Entah sudah berapa lama Ryan tak sadarkan diri, ia terkejut saat membuka mata dan mendapati dua anak yang diperkirakan seumuran dengannya sedang menatapnya seksama. Tubuhnya yang terbaring, bisa melihat jelas dua wajah itu di hadapannya.
"Do you speak English? Japan? Mandarin? Rusian? Or ... Indonesian?" tanya gadis bermata bulat.
"English," jawab Ryan gugup.
"Where do you come from?" tanya seorang anak lelaki berwajah Asia kebulean menatap Ryan lekat.
"Mm ... Swiss," jawabnya kaku.
Terjemahan.
"Oh. Hai, aku Juby, dari Indonesia. Lalu sebelahku ini Rex, dari Rusia. Kamu siapa?" tanya Jubaedah dengan senyum manisnya.
Ryan bangun perlahan dan menatap dua kawan barunya dengan senyuman.
"Aku Ryan Giamoco. Panggil saja, Ryan," jawabnya seraya mengajak berjabat tangan. Jubaedah dan Rex menyambut jabat tangan itu. "Apa kalian tahu, kita ada di mana?" tanya Ryan melihat sekitar di mana sekelilingnya hanya berupa dinding dari batu.
"Entahlah. Namun yang pasti, kita berada di sebuah dunia, di mana para monster hidup," jawab Rex seraya mengambil sebuah pisang di atas koper yang selalu ia bawa lalu mengupasnya. Ryan menelan ludah.
"Kau punya pisang berapa? Aku lapar," tanyanya lugu.
Jubaedah memberikan tiga buah pisang pada Ryan. Terlihat pemuda itu senang dan langsung menyantapnya dengan tergesa.
"Hati-hati. Kami belum menemukan air sejauh ini. Beruntung, kami bisa membawa pisang-pisang ini saat melarikan diri dari hewan lucu pemakan daging di hutan," jawab Jubaedah duduk di hadapan dua anak lelaki di depannya dengan beberapa sisir pisang ditumpuknya.
"Kalian hebat bisa bertahan sejauh ini. Aku kira ... aku akan mati tadi," jawab Ryan seraya meletakkan kulit pisang di depan lipatan kakinya dengan pandangan sayu.
"Ponselku tidak berfungsi di tempat ini. Namun, jika kita bisa masuk kemari, kita juga pasti bisa keluar. Masalahnya, kita tak tahu di mana pintu keluarnya," jawab Rex ikut menumpuk kulit pisang di atas kulit pisang milik Ryan.
"Kita harus terus bergerak. Jika ada hewan sebesar itu di tempat ini, pasti wilayah ini sangat luas. Juby jadi teringat cerita dongeng yang sering diceritakan bang Otong," timpal gadis itu dengan wajah polosnya.
"Tentang apa?" tanya Ryan penasaran seraya mengunyah pisang yang baru saja dikupasnya.
"Di tempat ini ada naga. Lalu sebelumnya, Juby dan Rex bertemu hewan aneh yang belum pernah dilihat di bumi. Lalu ... sebelum sampai di sini, kita sempat melihat ada seekor kuda, tapi tubuh bagian atasnya manusia sedang berlari kencang. Nah, dari situ Juby simpulkan, kita berada di suatu tempat yang dihuni oleh makhluk-makhluk mitos," jawabnya yakin.
"Maksudmu ... seperti ...," ucap Ryan langsung pucat seketika.
"Ya. Kemungkinan besar, kita bisa bertemu puteri duyung, atau mungkin unicorn, pegasus, elf, peri, manusia serigala, dan—"
"Oke, oke, cukup. Aku suka semangatmu, Juby, sungguh, tapi ... bisakah kita jangan membahas ini dulu. Kepalaku pusing," potong Ryan seraya memegangi kepalanya usai makan dua buah pisang.
"Oh, sorry," jawabnya meringis.
Rex hanya terkekeh karena ia cukup mengenal Jubaedah. Gadis berkulit sawo matang itu selalu terlihat ceria dan seperti tak takut, meski saat ia menjerit begitu histeris memekakkan telinga.
Sedang Rex, selalu tenang dan memikirkan apapun yang terasa janggal baginya sampai menemukan solusi untuk mengakalinya.
"Kita tidur malam ini di gua. Lalu ... kita lanjutkan perjalanan ke arah matahari terbit," ucap Rex yang terlihat sudah puas menikmati makan malamnya.
"Kita mau ke mana?" tanya Ryan terlihat ragu.
"Entahlah. Namun tujuan kami berdua sekarang adalah ... mencari mata air. Kita bisa mati kehausan jika tak minum. Apakah ... kau ingin bergabung dengan kami, atau ... ingin pergi sendiri?"
"Tentu saja ikut dengan kalian. Pertanyaan seperti itu tak perlu ditanyakan lagi. Apa kalian tega meninggalkanku sendiri di tempat ini? Hanya kalian berdua yang kupunya," jawab Ryan tertunduk sedih.
Jubaedah dan Rex saling memandang.
PUK! PUK!
Ryan terkejut saat Jubaedah menepuk kepalanya dengan senyum terkembang. "Ora popo, santai, santai, kita akan baik-baik saja," ucapnya dengan bahasa Indonesia campuran.
"Ha?" tanya Ryan bingung, tapi Rex yang paham bahasa itu hanya terkekeh.
Ryan menatap dua kawan barunya saksama saat Rex dan Jubaedah merebahkan diri di atas tanah seperti siap untuk tidur.
"Karena kamu baru bangun, ronda ya," ucap Jubaedah yang membuat Ryan makin kebingungan dengan bahasanya.
"Ron-da?"
"Kamu jadi penjaga selama kami tidur. Tak lama, nanti bertukar denganku. Biarkan aku tidur setidaknya dua jam saja. Oke?" sambung Rex dengan bahasa Inggris dan jempol kanan terangkat meski matanya terpejam.
"O ... ke," jawab Ryan pasrah.
Benar saja, dua anak itu tertidur lelap dengan cepat. Ryan yang masih terjaga memilih untuk memakan pisang untuk menghilangkan ketakutannya.
"Oh! Langitnya berwarna-warni," ucapnya kaget saat separuh tubuhnya melongok ke luar bibir gua.
Ryan kagum dan keluar dari tempat persembunyian itu. Senyumnya terkembang, karena hutan yang tadinya gelap, kini berubah menjadi terang saat malam menjelang dan berwarna kebiruan.
KLETAK! KLETAK!
Ryan spontan menoleh ke asal suara. Jantungnya berdebar kencang. Matanya terbuka lebar untuk mencari tahu asal suara seperti langkah kaki kuda itu. Ryan yang panik, menggunakan pisangnya sebagai senjata seperti sebuah pisau.
"Oh!" kejut Ryan sampai melangkah mundur dan terpepet dinding luar gua ketika mendapati seekor kijang dengan cahaya berwarna keunguan di tanduknya.
Remaja itu kagum, tapi tak berani mendekat. Ia masih mengarahkan pisangnya ke depan tubuhnya sebagai senjata.
Namun perlahan, kijang itu mendekat. Ryan ketakutan, tapi ternyata hewan itu juga demikian. Ryan akhirnya menyadari jika hewan itu tertarik pada pisangnya.
"Do you want this banana? You can eat it," ucapnya ramah dan kini memberanikan diri melangkah maju secara perlahan.
Kijang itu pun mendekat meski masih terlihat ragu. Ryan meyakinkan hewan berkaki empat yang terlihat mengagumkan tersebut untuk mendekat padanya.
"Beautiful," ucapnya dengan senyum terkembang.
Kijang itu mulai menjulurkan lidah untuk menangkap pisang itu dan kemudian memakannya, meski buah itu jatuh di rumput. Namun, Ryan dengan sigap berjongkok.
Ryan memberanikan diri menyentuh tanduk kijang itu saat hewan berkaki empat tersebut asyik menikmati makannya. Ryan menjulurkan kedua tangannya dan, "Oh!" kejutnya lagi.
Kijang itu lalu melangkah mundur karena ikut terkejut. Ryan melihat kedua tangannya yang menyentuh tanduk kijang itu ikut berkilau dengan cahaya ungu seperti miliknya.
"Ini ... hal baik atau tidak ya?" tanyanya gugup saat kijang itu berlari menjauh darinya.
Remaja itu kembali ke dalam gua dan duduk menyender dinding. Ia melihat tangannya masih bercahaya. Ryan bingung dan berusaha untuk menghapusnya, tapi tak bisa.
"Apakah ini penyakit menular? Atau ... aku akan menjadi seperti kijang itu? Aku menjadi hewan?! Oh, Mama pasti akan terkena serangan jantung!" pekiknya panik.
"Ada apa? Wow!" tanya Rex membuka mata karena pekikan Ryan. Namun, pemuda Asia itu ikut terkejut saat melihat tangan Ryan yang berkilau bagai lampu. "Kenapa dengan tanganmu?"
"Aku ... aku tadi bertemu seekor kijang. Lalu ... aku menyentuh tanduknya, dan ... tanganku jadi begini. Apakah ... aku akan mati?" tanyanya pucat.
"Jangan menyentuhku," tegas Rex menunjuknya. Ryan mengangguk paham dan mengapit kedua tangan di antara pahanya. "Aku tidur lagi. Jangan keluar lagi. Aku khawatir jika kita diawasi oleh makhluk buas. Tetap di gua, kau paham," tegasnya kembali menunjuk. Ryan mengangguk cepat menurut.
Rex kembali merebahkan diri dan melanjutkan tidur. Ternyata, Ryan juga ikut memejamkan mata karena perutnya kenyang terisi pisang. Tiga anak manusia itu tertidur lelap dalam gua.
"Ryan, Ryan!" panggil seorang gadis yang membuat keturunan Giamoco itu membuka mata, meski masih merah.
"Sudah pagi. Ayo, kita pergi," ajak Jubaedah telah siap dengan sebuah kain hitam ia jadikan tas di punggung berisi pisang.
"Oke," jawab Ryan perlahan berdiri seraya mengucek matanya. "Eh! Sinarnya ... hilang," ucapnya kaget karena melihat tangannya sudah tak bercahaya lagi.
"Aku mengamatinya," sahut Rex yang membuat pandangan Ryan terfokus padanya. "Sinar itu hanya menyala saat gelap. Ketika matahari muncul, sinar itu perlahan meredup. Tadi aku mengujinya dengan menutup tanganmu menggunakan kain pembungkus pisang itu dan tanganmu kembali menyala. Jadi kesimpulannya, tanganmu adalah penerang di tempat gelap. Kerja bagus, Tuan Lampu. Kau anak yang beruntung," ucap Rex memuji.
"Benarkah?"
"Hehe, Mr. Lamp," kekeh Jubaedah karena terdengar lucu.
Entah kenapa, ucapan Rex membuat hati Ryan senang. Remaja itu juga tak keberatan dipanggil Tuan Lampu. Ryan segera berkemas di mana ia juga diminta membawa kain berisi buntalan pisang di punggungnya.
"Kopermu itu ... isinya apa?" tanya Ryan penasaran saat mereka jalan berdampingan menyusuri hutan.
"Kau akan tahu saat waktunya tiba. Sekarang, fokus cari mata air. Aku haus," jawab Rex terlihat lesu. Ryan mengangguk dan fokus dengan sekitar mencari air.
***
ILUSTRASI
SOURCE : GOOGLE
Oia 4YM lele up 1 eps dulu ya. Lagi ada ponakan di rumah soalnya jadi ... family time! Happy weekend. Ditunggu tipsnya❤️ kwkwkw😆
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 233 Episodes
Comments
Kerta Wijaya
🤟
2022-11-07
1
🏕️👑🐒 𖣤᭄Kyo≛ᔆᣖᣔᣘᐪᣔ💣
baca para netizen aja dah masalah anak siapa anak siapa yang pasti kenta anaknya tora
semangat buat anaknya aju yang belum terbit
2022-05-20
0
Rasmonika Rari
kekonyolan axton diturunkan pada rian
2022-05-10
0