Di saat Gibson dan Timo kebingungan untuk mencari cara menyeberang membawa mermaid hasil tangkapan mereka sampai ke pulau tak dikenal, di sisi lain, seorang anak laki-laki dengan wajah blasteran seperti keturunan India dan Amerika, berlari kencang menghindari serangan dari seekor naga yang menyemburkan api panas dan membakar seluruh kawasan hingga menjadi seperti ladang lava.
Ia berbicara dalam bahasa Inggris. Terjemahan.
"Oh shitt, oh shitt," umpatnya dengan nafas tersengal saat ia mendapati sebuah batu besar dan tinggi untuk menyembunyikan tubuhnya dari intaian naga api tersebut.
"GOARRRR!"
Spontan, pemuda itu menutup kedua telinganya rapat terlihat begitu ketakutan. Matanya terpejam ketika hewan raksasa itu menyuarakan raungannya hingga menggema ke seluruh wilayah.
"Hiks, Mama," tangisnya sedih saat ia harus terperangkap ke sebuah dunia yang tak diketahuinya. Perlahan, pemuda itu berjongkok karena tak tahu lagi harus melakukan apa untuk bertahan hidup. "Jika aku adalah ayah, apa yang akan dia lakukan?" tanyanya pada diri sendiri seraya menghapus air matanya yang mulai menetes karena merasa jika hidupnya akan berakhir di tempat itu.
Pemuda itu diam sejenak, hingga ia malah terkekeh geli tanpa suara saat menyadari satu hal.
"Aku tak tahu apapun tentang ayahku. Dia sudah tak ada saat aku dilahirkan. Aku hanya tahu kisahnya dan fotonya saja," ucapnya sendu.
Di markas tempat para kadal bercorak biru dan merah berada. Terjemahan.
"Siapa orang tua dari anak malang itu?" tanya Oag memantau pergerakan remaja berambut hitam berkulit putih tersebut.
Operator yang bertugas segera memeriksa latar belakang pemuda itu dari data kependudukan yang telah dirangkum oleh para manusia di dunia.
"Tak diketahui, Oag. Data kependudukan di bumi mengatakan jika ibunya bernama Nandra Khan asal India, lalu dia menetap di Swiss, tapi anak itu, berkebangsaan Amerika," jawab operator.
Oag melirik sang Jenderal yang ikut memantau jalannya permainan tersebut.
"Aku tak tahu tentang anak itu. Jika kau merasa iba atau penasaran dengannya, tandai saja dia. Lakukan sesukamu. Ini, duniamu. Semua berada dalam wewenangmu," ucap Jenderal tersebut.
"Meskipun anak-anak itu penduduk bumi? Kau merelakan mereka mati di Planetku?" tanya Oag.
Sang Jenderal diam sejenak. "Bukankah ini sudah kesepakatan antara manusia dengan ... maaf, 'alien' sejak ratusan tahun lamanya? Bahkan sudah terjalin sebelum aku berdiri di sini?" tanya Jenderal menatap kadal yang bisa berdiri dengan dua kaki tersebut saksama.
Alien yang tak bisa dilihat ekspresinya itu langsung membalik badannya. Ia menatap anak lelaki tersebut yang sudah terlihat pasrah pada hidupnya karena tak memiliki jalan keluar. Hanya dia, satu-satunya anak yang tersisa dari portal tempat ia muncul.
"Oag. Hasil pemindaian menunjukkan jika anak yang bernama Ryan Giamoco akan tewas dalam 5 menit," ucap operator.
Praktis, mata sang Jenderal melebar. "Apa katamu barusan? Giamoco?!" tanyanya langsung memekik.
Operator itu tak menjawab dan hanya menatap sang Jenderal tajam. Oag menatap pria yang tingginya hampir sama dengan tubuhnya itu melihat beberapa genangan air yang menampilkan visual seperti memindai dari ribuan anak yang masih bisa bertahan.
"Giamoco. Lalu ... Silent Gold," gumannya terlihat seperti berpikir.
"Ingin berbagi sebuah informasi, Jenderal?" tanya Oag.
"Berikan data dari portal yang menyedot anak-anak di China-Zhejiang, lalu Filipina-Cebu, Indonesia-Pemalang, Korea Selatan-Seoul, Rusia-Kaliningrad, Jepang-Kyoto, Amerika-Boston, dan ... agh, itu dulu. Berapa jumlah anak yang selamat sampai sekarang setelah memasuki permainan?" pinta Jenderal tergesa seraya menunjuk operator hewan bertentakel itu.
Oag mengangguk, dan operator tersebut segera melakukan analisis dengan tentakel di dagunya untuk menekan genangan air di hadapannya seolah ada tombol tak terlihat di sana.
"Total keseluruhan dari tempat-tempat yang kau sebutkan, masih ada sekitar 1500 anak manusia yang bertahan di seluruh zona," jawab operator.
Jenderal itu mengangguk.
"Oag. Awasi pergerakan anak keturunan Giamoco dan pemegang Silent Gold tadi. Aku ingin tahu, apakah mereka berdua bisa bertahan. Aku cukup yakin, jika keturunan dari para 13 Demon Heads itu bisa menghadapi level-level dari ujian kalian," ucapnya menatap Oag tajam.
"Memang ... ada apa dengan mereka?" tanya Oag penasaran.
"Jika orang tuanya begitu hebat hingga membuat pemerintah mengecap mereka sebagai penjahat perang atau istilah lainnya terroris, seharusnya, anak-anak itu bisa menjaga wasiat ketangguhan dari leluhurnya. Aku ingin lihat kemampuan mereka," jawab Jenderal mantap.
"Kau malah berharap mereka berhasil? Bukankah penjahat adalah musuh para polisi?" tanya Oag heran.
"Ya, ya, itu benar. Hanya saja ... ah, susah untuk diungkapkan. Mereka memang penjahat, mafia keparatt yang memporak-porandakan dunia, tapi ... aku merindukan kekacauan yang mereka buat," jawabnya tersenyum tipis.
Oag dan para kadal menatap Jenderal manusia itu dengan heran. "Kenapa kau malah merindukan kekacauan, bukan perdamaian?" tanya Oag penuh selidik.
Jenderal tersenyum. "Mungkin memang terdengar gila. Namun, alasan utamaku menjadi salah satu aparat negara di dunia militer, karena para mafia brengsekk itu. Mereka memotivasiku untuk menangkap mereka hidup-hidup, menginterogasinya, dan memenjarakannya. Hanya saja, saat aku sudah sampai di level itu, pemerintah militer malah memutuskan untuk ... membiarkan mereka dan cukup mengawasi. Yah, alasan klasik. Mereka orang kaya dan penguasa. Keseimbangan ekonomi dan politik di bumi," jawabnya kecewa.
"Di planet Mitologi, hal itu, tak berlaku," ucap Oag bangga.
Jenderal tersenyum dengan anggukan. "Oleh karena itu, para leluhurku yang bijak, membuat kesepakatan di luar nalar dengan kalian. Benar 'kan?" tanya Jenderal seraya menaikkan salah satu alis.
Oag tak menjawab. Jenderal menghembuskan nafas panjang dan semakin menatap tajam para anak-anak yang masih bertahan di seluruh zona.
Ryan Giamoco, mulai merasakan jika hawa panas di sekitarnya seakan memanggang tubuhnya. Ia lalu berdiri dan melihat sekitar.
Remaja tampan itu melihat jika ada beberapa batu yang masih bisa ia lewati dengan cara melompat secara acak untuk sampai ke wilayah yang masih ditumbuhi pepohonan seperti sebuah hutan.
Ryan melongok dan melihat naga api itu mulai berhenti berulah dan membalik tubuhnya. Ryan menarik nafas dalam dan menguatkan mentalnya.
"Jika harus mati, biarlah, tapi aku mati dengan sebuah usaha untuk tetap hidup! Argh!" erangnya menyemangati diri dan segera melompati batu-batuan yang masih kokoh belum tertelan lava.
Ryan tak menoleh ke belakang dan tetap fokus pada pijakannya. Ia melompat dengan gesit seperti memainkan sebuah permainan 'Dengkleng' dari Nusa Tenggara Barat, Indonesia.
Ternyata, pergerakan itu membuat naga api tersebut menyadarinya. Perlahan, kepala naga api itu menoleh dan mendapati seorang remaja laki-laki melompat dengan cara yang aneh.
"Grrrr," erangnya dengan tubuh membungkuk seperti akan menerkam.
Hembusan napasnya seperti kepulan asap tebal yang keluar dari dua lubang hidungnya yang besar bagaikan sebuah gua.
Namun ternyata, naga itu juga tak bisa terkena lava panas yang menyakiti kulitnya. Ia tak bisa mendekati remaja itu karena di sekelilingnya sudah mengalir lava layaknya sungai.
"GOARRRR!"
Seketika, langkah pemuda itu terhenti. Jantungnya seakan ikut mematung karena terkejut dengan raungan monster penyembur api tersebut.
Ryan tak mau menoleh. Tubuhnya gemetaran saat ia menduga jika naga itu menyadari pergerakannya.
"GOARRRR!"
"Aaaaa!" teriaknya lantang dan langsung melompat lebih cepat, meski menjadi kehilangan fokus.
Naga itu merespon pergerakan tersebut. Ia mengepakkan sayap besarnya yang disertai kuku runcing di sela-sela tulang rawan sebagai penopang kulit.
Ryan bisa merasakan angin panas berhembus kencang di belakangnya hingga membuat tubuhnya seakan terdorong dan bisa membuatnya terjatuh ke sungai lava.
Benar saja, "GOARRRR!"
WUSSS!
"AAAAA!"
BRUKK!
"Agh!" rintih Ryan saat tubuhnya terhempas, tapi malah membuat dirinya mendarat di tanah pinggir hutan itu.
Ryan terkejut karena dirinya beruntung. Segera, pemuda itu berlari kencang masuk ke dalam hutan dan menyembunyikan diri di balik pohon-pohon rindang yang masih selamat dari amukan naga api itu.
WUSS!!
"Oh! Oh!" kejut Ryan saat merasakan terpaan angin dari sayap naga itu mengenai tubuhnya ketika monster tersebut terbang di atas rimbunan pohon.
Ryan terus berlari mencari tempat untuk berlindung di tengah kepanikan yang melanda jiwanya. Hingga akhirnya, ia melihat sebuah gua di bawah sebuah pohon besar. Saat Ryan akan masuk ke dalam sana.
WUSS!
"AAAA!"
DUAKK! BRUKK!
Tubuh pemuda itu terhempas terkena terpaan angin kencang dari sayap naga api yang masih mondar-mandir terbang di atas wilayah hutan hijau itu. Tubuh Ryan terbentur batang pohon besar dan membuatnya tak sadarkan diri.
"Apakah sudah aman?" tanya seorang gadis dengan bahasa Jepang yang sosoknya tak terlihat, tapi suaranya terdengar dari luar gua yang akan dimasuki Ryan tadi.
"Naga itu masih terbang di atas kita. Bahaya jika muncul sekarang. Lelaki itu pingsan. Dia akan baik-baik saja," jawab seorang anak lelaki yang ikut bersembunyi di dalam gua.
Hingga akhirnya, naga api itu meninggalkan wilayah yang telah dikuasainya. Ia terbang menjauh menuju ke sebuah gunung dengan asap pekat keluar di puncaknya.
***
ILUSTRASI
SOURCE : GOOGLE
makasih subs, like dan komennya ❤️
oia, lele mau kasih tau. yg pesen novel cetak simulation, hadiah masker hanya untuk 15 pembeli pertama aja ya. diluar itu nanti gak ada bonusnya lagi. maaf ya. jadi cuma dapet ciuman bibir merekah, ttd dan kata2 special aja. lele padamu💋
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 233 Episodes
Comments
Kerta Wijaya
🤟🤟
2022-11-07
1
🏕️👑🐒 𖣤᭄Kyo≛ᔆᣖᣔᣘᐪᣔ💣
hmmm makin menarik aja ini ceritanya
semangat le
2022-05-20
1
DNK • SLOTH SINN
next
2022-04-08
0