkadang membuat gadis itu tidak nyaman.
Tetapi apa boleh buat? Takdir telah menyatukan keduanya walau harus dengan cara yang salah.
"TETAPLAH BERSAMA KU!" Gumam Abrisam lirih, ada sedikit cairan bening di ujung matanya.
"Jika suatu saat nanti aku melakukan kesalahan besar, aku harap kamu lah satu-satunya orang yang bisa aku percaya dan mempercayai ku." Bisiknya begitu pelan nyaris tidak terdengar
Setelah mengatakan isi hatinya, Abrisam berjalan keluar dari kamar meninggalkan sang istri yang tertidur nyenyak di atas sofa panjang.
Pria tampan itu tidak langsung tidur, entah kemana perginya. Sementara di dalam kamar, Shafia ikut terbangun membuka matanya setelah kepergian Abrisam.
Selelah apapun dia dan sebesar apapun rasa kantuk melandanya, tetap akan terbangun jika ada yang menyentuh anggota tubuhnya.
Shafia sangat sadar dan ucapan dari suaminya barusan terdengar sangat jelas di telinganya.
"Aku harap semua yang kamu ucapkan benar adanya, wahai sang pemilik hati."
Shafia kembali melanjutkan tidurnya, dia memang butuh tidur sekarang. Mungkin besok hari-hari paling melelahkan dalam hidupnya akan di mulai.
.
.
Pagi telah tiba.
Shafia yang lebih dulu bangun saat masih subuh tadi, kini tengah bersiap untuk keluar kamar hotel menuju sebuah Restaurant yang berada di dekat hotel.
Sejak keluar semalam, Abrisam tidak kembali, entah kemana pria itu pergi.
Drrtt,, drrtt.
Getaran ponsel di atas nakas mengagetkan Shafia.
"Hallo Ayah," sapanya.
[Kamu masih di kamar Hotel sayang?]
"Iya Ayah. Ini Shafia masih di dalam kamar, sebentar lagi Sahfia turun ke bawah."
[Baiklah sayang, kami menunggu mu]
"Siap Ayah."
Usai berbicara dengan sang Ayah di telefon, Shafia bergegas menuju restaurant.
Sepanjang jalan gadis manis itu tidak henti-hentinya mengomel, ada saja yang di ucapkannya.
"Apa pria itu lupa jika sudah menikah?"
"Kemana saja ia semalaman? Tidakkah pria itu berfikir bagaimana perasaan ku?"
"Awas saja jika bertemu kembali jangan harap aku akan bersikap baik, huh."
Dan masih banyak lagi umpatan yang Shafia lontarkan.
Kini Shafia sudah berada di sebuah Restaurant, di mana seluruh anggota keluarga baik kedua orang tuanya maupun keluarga suaminya berkumpul untuk sarapan.
"Pagi semuanya," sapa Shafia yang baru saja sampai.
"Maaf aku telat," ucapnya tidak enak hati.
Mereka yang melihatnya hanya tersenyum merasa gemas.
"Pagi juga sayang," balas Arqa dan Aina juga di ikuti oleh Nyonya Qiemyl beserta keluarga besarnya.
Sarapan pagi berlangsung tenang, tidak ada keributan atau canda tawa. Hanya sesekali ada pertanyaan seputar masalah pesta kemarin dari Nyonya Qiemyl.
Usai sarapan bersama, kini kedua keluarga tersebut menuju parkiran mobil yang berada di hotel.
Semua anggota keluarga menaiki mobil mereka masing-masing, Shafia yang ditinggal pergi Abrisam tentu ikut naik satu mobil dengan orang tuanya. Tujuan perjalanan Mereka yaitu Rumah Utama.
Nyonya Qiemyl sebenarnya tahu apa yang terjadi pada pasangan yang baru saja resmi menjadi suami istri terebut. Dia akan membicarakan kesepakatan dan syarat yang harus di lakukan kedua anak muda itu ketika tiba nanti.
Di dalam mobil yang di tumpangi Nyonya Qiemyl terdapat Ririn dan Adnan ikut semobil. Suasana hangat selalu terasa jika mereka bersama.
"Mami yakin dengan keputusan Mami?" tanya Ririn pada ibu mertuanya.
"Yakin atau tidak Mami akan tetap berusaha," jawab Iriana.
"Abrisam masih sangat sensitif dengan keadaan sekitar apalagi sikap tertutupnya yang tidak mau terbuka dengan siapapun sangat bertolak belakang dengan gadis itu," lanjutnya berbicara.
"Apapun itu, yang jelas Adnan hanya ingin yang terbaik bagi putra Adnan, Mih." Ucap Adnan lirih
"Apa Shafia bisa membawanya keluar dari traumanya?" sambung Ririn bertanya.
Wanita itu sangat terpukul akan kondisi mental putranya. Ibu mana yang tidak merasakan sedih melihat anak satu-satunya harus menanggung beban yang jelas bukan salahnya.
"Katakan pada Mami sebenarnya apa yang terjadi, sayang!" pinta Nyonya Iriana pada menantunya.
"Aku tidak bisa memberi tahu kalian sekarang, tunggu waktu yang pas." Jawab Ririn enggan berkata jujur
Tidak ada lagi percakapan selama perjalanan, semuanya fokus pada pikiran masing-masing.
Kurang lebih dua puluh menit perjalanan yang ditempuh menuju Rumah Utama, akhirnya mereka sampai juga.
Semua turun dari mobil yang berhenti tepat di halaman depan yang sangat luas.
"Selamat pagi, Nyonya besar dan lainnya." Sapa seorang kepala pelayan menyambut kedatangan mereka
"Silahkan masuk!" sambungnya memberi jalan.
Semua anggota keluarga masuk ke dalam kediaman setalah menjawab sapaan dari kepala pelayan tersebut.
Tuan rumah yang lebih dulu masuk mempersilahkan agar semuanya berkumpul di ruang tamu.
Shafia beserta orang tuanya juga ikut duduk bersama.
.
.
#Ruang Tamu
"Shafia sayang, kemarilah duduk di samping nenek!" pinta Nyonya Iriana pada cucu menantunya.
Shafia yang masih ragu-ragu tidak langsung mendekat.
Arqa yang mengerti sikap putrinya segera merangkul pundak Shafia menenangkan, gadis itu akhirnya mau setelah sang Ayah mayakinkannya jika semua baik-baik Saja.
"Kemarilah!" seru Nyonya Iriana menepuk tempat duduk disampingnya.
"I-iya Nyonya," jawab Shafia gugup.
Gadis manis itu melangkah pelan menuju sofa panjang di mana Nyonya Iriana Duduk. Dia tidak berani mengangkat wajahnya, rasa takut dan gugup bercampur jadi satu.
"Jangan panggil Nyonya, panggil saja Nenek! Ok." Pinta Nyonya Iriana sembari tersenyum
"Ba-baik Nyo, eh Nenek." Shafia masih sungkan menyebut wanita tua disampingnya tersebut dengan sebutan Nenek.
"Tenanglah! Aku tidak akan menyakiti mu, apa wajah tuaku ini terlihat begitu menakutkan? Sampai kau jadi gugup seperti itu?" kekeh Nyonya Iriana merasa lucu.
"Haa ... tidak Nenek. Aku--, aku hanya sedikit gugup saja, haha." Kilah Shafia menggaruk kepalanya yang tidak gatal
Semua anggota keluarga yang melihat Shafia merasa gemas, mereka tahu jika gadis itu masih belum terbiasa.
"Sudah-sudah jangan membuat menantu kita jadi salah tingkah, mungkin dia hanya belum terbiasa saja" ucap Adnan mencairkan suasana.
Semuanya langsung tertawa, sementara Shafia hanya tersenyum kecil menahan malu.
Masih seperti mimpi baginya, tiba-tiba saja sudah menikah dan bahkan keluarga suaminya sangat terpandang dan dikenal banyak orang.
Mungkin Shafia akan sedikit canggung karna harus berbaur dengan keluarga besar tersebut.
"Oh iya, Shafia. Dimana Abrisam? Sejak tadi pagi waktu sarapan kami tidak melihatnya ikut sarapan bersama."
🍃🍃🍃🍃🍃
Ayo Dukung Author Yaa😉
Dengan like, komen, vote dan hadiaj jangan Lupa.
Salam Author🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Duuhhh thor aku jadi penasaran nih cerita disebalik perjodohan mereka,,Ada apa sih dengan suami nya sebenarnya??!!Apa yg tlah terjadi??🤔🤔🤔
2022-11-21
2