CHAPTER 9

"Seseorang pernah mengatakan, bahwa ajal adalah teman yang paling dekat. Untuk itu, kita harus selalu mengingat. Cepat atau lambat kematian akan menghampiri di waktu yang tepat. "

~ Huwaida Ayduha ~

❤ Happy reading ❤

***

Seorang pemuda tersenyum merekah ketika melihat wanita paruh baya yang duduk di sofa kamarnya. Wanita itu terlihat fokus membaca buku sehingga tak menyadari kehadirannya.

Perlahan ia mendekat, kemudian ....

Cup

Wanita yang melahirkannya itu tersentak dan menatap pemuda yang sangat di cintainya. Yang sudah sering mencium pipinya.

"Ya Ampun, ngagetin aja deh. Nakal yaa ...." Suara lembut tapi tangannya terangkat menarik telinga putranya.

"Ampun Umi, maafin Dhika," ucapnya memelas dengan wajah meringis. Wanita itu melepaskan tangannya lalu Dhika duduk di sebelahnya.

"Makanya jangan suka ngagetin Umi." Dhika terkekeh. "Abisnya Umi kebiasaan, fokus banget kalau baca buku."

"Seru ceritanya," sahut wanita itu sembari tersenyum dengan mata berbinar. Dhika menatap Uminya dengan penuh cinta. Mengingatkan diri bahwa dugaannya mungkin bisa saja terjadi dan benar!.

Uminya mulai bercerita dengan heboh kisah cinta islami yang ia baca di buku novel. Uminya memang selalu begitu. Kalau tidak bercerita panjang lebar, ya ceramah dengan tangan yang ikut berperan.

Dhika hanya diam sembari matanya menatap tapi tak memperhatikan. Tak terlalu mendengarkan cerita karena ia justru asik menatap wajah Uminya yang teduh seolah menentramkan jiwa.

"Oh iya, apa kabarnya anak Ummi? Sehat?" Dhika terkekeh. Umminya baru ingat menanyakan kabar.

"Alhamdulillah sehat Mi, kalau Ummi gimana? Asam lambung masih suka naik?"

"Alhamdulillah sehat. Enggak kok."

"Alhamdulillah," ucap Dhika sembari tersenyum. Ia lalu menjatuhkan kepalanya di pangkuan wanita itu. Tangan Umminya terangkat mengusap rambutnya.

"Ada apa Dhika?" Wanita yang sudah tua itu, tapi masih terlihat cantik dengan wajah bersahaja sangat mengerti putranya. Sejak tadi ia tau, bahwa Dhika sebenarnya ingin bercerita tapi diam dan membiarkan Umminya lebih dulu berceloteh ria.

"Jatuh cinta itu gimana rasanya? Trus kalau belum bisa menghalalkannya, gimana caranya supaya gak mikirin dia mulu?" Wajah tampan itu bertanya dengan polos. Di sambut tawa kecil dari Umminya.

"Kok ketawa Mi? Dhika serius ...." ucapnya manja.

"Iya iya maaf, lucu aja seorang ustad Dhika yang terkenal banyak tau tentang agama justru nanya hal yang kayak gini."

"Ummi ...." Wajahnya mendongak. Menatap ke atas, wajah Umminya yang masih terlihat menahan tawa.

"Kan gak ada yang pernah ngajarin tentang hal kayak gitu. Selama ini semua masyarakat selalu menasehati tentang larangan dan perintah dari Allah. Tapi gak pernah memberi nasehat gimana caranya menahan nafsu dan tips-tips lebih efisien cara menghindari Zina."

"Ada kok, meskipun gak banyak." Dhika diam menunggu ucapan selanjutnya dari Ummi tercinta.

"Kalau bisa, mending di halalkan aja Dhika. Umi juga udah pengen punya menantu," keluh wanita itu dengan nada menggoda putranya.

"Bukan Ummi, ini pertanyaan dari salah satu jamaah Dhika." Ummi menatap Dhika dengan alis turun naik.

"Iya maaf, Gak jadi boong deh. Dhika cuma sekali ketemu. Gak sengaja ke tabrak. Gak tau namanya dan asalnya."

"Kok bisa?"

"Gak tau Ummi, Dhika jadi selalu keinget dia mulu. Sholat sampai gak khusyu!"

"Astaghfirullah Dhika, coba puasa aja deh dan terus lakukan aktivitas bermanfaat biar gak keinget terus. jangan lupa juga sholat tahajud. Berdoa kalau memang jodoh, minta segera di pertemukan. Umur anak Umi ini juga udah waktunya nikah kok."

Dhika diam, menanggapi sembari tersenyum. "Umi gak nanya gadis itu kayak apa?" Umminya menggelengkan kepala.

"Tapi Ummi pengen nanya hal lain." Dhika menatap wanita berwajah teduh itu dengan intens.

"Kalau suatu saat Dhika berjodoh dengan seorang wanita yang dulunya ia sangat kotor tapi sudah hijrah. Dhika terima?" Dhika bangun dari rebahan dan menatap Umminya dengan alis yang bertaut.

"Ummi gak mungkin mau jodohin Dhika 'kan?"

"Nggaklah! Ummi cuma nanya." Umminya tertawa kecil.

"Entah Mi, Dhika gak yakin." Umminya terdiam dengan mata menerawang. Membuat Dhika mengernyit heran. Ada sedikit sorot mata kekecewaan.

"Kakakmu sibuk banget ya sampai gak nemuin Ummi udah lama," keluh Umminya dengan raut wajah sedih.

"Ntar, Dhika datangin Kakak ke apartemennya deh. Jangan sedih Ummi, kan Ummi tau, kakak itu sibuk banget ngurusin perusahaan Abi." Wanita itu mengangguk.

***

Sebuah pemakaman umum dengan suasana langit mendung membuat sekitarnya terlihat menyeramkan. Tapi tak membuat dua wanita yang ada di salah satu makam di sana ketakutan.

Asma dan Ida baru selesai membaca doa untuk Ummi Maryam. Tangan Asma mengusap batu nisan dengan nama orang yang di cintainya itu.

"Ummi maaf, Asma sempat menyimpang dari jalan Allah," lirih Asma dengan air mata yang terus mengalir di pipi. Ida mengusap punggungnya dengan lembut.

"Tapi Asma janji Mi, Asma gak akan keluar dari jalan Allah lagi. Asma akan terus percaya dan berprasangka baik sama Allah ...."

Asma mengecup pelan batu nisan itu, lalu berdiri di gandeng Ida. Mereka menuju mobil yang berada tak jauh dari pemakaman itu.

"Kayaknya mau hujan yaa?" gumam Ida.

"Iya, nanti kita gantian dan pelan-pelan aja bawanya. Kalau gak kuat juga kita nginap di Hotel." Ida menatap Asma dengan sorot mata iba. Sebenarnya mereka bisa saja menginap lagi di panti asuhan itu tapi Ida tau, Asma takut jika di tanyakan lagi mengenai orang tua angkatnya. Ia tak mungkin menceritakan yang sebenarnya pada Aisyah dan tak suka berbohong, jadi ia memilih menghindar.

Asma lalu masuk mobil dan duduk di belakang kemudi. Menghembuskan napas kasar lalu mengerjapkan mata. Mengusir air mata untuk turun lagi membasahi netra.

"Yakin mau nyetir? Gak aku aja nih?" tawar Ida lembut.

"Aku aja Da, aku cuma mau menenangkan diri bentar yaa." Ida mengangguk lalu suasana hening. Larut dalam pikiran masing-masing.

"Seseorang pernah mengatakan, bahwa ajal adalah teman yang paling dekat. Untuk itu, kita harus selalu mengingat. Cepat atau lambat kematian akan menghampiri di waktu yang tepat."

"Ya, kamu bener Da. Kita harus selalu bersiap menghadapi kematian yang bisa datang kapanpun."

Mereka sama-sama menatap kosong ke sembarang arah. Lalu Asma menginjak pedal gas dan melaju dengan kecepatan sedang.

"Kalau mau tidur, tidur aja Da." Ida mengangguk tapi tangannya masih memainkan ponselnya. Asma hanya tersenyum melirik sahabatnya.

"Kenapa senyam-senyum? Ntar ke sambet!" ucap Ida dengan nada mengejek.

"Gak papa kok," sahut Asma dengan senyum penuh arti.

"Ada bau-bau mencurigakan!" hidung Ida mengendus mendekati tubuh Asma. Asma tertawa dengan mata menatap ke depan sambil sesekali melirik Ida.

"Apaan sih Da ...."

"Gak papa kok," sahut Ida. Membalas ucapan Asma. Membuat wanita dengan manik mata biru itu menggelengkan kepala.

Bersambung

Tap jempolnya yaa❤

Terpopuler

Comments

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

SEMOGA ENGKAU ISTIQOMAH DGN HIJRAH YG LO JALANI, TTP DI JALAN ALLAH, DN SLLU HUSNUDZON DGN TAKDIR ALLAH..

2023-07-21

0

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

USTADZ DHIKA PASTI ADIKNYA RENO...

2023-07-21

0

Bunda Rama Poenya

Bunda Rama Poenya

perasaanku mengatakan Reno itu kakaknya dhika

2023-05-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!