Adam & Hawa

Adam & Hawa

Chapter l

"Maafkan aku, Oppa. Aku tidak bisa menuruti permintaanmu. Untuk saat ini, aku masih ingin menata hati untuk bisa berhadapan denganmu. Dan ketika aku sudah siap, kita bisa bertemu kembali. Semoga kamu bahagia dengan pilihanmu sekarang, Oppa. I love you, Oppa."

...----...

"Apa maksudnya? Bukannya semalem lo pergi itu buat ketemuan sama Hawa? Mana gak ngajak-ngajak gue lagi? Wah, bener-bener menyebalkan sekali lo, ya, Bim!" Adam mengusap wajahnya kasar. Entah kenapa dia merasa marah ketika tahu, bahwa manajernya bertemu dengan wanita yang dia sukai.

Bima mengernyitkan dahinya bingung. Ada apa dengan Adam? Dan kenapa Adam seperti marah kepadanya?

"Eits, tunggu dulu! Gue kemaren itu beneran pergi bareng temen-temen gue dan waktu malem kita nongkrong di Pendopo Lawas, nggak sengaja ketemu sama Hawa. Jadi, ya kita duduk semeja bareng sama yang lain. Jujur gue juga nggak nyangka bisa ketemu lagi sama Hawa di sana," terang Bima, sambil membereskan peralatan, serta baju Adam, lalu dimasukan ke dalam koper. Pekerjaan mereka sudah selesai dan waktunya mereka untuk pulang.

...------...

"Kenapa tak menghubungiku? Aku, kan, bisa langsung datang saat kamu menghubungiku. Tolong, Hawa! Jangan menyiksa diri kamu sendiri. Katakan jika kamu ingin bertemu denganku!"

"Aku ... aku hanya tidak ingin mengganggumu, Oppa," elak Hawa.

"Maafkan aku, jika selama 2 minggu ini tidak menghubungimu. Aku hanya tidak tahu harus berkata apa saat bertemu denganmu. Diri ini terlalu malu setelah ditolak olehmu. Jujur, hatiku cukup terluka saat itu. Tapi, setelah 2 minggu tidak melihatmu ... Aku sadar, kalau sudah benar-benar jatuh hati padamu," ungkap Adam jujur.

Adam menggenggam tangan Hawa lembut.

Tangan mereka kini saling bertaut, bahkan air mata sudah membasahi pipi kedua insan tersebut. Mereka terlalu mencintai satu sama lain, tetapi memilih memendamnya sehingga membuat mereka menderita sendiri.

"Hawa. Apa kamu mau menjadi kekasihku?" tanya Adam gugup.

Netra Adam menatap tegas ke arah Hawa, tanpa ada keraguan sehingga gadis itu kembali menitikkan air mata. Tangannya pun bergerak menghapus cairan bening yang sudah lancang membasahi wajah Adam. Dengan bibir bergetar menahan isak tangis, Hawa mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Adam.

Melihat itu, Adam langsung meraup tubuh Hawa dalam pelukannya.

"Terima kasih, Sayang! Terima kasih, sudah bersedia menjadi kekasihku. Aku janji akan menjaga kepercayaan kamu."

Hawa melepaskan rengkuhan mereka. Pipinya berubah merah merona karena malu.

"Berarti, kita sekarang sudah resmi jadi sepasang kekasih, kan?" tanya Adam.

"Nggak tau,"

"Yakh, mana bisa begitu? Kan, tadi kamu sudah mengangguk. Berarti tandanya kita sudah pacaran. Jangan bikin saya marah, yah sayang! Mau aku cium kamu kamu sekarang juga?" ancam Adam.

Hawa langsung berdiri, dan berniat pergi menjauh dari jangkauan Adam. Tetapi, ia tidak bisa melakukannya, karena Adam sudah memerangkap tubuh kecilnya dalam rengkuhan.

"Eits, tidak bisa! Kamu tidak bisa lari lagi dariku, karena aku sudah mengikatmu dengan cintaku. Hahaha

...------...

"Lo nggak akan mempermainkan dia, kan? Seperti lo mempermainkan mantan-mantan lo dulu." Desak Bima.

Adam menolehkan kepalanya, lalu melihat ke arah sang manajer yang sedang menunggu jawaban pertanyaan dari pria tersebut.

"Maksud lo apa, bertanya seperti itu?"

"Gue tau kalau selama ini lo pacaran itu, cuma buat seneng-seneng doang. Tapi, please! Tidak untuk dia."

Adam semakin tidak mengerti, apa maksud dari ucapan sang manajer.

Iya, dia akui kalau selama ini ia pacaran hanya untuk bersenang-senang saja. Namun, semenjak mengenal gadis itu, dia sudah lupa akan segalanya. Yang ia inginkan sekarang adalah selalu bersama dia setiap waktu, bahkan sekarang pun, ia sudah merindukan sang kekasih.

"Gue chat dia, ah! Siapa tau dia lagi nggak sibuk," cetus Adam.

Ia langsung mengeluarkan ponsel, lalu mencari nomor kontak kekasihnya.

Bima yang merasa diabaikan langsung merebut ponsel Adam.

"Bang, apa-apaan sih? Gue mau chat Hawa, jadi balikin ponsel gue!"

"Lo belum jawab pertanyaan gue?"

"Pertanyaan yang mana, sih?"

"Ckckck. Nggak usah pura-pura bego deh, lo. Gue yakin lo tadi denger ucapan gue. Jadi, jawab sekarang juga!" Hardik sang manajer.

Ia menghela nafas, lalu matanya menatap datar Bima.

"Gue mau tanya dulu sama lo, Bang?" tanya Adam sambil memangku tangannya.

"Apa?" jawab Bima.

"Kenapa Lo sekhawatir itu, sama dia? Lo lagi nggak berniat menusuk gue dari belakang, kan Bang?" tuduh Adam.

"Astaghfirullah. Kenapa lo tega banget nuduh gue kaya gitu?" tanya Bima tak mengerti.

Bima menyugar rambut frustasi. Sedangkan Adam hanya diam, tak merasa bersalah dengan ucapannya. Justru, ia penasaran apa yang akan Bima katakan.

"Oke, gue bakalan jujur sama lo. Iya, Dulu gue emang sempet, suka sama dia, tapi ... tunggu dulu! Jangan marah dulu." Sergah Bima saat melihat Adam yang bangun dari kursi.

Adam menatap sengit manajernya. Beruntung, mereka sekarang sedang berada ruangan tertutup. Coba kalau ada yang denger, bisa jadi gosip nanti.

"Tapi itu dulu! Sebelum gue tahu, kalau dia cinta sama lo. Makanya, gue berharap banget sama lo, untuk tidak menyakiti hatinya." Ungkap Bima.

TBC

Yuk lanjut baca ceritanya. Dijamin nggak bakalan nyesel deh.

Terpopuler

Comments

Susana

Susana

mampir, Kak. 🙏❤❤❤

2022-07-09

0

Susana Kurnia

Susana Kurnia

mampir, Kak.

2022-07-07

1

Riena El Fairuz

Riena El Fairuz

asyik ada cerita baru lagi

2022-03-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!