Hari berikutnya hujan turun dengan deras, tumpukan baju yang telah kucuci tadi pagi dengan susah payah, belum sempat kering.
Ulrich membantu kami menurunkan kain yang bergantungan di jemuran dengan sigap lalu berlari ke pintu belakang yang terhubung dengan dapur.
“Chloe, ini semua mau taruh dimana?” tanya Ulrich dengan setumpuk kain sprei di tangannya.
Aku baru masuk dan disusul oleh Gladys, dia menggerutu, “Huh! Sudah capek-capek aku mencucinya sampai tanganku merah, ehh, malah hujan.”
Aku menunjuk ke sebuah keranjang anyaman bambu khusus untuk pakaian, “Di sana saja… Ekkhmm….”
Setelah meletakkan kain yang berada di tangannya, Ulrich menghampiriku dan bantu mengambil sebagian kain yang menggunung di hadapanku.
“Chloe, suaramu semakin hilang dibanding semalam. Apakah kamu mau pergi berobat? Aku bisa mengantarmu ke dokter yang telah menyembuhkanmu.”
‘Dokter’ yang menyembuhkanku adalah nenek tua yang tidak kelihatan batang hidungnya semenjak Tuan Dimitri pergi menghadap raja.
“Tidak perlu, Ulrich. Mungkin aku kurang minum air jadi suaraku hilang lagi,” kilahku.
Gladys menubruk bahuku dari belakang dan aku minggir sedikit ke samping, memberinya jalan.
“Ulrich, tolong bantu… Duh, berat nih. Tanganku sudah hampir putus,” kata Gladys dengan nada manja.
Ulrich terpaksa tersenyum dan mengambil pakaian dari tangan Gladys. Saat Ulrich membalikkan badan, Gladys memelototiku dengan mata besarnya, seakan mengancam.
Hubunganku dengan Gladys memburuk kembali sejak aku kehilangan suaraku. Aku berusaha menjelaskan padanya kalau aku mendukung Gladys untuk mengutarakan cintanya, tapi Gladys sudah terlanjur berpikiran buruk padaku.
Siang itu, aku ditugaskan untuk mengantar makanan ke kamar Tuan Draven. Dia tidur di salah satu kamar tamu di lantai bawah. Biasanya kepala pelayan yang akan melayani tamu, tapi hari ini tuan Denis sedang tidak enak badan.
TOK TOK TOK!
Aku mengetuk pintu kamarnya dengan sopan, nampan di tanganku berisi makanan mewah untuk bangsawan. Pelayan dan pengawal Tuan Dimitri tidak makan makanan selezat ini karena koki akan memasak makanan khusus yang lebih sederhana untuk kami.
Tapi aku sangat bersyukur bisa bekerja di Kastil D’Arcy dibandingkan dulu harus bekerja di penginapan, hidupku sudah lebih nyaman disini. Gajiku lebih besar, aku punya kamar tidur sendiri dan tidak perlu khawatir besok akan makan apa.
Tuan Draven membuka pintu, rambutnya kusut seperti baru bangun tidur, dia hanya mengenakan celana sehingga dada bidangnya terlihat jelas.
Ternyata benar dugaanku, vampir tidur di siang hari dan dua vampir yang kutemui, semua berwajah tampan dan badannya bagus.
“Maaf mengganggu, Tuan. Saya mengantar makan siang untuk anda sesuai dengan permintaan tuan untuk makan di kamar,” bisikku.
Aku bukannya ingin berbisik, tapi suaraku habis!
Tuan Draven menguap, menggaruk dadanya dan membuka pintu lebih lebar, “Taruh disana saja.”
Tanpa ragu aku masuk ke kamar tamu yang mewah dan nyaman itu, meletakkan nampan diatas meja yang terletak di depan jendela kaca besar, menghadap ke taman samping kastil.
Hujan masih turun dengan deras membasahi rumput hijau dan bunga-bunga indah yang bermekaran disana.
Sungguh pemandangan yang membuat ngantuk. Mungkin jika sudah tidak ada kerjaan, aku bisa tidur siang sebentar.
Ceklek!
Terdengar suara pintu kamar dikunci dan aku membalikkan badan, mendapati Tuan Draven memegang kunci kamar di kedua jarinya dengan senyum nakal.
“Apa yang kamu lakukan, tuan? Buka pintunya sekarang! Aku masih banyak kerjaan…” ucapku dengan nada panik.
“Kamu mau kunci ini, Chloe?” Tuan Draven menggoyangkan kunci itu, “Coba rebut dariku.”
Aku berjalan ke arahnya dengan sebal dan menggapai kunci itu tapi Tuan Draven menggeser tangannya sehingga aku hanya menangkap udara kosong.
Dia melakukannya berulang kali sampai napasku tersengal, “Tuan Draven! Hentikan ini! Aku harus keluar, kalau tidak aku bisa dimarah.”
“Hmm… Semua masalah lain bisa teratasi dengan satu jentikan jari, Chloe. Tapi masalah yang lebih besar adalah aku haus dan ingin minum darah manusia.”
Aku membeku disana. Gawat!
“B-baiklah… Aku akan memanggil Gladys kesini.”
Maaf, Gladys! Aku terpaksa harus mengorbankanmu, toh kamu juga akan lupa nantinya.
“Tidak mau… Dari awal aku disini, aku sudah minum darahnya. Bosan ah! Aku pengen punyamu, Chloe.”
“Tidak bisa, tuan. Darahku hanya milik Tuan Dimitri seorang. Dia akan tau kalau kamu menggigit leherku, tuan.” akhirnya aku memakai jurus terakhir.
Aku pikir Tuan Draven akan menyerah, dia kelihatan berpikir sebentar sebelum berkata, “Kalau begitu aku akan menghisap darah dari lenganmu.”
Spontan, aku memegang lengan kiriku.
“Apa!? Tidak bisa juga, tuan…”
“Kamu kan selalu pakai pakaian lengan panjang, toh Dimitri juga tidak akan melihat lenganmu. Ayolah, Chloe… Kalau tidak aku akan protes ke Denis, pelayananmu tidak memuaskan!” ancamnya.
“Eh, jangan tuan…” bisikku takut.
“Kalau begitu, kamu mau ‘kan? Pleaseee…” wajahnya memelas seperti seekor anjing yang dibuang pemiliknya.
Memang dasarnya aku wanita yang tidak tegaan, aku pun mengangguk lemah. Toh, Tuan Dimitri juga mencicipi wanita lain di luar sana. Mungkin juga dia berbuat lebih dari sekedar memuaskan rasa hausnya.
Mungkin Tuan Dimitri juga menikmati tubuh wanita lain. Tubuhku panas dibakar rasa cemburu.
“Yuhu! Aku tidak pernah sesenang ini selama 400an tahun hidup di dunia!” girang Tuan Draven sambil menarik lenganku.
Oh, jadi Tuan Draven jauh lebih muda dibanding Tuan Dimitri.
“Kamu berumur 400an tahun, tuan? Berarti Tuan Dimitri sudah hidup lebih lama…”
Tuan Draven tersenyum sambil menggulung lengan bajuku keatas, lalu dia mengelus jarinya diatas urat nadiku.
“Ya tentu saja, Dimitri termasuk vampir sepuh…”
Aku melihat jari Tuan Draven menari di kulitku tapi pikiranku pada seorang vampir yang tidak berada disini.
“Apa saja yang dia lakukan selama 900an tahun hidup di dunia?”
“Ohh, banyak. Segala hal untuk menghilangkan rasa jenuh sudah dilakukannya, Chloe. Kenapa? Kamu jadi kangen Dimitri?”
Tuan Draven mengangkat tanganku sejajar dengan bibir manisnya dan menghirup aroma di tanganku yang pasti bau sabun cuci.
“Aku hanya berpikir… Apakah kalian tidak bosan hidup selama ini di dunia? Mungkin kematian juga salah satu anugerah… Awww!!” rintihku saat gigi taring Tuan Draven merobek kulit tipisku.
Mata merahnya menatap wajahku sambil terus menghisap, aku mendesah.
Lalu aku buru-buru menutup mulutku dan dada vampir itu bergemuruh dalam tawa.
Oh, Tuhan! Apa yang sudah kulakukan? Aku memberi darahku pada Tuan Draven!
Tuan Draven menarik tanganku turun dengan paksa, lalu menarik tubuhku dekat dengannya. Aku mencoba untuk berontak, tapi kekuatanku tidak sebanding dengan kekuatan vampir.
“Lepaskan, tuan! Kamu sudah minum cukup banyak!” kataku dengan suara lantang menggema ke seisi ruangan.
Tuan Draven berhenti minum hanya untuk berkata, “Tuh suaramu sudah kembali, Chloe.”
Lalu dia menjilat bekas luka itu dan aku tidak dapat menahan erangan yang keluar dari mulutku. Efek saat Tuan Draven meminum darahku sama dengan saat Tuan Dimitri yang melakukannya.
Tapi jantungku tidak berdebar sekencang saat aku bersama dengan Tuan Dimitri. Aku jadi rindu pada wajahnya, suaranya yang ketus, aura gelapnya dan nada jahilnya saat memanggilku ‘babu kecil.’
Aku menggigit bibirku menahan tangis saat Tuan Draven masih menghisap darah di tanganku dengan lahap.
Tuan Dimitri, cepatlah pulang! Aku rindu kamu!
...----------------...
Bab ini didedikasikan untuk Miss. Novita ♡
...Thank you semuanya yang uda setia support...
... ♚ Mainan Tuan Dimitri ♚...
...Like, Vote, Favorit & Comment kalian sangat berarti 🤗🥺...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments
Arsyalom Timothy
rasa nyilu diseluruh bdanku pas ak bc bgian in. ngeri thor.....
2022-03-03
1
Marasangkot Dongoran
masih mudaan AQ st marjiyah.
2022-01-03
1
dina firara
ngamukkk deh itu dimitry
2022-01-03
1