Setuju

"Apa?! Anin hamil?" ucap Dama kaget.

"Iya, Nak. Musibah telah menimpa sahabatku, dan juga sahabatmu. Tolonglah mereka," kata Baskara.

"Maksud Papa apa?" tanya Dama tidak mengerti.

"Menikahlah dengan Anin," pinta Baskara.

Dama tersentak mendengar permintaan papanya sendiri. Menikahi sahabatnya sendiri, bukan impian dari Dama. Terlebih ia sendiri sudah punya kekasih hati yang sangat dicintai.

"Papa sadar, kan?" tanya Dama.

"Maksudmu apa? Kamu kira Papa ini mabuk?" ucap Baskara.

"Papa sudah tahu aku punya kekasih, dan aku berniat untuk melamarnya. Bagaimana mungkin Papa menyuruhku untuk menikahi Anin. Dia sahabatku, Papa," tutur Dama dengan kesal.

"Dama! Keluarga Baskoro sudah lama membantu kita. Hidup mewahmu selama ini karena belas kasihan dari ayah Anin saja. Lagian dia sahabatmu, kan?"

Dama menggeleng, "Tidak! Aku menolak pernikahan paksa ini. Meski Anin adalah sahabatku sendiri."

"Dama! Kamu harus menikahi Anin. Setidaknya sampai dia melahirkan bayinya. Tolonglah Papamu ini, Dama," pinta Baskara dengan memelas.

Baskara menjadi tidak enak jika menolak permintaan sahabatnya. Baskoro selalu membantu, dan kali ini sahabatnya tengah kesusahan. Menikahkan Dama dengan Anin, adalah cara satu-satunya untuk membalas kebaikan dari sahabat itu.

"Jangan buat malu Papa, Dama. Hanya kamu satu-satunya harapan Papa. Tolonglah keluarga Anin. Dia membutuhkan sahabatnya sekarang," tutur Baskara.

Dama terdiam mendengar keluh kesah dari sang papa. Ia sangat mengetahui kebaikan dari ayahnya Anin, tetapi ini masalah pernikahan, dan bukan hal yang main-main.

Air mata mengenang di kelopak mata Baskara. Pria paruh baya itu memohon dengan sangat putra satu-satunya menurut. Dama merasa tidak tega untuk menyakiti pria yang selama ini membesarkannya. Papanya adalah orangtua tunggal. Berperan sebagai ibu serta ayah sekaligus untuknya.

"Baiklah jika itu keinginan Papa. Aku akan menikahi Anin," ucap Dama.

Mata Baskara langsung berbinar mendengarnya. "Benarkah itu, Nak?"

Dama mengangguk, "Iya, Pa."

Baskara langsung memeluk Dama. Ia begitu bahagia mendengar permintaannya dikabulkan. Dengan begini, semua hubungan akan terselamatkan.

Keluarga Baskoro tidak akan menanggung malu terhadap orang-orang di luar sana, dan Baskara merasa senang karena bisa membantu sahabatnya.

"Papa akan kabari berita bahagia ini. Baskoro pasti sangat senang," ucapnya sembari meraih ponsel untuk menelepon.

Dama beranjak meninggalkan papanya, dan masuk ke dalam kamar tidur. Ia masih tidak percaya dengan semua ini. Terlebih sahabatnya sendiri hamil di luar nikah, dan ia yang kena getah dari perbuatan itu.

"Anin bukan wanita seperti itu. Rasanya tidak mungkin dia sampai hamil. Apa mungkin dia berpura-pura?" Dama menggeleng, "aku sahabatnya, dan aku tahu tentang dia."

Dama mondar-mandir sembari memikirkan kondisi Anin. Ia menjentikkan jari teringat pada Anin yang keluar dari hotel waktu itu.

"Bermalam dengan siapa dia? Pasti waktu acara itu, Anin tengah bersama pria lain. Anin! Tidak kukira kamu wanita seperti itu. Kamu pura-pura polos rupanya. Sekarang malah aku kena getah hasil perbuatanmu itu!" murka Dama.

*****

"Nak, Dama sudah setuju untuk menikahimu," ucap Baskoro.

"Maksud Ayah apa?" tanya Anin.

"Ayah meminta Dama untuk menikahimu, dan dia setuju, Nak. Syukurlah, setidaknya bayi dalam kandunganmu akan punya orangtua."

Anin masih tidak mengerti, dan tidak percaya dengan apa yang Baskoro ucapkan. Dama mempunyai kekasih, dan bagaimana mungkin pria itu bersedia menikahinya.

"Ayah serius?" tanya Anin.

Baskoro mengangguk, "Iya, tadi papanya telepon untuk memberitahu keputusan Dama."

"Astaga!" ucap Anin.

Bersambung

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***