"Apa kamu bilang. Kamu itu hanya sibuk memikirkan duniamu. Sibuk pesta dengan teman sosialitamu. tanpa memikirkan Brian."
"Ach ... sudahlah. Tidak ada untungnya bertengkar dengan laki-laki tidak berguna sepertimu." Bu Atmaja keluar dari rumah menuju garasi. Pak Atmaja tampak kesal memukul meja yang ada di depannya.
Sanu dan mbok Yem hanya mematung menyaksikan pertengkaran suami istri itu.
"Apa suami istri itu sering bertengkar, Mbok?" tanya Sanu.
Mbok Yem menghela napas. "Semenjak den Brian pergi dari rumah. Sudahlah Sanu lebih baik kita fokus bekerja saja."
Sanu mengangguk mengikuti ucapan mbok Yem.
"Habis sarapan, kamu pel lantai atas ya, biar Mbok yang ngepel lantai bawah. Kita kerjasama."
"Iya, Mbok."
***
Sudah satu minggu Sanu bekerja di rumah besar ini. mbok yem setiap sore pulang mengurus anaknya di rumah. Semenjak pertengkaran di meja makan, majikan Sanu belum pernah pulang. Sanu setiap malam harus menjaga rumah ditemani satpam yang selalu berada di postnya.
Suara klakson mobil berbunyi, Sanu beranjak dari tempat tidurnya. satpam yang ada di post membuka pintu pagar rumah. Pak Atmaja keluar dari mobil menyuruh Sanu membawakan tas. Sanu sedikit terganggu dengan bau mulut pak Atmaja. Sepertinya pak Atmaja habis minum alkohol? Sanu segera mengambil tas dari tangan pak Atmaja lalu menaruhnya di kamar atas.
Saat Sanu mau keluar dari kamar, pak Atmaja sudah berada di depan pintu kamar. Sanu tersentak, berjalan menunduk. Pak Atmaja tidak membiarkan Sanu lewat. pria paruh baya dengan kumis tipis itu malah menatap Sanu dengan nakal.
"Maaf, Pak." Sanu mencoba keluar, tapi pak Atmaja malah menutup pintu kamar. Sanu mulai ketakutan mundur beberapa langkah. Pak Atmaja mulai melepas setelan jas mendekati Sanu.
Sanu terus mundur selangkah demi selangkah hingga mentok ke dinding.
"Malam ini kamu harus menemani ku," ucap Atmaja menyeringai.
Sanu menggeleng ketakutan. Pak Atmaja mendekap Sanu lalu melemparnya di kasur. Sanu berteriak, tidak ada orang yang mendengar. Pak Atmaja menindih Sanu sambil melepaskan pakaian Sanu secara paksa. Sanu terus berontak melepaskan dekapan pak Atmaja. Sanu melihat tas yang baru saja dibawa dari mobil. Sanu mencoba mengambil tas yang ada di samping meja lalu memukulkan ke kepala pak Atmaja. Pak Atmaja mengerang kesakitan, suara pukulan Sanu begitu keras, entah apa isi dari dalam tas itu.
Sanu keluar kamar, lalu mengunci pintu kamar. Sekarang pak Atmaja tidak bisa keluar. pak Atmaja yang terkunci didalam kamar menelpone satpam penjaga. Satpam penjaga itu mencari Sanu atas perintah pak Atmaja. Sanu bersembunyi di belakang rumah. Sanu begitu ketakutan, sesekali Sanu mengintip dari balik pintu kaca. Satpam itu terus mencari keberadaan Sanu menggunakan senter. Sanu melihat tangga dekat kolam renang. Tangga itu cukup untuk membuat Sanu kabur dari belakang.
Sanu mengambil tangga itu lalu menatanya di tembok. satpam penjaga itu melihat Sanu hendak kabur. Satpam penjaga itupun meneriaki Sanu untuk jangan kabur. Sanu segera naik tangga, tapi satpam penjaga itu berhasil meraih kaki Sanu. Sanu berusaha melepas cakalan satpam penjaga itu. hingga kaki sanu mengenai wajah satpam penjaga itu. Sanu berhasil naik ke atas, tapi satpam penjaga itu tidak menyerah, dia naik tangga mengejar Sanu. Sanu tidak kehabisan akal, Sanu melempar tangga itu hingga jatuh beserta satpam penjaga itu. Sanu lalu nekat melompat dari tembok setinggi empat meter itu. Sanu terjatuh dengan pijakan yang tidak sempurna. engkel kakinya terasa sakit, mungkin terkilir.
Sanu berlari sejauh mungkin meningalkan kompleks itu. Sanu bingung harus kemana, dia baru pertama kali menginjakan kaki di Ibu Kota. dia terus berjalan sambil meratapi nasibnya. Sanu terus menangis. Apa yang dikatakan orang memang benar. Ibu kota jauh lebih kejam dari ibu tiri. Sanu terus berjalan tanpa tujuan dengan kaki pincang.
Sanu Istirahat di sebuah taman lalu bersandar di bawah pohon. bulir bening di matanya menetes, Apa yang harus dikatakan kepada ibunya nanti. Ibu Sanu sudah menjual cincin emas pernikahan hanya untuk anaknya bisa bekerja di Ibu Kota. Sanu mendekap tubuhnya menangis sepanjang malam hingga tertidur di bawah pohon taman kota.
***
Pagi menjelang siang Sanu terbangun dari tidurnya.
"Hay ... kamu sudah bangun?" sapa seorang pria.
Sanu terperanjat bingung sendiri tidak bisa mengendalikan diri. Pria dengan tas ransel di punggungnya itu menenangkan Sanu.
"Hey ... tenang." pria itu tampak heran apa yang terjadi dengan gadis ini.
Sanu masih terbayang kejadian tadi malam.
"Aku ada di mana?" Sanu terlihat siaga dengan pria itu. Sanu sudah mengambil kuda-kuda kalau pria yang ada di depannya macam-macam.
Pria itu menahan tawanya. "Hey ... ada apa denganmu?"
"Mau apa kamu?"
Pria itu masih belum mengerti, mengapa gadis ini takut melihatnya. Sanu masih menjaga jarak dari pria itu.
"Hey, tenang. Aku tidak akan menyakitimu. Kamu sudah makan, aku bawakan roti untukmu. Kita bisa bicara baik-baik."
Sanu melihat roti yang ada di bawah pohon tempat tidurnya semalam. Sanu pun luluh, sikapnya mulai bisa dikendalikan.
"Namaku Bari." Pria itu mengulurkan tangannya.
Sanu hanya menatap Bari sambil mengambil roti itu. "Namaku Sanu."
"Bisakah kamu cerita, kenapa kamu seperti orang kesurupan saat melihatku." Bari mengajak Sanu duduk. Sanu masih memakan roti sambil menceritakan kejadian yang menimpanya tadi malam.
Bari hanya mengangguk mendengarkan dengan seksama.
"jadi kamu pendatang baru di sini. Selamat datang di Ibu kota yang kejam ini."
Sanu menatap tajam Bari. Mata Sanu terfokus Isi di dalam tas Bari.
"Apa isi di dalam tas mu itu?"
"Oh ... ini alat kesehatan." Bari membuka isi tas ranselnya.
"Bentuknya seperti ikan lumba-lumba?"
Bari tersenyum tipis. "Memang ini ikan lumba-lumba, Sanu?"
Sanu memegang alat yang berbentuk seperti ikan lumba-lumba itu. "Bagaimana cara memakainya."
"Kamu mau tau caranya?"
Sanu mengangguk.
"Bagaimana kalau kamu kerja di tempatku, Nanti kamu akan diajarkan bagaimana menggunakan alat ini."
Sanu memicingkan matanya. "Sungguh."
Bari mengangguk dengan mantap.
"Tapi aku tidak punya apa-apa, semua pakaianku tertinggal di rumah itu."
"Tenang ... nanti kamu juga dapat pakaian dari kantor," ucap Bari.
"Kamu kerja di kantor?"
Bari mengangguk.
Sanu dari dulu juga mendambakan kerja di kantor. Tapi apa daya, dia hanya lulusan SMA.
"Kamu yakin mau mengajakku."
Bari menahan tawanya. "Iya sanu. Ayo ikut denganku, nanti akan aku kenalkan dengan managerku."
Sanu pun mengikuti Bari.
"Hey Sanu. Kenapa kakimu?" ucap Bari yang melihat Sanu berjalan pincang.
"Kakiku terkilir."
"Mari aku bantu kamu." Bari membopong Sanu sampai ke pangkalan angutan umum yang tidak jauh dari taman kota. Bari menyuruh Sanu untuk duduk di depan supaya kakinya tidak terinjak penumpang yang lewat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Muslimah Haja
semoga saja laki" yg menilong sanu benar"" baik
2022-07-02
0
NaMika
lanjut 👍
2022-03-27
0
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
aku like di urutan 123 kk 👍👍👍
2022-03-20
0