Jayden pulang dengan menyimpan sejuta kerinduan untuk Delia. Padahal ia terakhir bertemu dengan istrinya tersebut tadi pagi. Namun ia sangat kecewa ketika ia pulang, istrinya tidak ada di rumah.
Pada awalnya, Jayden memutuskan untuk menunggu Delia di kamar mereka. Ia bahkan sudah mandi dan berganti pakaian, namun Delia tidak kunjung pulang.
Merasa tidak sabar, Jayden turun ke lantai dasar untuk bertanya kepada asisten rumah tangganya.
“Mbak, istri saya ke mana?” tanya Jayden kepada Rani yang tengah memasak.
Rani terlonjak kaget karena kedatangan Jayden yang sangat tiba-tiba. Bukannya menjawab, kata-katanya malah hilang seketika.
“Mbak?” ulang Jayden.
“Oh ... Itu ... Ibu pergi pak.” Akhirnya kata-kata itu terucap juga.
“Ke mana?” tanya Jayden.
“Kurang tahu Pak.”
“Udah lama perginya?”
“Tadi pagi pak, selesai nonton acara Bapak, ibu langsung pergi,” jawabnya, “eh, bahkan ibu pergi sebelum acaranya selesai, Pak,” ralatnya.
Deg.
Perasaan Jayden tiba-tiba tidak enak. Ia takut Delia kabur atau semacamnya. Tanpa berbasa-basi, Jayden segera berbaik dan berjalan cepat menuju ke garasi mobilnya. Ia harus mencari Delia sekarang juga.
Namun, ketika sudah siap pergi, Jayden mendengar suara mobil berhenti di halaman rumahnya. Ia membatalkan rencananya untuk masuk ke dalam mobil, dan melihat siapa yang datang. Ternyata itu Delia!
Jayden berjalan cepat menuju ke arah Delia yang sedang berjalan ke dalam rumah.
“Dari mana saja kamu?” tanya Jayden.
“Jay, kamu sudah pulang?” Delia balik bertanya.
“Mbak bilang kamu pergi dari pagi, dan jam segini baru pulang?”
“Jay, kamu kenapa kok marah-marah?” Delia menatap bingung ke arah Jayden.
“Jawab saja pertanyaanku, Del, kamu habis dari mana dan sama siapa?” tanya Jayden, “siapa laki-laki yang mengantarkan kamu tadi?” lanjutnya.
“Laki-laki yang mana?” tanya Delia, ia lalu tersenyum menyadari satu hal, “ya Tuhan Jay, laki-laki itu sopir taksi online!” lanjutnya.
“Oh ... Tapi itu tidak membenarkan kenapa kamu baru pulang jam segini.” Suara Jayden mulai merendah.
“Aku sudah mengirim pesan, Jay, kamu pasti tidak membuka ponsel kamu.”
Jayden terdiam. Ia menggaruk belakang kepalanya sendiri.
“Iya kan?” desak Delia.
“Aku khawatir sama kamu Del, mbak bilang kamu pergi setelah menonton acara aku. Seharusnya kamu tidak menonton itu kalau membuat suasana hati kamu buruk. Kamu tahu kan, itu hanya akting.”
“Lupain soal itu Jay, ada satu hal penting yang mau aku bicarakan.” Delia mendorong tubuh Jayden agar masuk ke dalam rumah. Ia kemudian mendorong Jayden untuk duduk di sofa yang ada di ruang keluarga. “Tunggu di sini, aku mau mandi dulu.”
Bagai kerbau di cocok hidungnya, Jayden menurut saja. Ia menyalakan televisi untuk mengusir kebosanannya. Sementara Delia segera naik ke kamarnya, dan segera membersihkan diri. Ia turun kembali ke bawah setelah lebih dari 30 menit Jayden menunggu.
“Mbak, saya sama suami saya mau makan di sini, tolong siapkan ya,” titah Delia pada Rani.
“Baik, Bu,” jawab Rani.
Delia berjalan ke arah Jayden dan duduk di sampingnya usai memberikan satu buah kecupan di pipi suaminya tersebut. Ia menarik kedua kakinya ke atas sofa, dan menyender pada dada bidang Jayden.
“Jay?”
“Hemmm.”
“Ih masih ngambek. Makanya punya hape tuh cek, gimana kalau aku kenapa-napa, terus kamu malah gak baca pesan aku.”
Jayden menatap bola mata Delia, “jangan ngomongin yang enggak-enggak.”
“Itu kalau—“
Cup. Jayden membungkam mulut Delia dengan sebuah kecupan. Ia tidak mau mendengar omong kosong seperti itu. Tidak mau terjadi hal buruk kepada istrinya tersebut.
“Jadi mau ngomong apa?” tanya Jayden.
“Nanti, aku laper, mau makan dulu,” jawab Delia.
Bertepatan dengan itu, Rani dibantu Ela membawa makan malam untuk mereka.
“Kok makan di sini?” tanya Jayden.
“Aku yang minta,” jawab Delia, “pengen mengenang saat-saat di kontrakan dulu,” lanjutnya.
Hati Jayden terenyuh. Saat awal-awal pernikahan mereka, tak jarang mereka makan nasi bungkus bersama saat makan malam seperti ini. Duduk beralaskan karpet tipis.
Hari ini kehidupan mereka bisa dikatakan jauh lebih dari sekedar cukup. Tinggal beberapa langkah lagi Jayden akan membawa Delia pada kehidupan seperti yang orang tua dari istrinya itu berikan.
Makanan sudah di sajikan. Jayden dan Delia menyantapnya dengan segera. Setelah selesai, mereka meminta Rani untuk membereskannya kembali.
“Jadi apa yang akan kamu bicarakan?” tanya Jayden. Mereka kini sudah kembali duduk di atas sofa. Jayden duduk berselonjor, sementara Delia tidur di atas paha Jayden.
“Kamu ingat Mellysa?” tanya Delia.
“Teman kuliah kamu?” Jayden balik bertanya yang mendapatkan anggukan dari Delia.
“Dia membuka sebuah perusahaan manufaktur, garmen.”
“Dia satu jurusan kan sama kamu? Memangnya dia bisa menjahit?”
“Hei! Tidak perlu bisa menjahit untuk membuka perusahaan garmen. Sebenarnya bukan membuka perusahaan baru sih, jadi perusahaan itu sudah berdiri cukup lama, trus bangkrut. Mellysa membeli perusahaan itu beserta asetnya.”
“Terus?”
“Aku tadi bertemu dengan dia. Dan tiba-tiba saja sebuah ide muncul.”
Jayden mengalihkan pandangannya dari televisi ke arah Delia.
“Aku mau membuat produk men's wear. Kayak t-shirt, celana, jaket, dan lain-lain pake brand aku sendiri. Nanti aku bikinnya ke Mellysa.”
“Bagus juga.” Jayden kembali mengarahkan pandangannya ke arah televisi.
“Aku juga udah mikirin nama brandnya. Kamu mau tahu gak?”
“Apa?”
“JD. Jayden Delia. Nanti kamu yang jadi brand ambassadornya.”
“Hei, kamu sembarangan memakai namaku ya!” Jayden membawa Delia untuk duduk, dan kini mereka saling berhadapan, “lalu apa yang aku dapat? Apa aku mendapatkan royalti?”
“Hemmm ... Boleh ... Boleh ... “
“Berapa?”
“Dua persen!” Delia mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya ke arah Jayden.
Jayden menggeleng.
“Tiga persen!” Delia menambahkan satu jari manisnya.
Jayden masih menggeleng.
“Ayolah Jay, sama istri sendiri kok perhitungan.”
“Aku mau sesuatu yang lain, sesuatu yang istimewa.”
“Apa?”
Jayden mengusap perut rata Delia, “anak,” jawabnya.
“Hei! Kita sudah sepakat untuk mempunyai anak setelah pernikahan kita sah secara hukum Jay, aku gak mau anak kita nanti di cap sebagai anak—“
Cup. Lagi-lagi Jayden membungkam mulut Delia dengan sebuah kecupan. “kamu bawel,” ucap Jayden.
Tidak berhenti sampai di sana, tangan Jayden semakin bergerilya menyusuri setiap inci tubuh istrinya seiring dengan kecupannya yang sudah singgah di tempat lainnya.
“Jay, apa yang kamu lakukan?” Delia mencoba mencegah Jayden membuka pakaian yang ia kenakan.
“Menagih cicilan royaltiku,” jawab Jayden berbisik.
“Tidak di sini Jay, bagaimana kalau ada yang datang.”
Menyadari tempat mereka berada saat ini, Jayden menggendong Delia ala bridal style menuju ke kamar mereka.
Setelah kepergian sepasang suami istri tersebut, Bintang yang entah sejak kapan hadir di sana memejamkan mata dalam. Semakin hari melihat pasangan itu, hatinya semakin kacau. Ia menyadari, cintanya pada Jayden semakin dalam, tanpa ia bisa mencegahnya.
Bintang berjalan menuju ke kamarnya sendiri. Menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia berdiri di bawah guyuran shower, mengingat kembali apa yang ia lakukan tadi.
“Aku menagih pembayaranku,” ucap Dave sore tadi.
“Oke, aku tahu,” jawab Bintang, “di mana?” tanyanya.
“Di sini,” jawab Dave.
Bintang menoleh ke kiri dan ke kanan. Entah kegilaan macam apalagi yang Dave inginkan. Ini studio, siapa pun bisa saja datang. Ia tidak mau terjadi skandal jika sampai ada seseorang yang memergokinya berbuat tidak senonoh di sana. Tapi ia tidak sadar, ini hari minggu, tidak banyak orang datang ke sana di hari minggu.
Hal yang lebih gilanya lagi, Dave menjamahnya sambil menyuruhnya bernyanyi. Benar-benar pria sinting! Karena meminta bantuan untuk mengusir Delia dari rumah Jayden, ia harus melakukan hal seperti itu.
Sementara itu di lain tempat, Dave sedang tersenyum senang melihat video dalam ponselnya. Ternyata lagi dan lagi, ia merekam adegannya saat bercinta dengan Bintang tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments