Malam semakin larut, suasana kamar terasa asing dan tidak nyaman di rasakan Shafia.
Ruangan yang sudah di sulap menjadi kamar pengantin nampak begitu indah. Tempat tidur di hias penuh dengan bunga mawar, aromanya yang wangi mampu menenangkan pikiran.
Meski terlihat indah, namun tidak membuat pengantin wanita itu bahagia. Baginya, ini adalah kesalahan terbesar yang pernah ada dalam hidupnya.
Mengapa takdir begitu kejam mempermainkan garis hidupnya? Pernikahan ini benar-benar menguji kesabaran Shafia, bolehkah dia menolak?
Aku harap ini semua hanya mimpi, ya Rabb. Ucap lirih Shafia berbicara dalam hati
Entah bagaimana perasaan gadis itu sekarang, niat awal ingin memberi kabar bahagia atas kelulusannya ketika mengikuti tes masuk Universitas beberapa bulan lalu, malah harus di kejutkan dengan berita akan pernikahannya yang justru Shafia sendiri tidak tahu.
Sebuah keputusan gila yang harus di terimanya mampu menghancurkan harapan besar yang sudah lama di impikannya.
Masih sangat jelas tersimpan dalam ingatannya bagaimana ayah dan ibunya memohon agar Shafia mau menerima pernikahan ini.
.
.
#Flasback
"Sayang percayalah, Ayah tidak ingin kamu cepat menikah. Tapi Ayah juga tidak bisa berbuat Apa-apa, Ayah telah gagal. Maafkan Ayah," ucap lirih Arqa.
"Kamu boleh membenci Ayah tidak berguna ini, kamu berhak untuk marah. Ayah benar-benar sangat menyesal, sayang."
Arqa sungguh di buat dilema dengan keputusannya sendiri, hancur sudah kehidupan tenang yang selama ini ia bangun sebab ia sendiri yang menanam duri dalam keluarganya.
"Shafia sayang, anak Ibu. Maafkan atas kesalahan Ibu dan Ayah, Ibu juga sangat menyesal, hati Ibu sakit jika harus membiarkan kamu menikah."
"Ibu tidak berdaya, kesalahan yang terjadi di masa lalu membuat Ayah mu harus mengambil keputusan tanpa bertanya padamu terlebih dahulu"
Aina tidak lagi berucap, dia hanya bisa meneteskan air mata. Entah sudah seperti apa perasaan pasangan suami istri tersebut.
#Flasback Off
.
.
Ya Allah kuatkanlah hati ku, teguhkanlah iman ku.
Shafia tidk lagi memikirkan perkataan kedua orang tuanya yang memohon padanya agar mau menerima kehidupan yang tidak pernah sekalipun dia harapkan.
"Ingat harus kuat Shafia," ucapnya seraya menguatkan diri.
"Kamu pasti bisa" lirih gadis itu.
Tanpa terasa air mata jatuh membasahi pipinya, sungguh ini bukan kehidupan yang di inginkan Shafia.
Dia masih mau hidup sendiri, melakukan semua yang di impikannya selama ini. Tetapi, semua tidak lagi sama, mungkin sudah takdirnya harus cepat menikah.
BRAKK
Shafia yang masih saja meratapi nasibnya, harus tersentak kaget mendengar suara pintu yang di buka secara paksa.
"Astagfirullah," kagetnya seraya mengusap pelan dadanya.
Pelakunya sudah pasti Shafia tahu. Siapa lagi kalau bukan pria yang kini sudah SAH menjadi suaminya.
Sungguh sangat menguji kesabaran dan mulut pedasnya agar tidak mengeluarkan kalimat yang tidak baik. Tetapi, kali ini sudah di ambang batas.
"Kamu ... Apa kamu tidak punya mulut untuk mengucap salam?" dengus Shafia kesal menatap tajam ke arah pria tampan yang masih berdiri di ambang pintu.
"Kenapa kamu suka sekali tidak sabaran? Apa kamu mau membuat ku mati dengan terkejut?" berang Shafia yang lagi-lagi kesabarannya harus di uji, bahkan setelah menikah pun sikap pria itu tetap saja masih sama.
Alih-alih bukannya menjawab, pria itu malah tertawa tanpa dosa, ia sangat suka menjahili Shafia.
Gadis cantik yang sering ia ganggu itu benar-benar sudah kehabisan akal menghadapi perilakunya.
"Ckck, kamu yang aneh. Memangnya apa yang sedang kamu lamunkan? Bahkan kedatangan suamimu saja tidak tahu," cebik Abrisam mengejek.
"Mengapa kamu sampai melamun? Apa kamu tidak takut tiba-tiba kesurupan?" imbuhnya.
"Bukan urusan mu, benar-benar pria yang menyebalkan."
Lagi-lagi Shafia hanya bisa mendengus kesal, bukan tanpa alasan dia begitu, semua karna pria yang jadi suaminya tersebut.
Abrisam tidak marah melihat sikap istrinya, justru ia memang sangat suka melihat Shafia kesal.
"Heh, kamu pikir bisa kabur dariku, hmm?" sindir Abrisam mencibir.
"Sudah aku katakan bukan, jika kamu menolak lamaran ku, maka aku akan berbuat apa saja agar kamu mau menerima pernikahan ini" lanjutnya dengan senyum yang sulit di artikan istrinya.
Shafia yang melihatnya hanya bisa menarik nafas dalam dan membuangnya perlahan, dia tentu tidak bisa apa-apa jika Abrisam mulai mengancamnya.
Semua berawal dari tiga bulan lalu, dimana Shafia baru saja lulus sekolah. Waktu itu tepat seminggu setelah acara kelulusannya berakhir, Shafia meminta izin pada Ayah dan Ibunya untuk pergi keluar Negri dengan alasan berlibur.
Tentu saja permintaannya langsung di setujui, dengan syarat ketika tiba di sana harus bisa menjaga diri dengan baik. Shafia tidak pergi sendiri, ada dua anak gadis yang ikut bersamanya, dan mereka merupakan sahabat Shafia sedari kecil.
Niat awal Shafia keluar Negri bukanlah untuk liburan, tujuannya kesana adalah mengecek beberapa Universitas yang kabarnya sangat bagus dan tentu cukup terkenal.
Sehari setelah Shafia mendapat izin dari kedua orang tuanya, dia langsung berangkat hari itu juga. Sudah pasti kedua sahabatnya juga ikut pergi.
Dan ketika sampai di Negara tersebut, Shafia beserta kedua sahabatnya langsung pergi melihat beberapa Kampus yang akan mereka tempati. Di Sana sudah ada tiga Kampus yang menjadi pilihan ketiha gadis itu, tidak ingin menunggu lama lagi mereka segera memutuskan di Kampus mana akan kuliah nanti.
*Cornell University*
Kampus pilihan Shafia dan kedua sahabatnya.
Mengingat syarat agar bisa masuk kuliah harus ada persetujuan dari pihak orang tua, tentu Shafia akan mengatakannya berharap Ayah dan Ibunya mengizinkan.
Anak gadis yang sangat dimanja itu sudah pasti akan sedikit sulit bila harus berpisah jauh dari kedua orang tuanya. Shafia yang terbiasa selalu bersama dengan sang Ayah juga Ibunya, sudah pasti harus belajar hidup mandiri demi masa depan dia akan berjuang keras.
Dari Negara itu juga awal masalah Shafia di mulai, bertemu dengan seorang pria dingin, keras kepala dan bermulut pedas.
Jika harus menceritakan kisah awal pertemuan mereka tentu akan sangat panjang dan ceritanya tidak selesai.
Shafia dengan cepat mengusir jauh ingatan kejadian konyol itu, kembali menatap Abrisam yang duduk santai di sofa panjang samping tempat tidur.
Pria tampan itu menatap intens wajah Shafia sembari tersenyum tipis seakan ingin melakukan sesuatu.
"Kamu ..." tunjuk Shafia pada suaminya.
"Sudahlah, aku tidak mau berdebat. Kamu yang mandi duluan atau aku?" tanyanya mulai merasa seluruh tubuhnya sangat lengket.
"Terserah, lagi pula aku rasa ..." jawab Abrisam terhenti.
Ia bangkit dari sofa melangkah pelan menghampiri Shafia.
"Akan lebih menyenangkan jika mandi bersama," bisiknya menggigit kecil daun telinga sang istri.
DEG
Ayah ... aku mau pulang. Teriak Shafia dalam hati
Wajah gadis itu sudah merah bak kepiting rebus, antara marah dan juga malu. Sedetik kemudian matanya mulai berkaca-kaca seperti akan menangis. Abrisam yang melihatnya mulai salah tingkah, apa yang salah? Pikirnya
Mampus kau Ris, anak orang mau nangis' Bathin Abrisam
*Bugh..
Bugh*..
"Aww, aww ... Sakit Sha. Galak banget jadi istri," jerit Abrisam meringis sakit kepalanya di timpuk Shafia menggunakan bantal.
"Syukurin. Masih untung pukul pake bantal, coba kalau pake batu udah pecah tuh kepala" ketus Shafia berjalan masuk ke dalam kamar mandi.
Brak!
Bunyi pintu kamar mandi begitu nyaring ditutup Shafia dengan keras.
Ckck, benar-benar kucing yang nakal.
Abrisam tertawa melihat tingkah Shafia yang menurutnya sangat lucu.
🍃🍃🍃🍃🍃
Jangan Lupa Like & Komennya.
Ikut Ramaikan😄
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Apa meeka udah saling kenal sebelumnya ya??!
2022-11-21
0