Pantas saja kamu hanya bisa menikah karena perjodohan kalau tidak, mungkin kamu tidak akan pernah menikah seumur hidupmu.
Ucapan Caramel tadi pagi masih terus terngiang di telingaku. Aku tidak marah karena ucapan Caramel ada benarnya, kami menikah karena skenario perjodohan. Tapi aku tak terima jika Caramel bilang aku tidak punya pendirian, justru aku orang yang berpendirian kuat, jika tidak mana mungkin aku mempertahankan Caramel selama 10 tahun ini. Sekali aku memilih maka tak ada seorang pun yang bisa mengubahnya, begitu prinsip ku. Bahkan saat mendengar Caramel akan menikah dengan pria lain, aku tetap memilihnya.
"Kita langsung pulang?"
Aku terkesiap saat Caramel tiba-tiba masuk ke mobil, sudah berapa lama aku melamun?
"Kalau Cara nggak keberatan, kita lihat Apartemen ya." Jawabku seraya melihat gadis itu sesaat, ia masih cantik walaupun sudah sore begini, rambutnya masih rapi dengan riasan yang tetap cantik. Bagaimana aku tak jatuh cinta dengan Caramel, ia manis sekali seperti namanya. Walaupun aku harus terbiasa dengan cara bicaranya yang ceplas-ceplos.
"Boleh." Ia mengangguk berkali-kali dengan semangat, senyumnya mengembang lebar dan menular kepadaku.
Mobilku merayap di antara mobil lain di jalanan yang padat saat sore hari dimana orang-orang pulang bekerja. Mereka membunyikan klakson di antara kemacetan padahal itu tak akan menghasilkan apa-apa kecuali pencemaran suara.
"Kamu nggak punya pacar?"
Pertanyaan Caramel membuatku hampir tersedak ludah sendiri, aku menggeleng kaku.
"Kenapa saya punya pacar, kita akan menikah."
Caramel tertawa, "kamu pikir aku bakal percaya, kita nikah karena perjodohan nggak ada salahnya kalau kamu punya pacar."
Kenapa Caramel tertawa?
"Saya memang nya tidak punya pacar." Jawabku jujur, dari dulu aku tak pernah menjalani hubungan bernama pacaran. Bahkan saat Danu ganti pacar seminggu sekali, aku hanya jadi tukang foto mereka.
"Oh ya?" Caramel menyipitkan matanya melihat ku seolah mencari kebohongan dari ucapan ku.
"Saya tidak pernah berbohong, saya selalu menjawab pertanyaan dengan jujur." Tegasku.
Caramel terdiam, ia tak lagi membalas ucapan ku. Entah apa yang sekarang Caramel pikirkan.
"Memang nya Cara punya pacar?" Aku balik bertanya walaupun setahuku Caramel tidak pernah pacaran lagi setelah gagal menikah waktu itu, aku hanya ingin memastikan. Siapa tahu Caramel pacaran diam-diam tanpa diketahui oleh siapapun.
"Punya."
"Hm?" Aku memutar kepala melihatnya bahkan kaki ku spontan menginjak rem dan mobil berhenti mendadak membuat Caramel terkejut. "Lalu sekarang bagaimana dengan pacarmu, apa kalian tidak akan putus walaupun kamu sudah menikah denganku?" Dada ku memanas mendengar pengakuan Caramel, rasanya seperti beberapa tahun lalu saat pertama kali mengetahui bahwa Caramel akan menikah. Luka itu kembali muncul ke permukaan, ucapan Caramel benar-benar membuatku seperti kehilangan oksigen.
Jendela mobil sedikit ku buka karena di dalam rasanya sesak, seperti ada sesuatu yang menghimpit dada ku. Klakson mobil bersahut-sahutan di belakang membuatku tersadar dan segera menginjak gas.
Caramel terdengar tertawa lagi namun kali ini lebih singkat. Mengapa Caramel tertawa dalam suasana seperti ini, tidak kah ia mengerti sedikit saja perasaanku. Apa ia tidak bisa melihat ekspresi kekecewaan di wajahku? Hanya karena wajah ku selalu datar bukan berarti Caramel tak bisa melihat perubahan nya.
"Ya ampun Ka, kamu tuh ya serius banget orangnya nggak bisa diajak bercanda, main kamu kurang jauh tuh biar nggak lempeng hidup mu!" Caramel tertawa sampai memukul-mukul dashboard, apa aku selucu itu baginya?
"Saya memang tidak pernah main." Balasku jujur seperti biasa.
"Iya deh iya!" Ia mengibaskan tangan masih tertawa. "Aku punya pacar, empat tahun lalu."
Aku menelan saliva lagi, benar kan, setahuku Caramel memang tidak punya pacar sejak batal menikah tapi kenapa sekarang ia membahas itu lagi.
"Lalu?" Aku ingin tahu cerita versi Caramel walaupun aku sudah mengetahui nya.
"Kamu pasti udah denger dari Mama kamu." Katanya sambil menyilangkan tangan di depan dada, tawa nya yang renyah kini menguap seolah terbawa angin yang masuk melalui celah jendela mobil.
"Iya," Aku mengangguk, "Mama bilang kalian batal nikah seminggu sebelum hari H, padahal persiapan sudah sembilan puluh persen."
Caramel tersenyum getir bahkan mulutnya gemetar, aku ingin mengusap kepala Caramel untuk menenangkannya tapi aku sedang mengemudi.
"Sejujurnya aku trauma soal pernikahan." Akhirnya Caramel bersuara setelah menarik napas dalam dan mengembuskan nya. "Aku trauma soal fitting baju, foto prewedding, gedung pernikahan, kartu undangan, souvernir." Caramel menggeleng samar berkali-kali, ia tampak mengusap pipi nya. Aku bisa melihat air mata meleleh lembut di pipi nya yang mulus.
"Kalau gitu kita akan menikah tanpa itu semua." Balasku dengan suara rendah, aku tak ingin Caramel melakukan hal yang membuatnya kembali pada kenangan buruk dimasa lalu.
Caramel terkejut memutar kepala melihatku, ia menatapku dalam dengan bibir terkatup. Tiga detik kemudian ia menangis menjadi-jadi membuatku terkejut, emosi nya berubah hanya dalam hitungan menit. Baru saja ia tertawa lalu sendu dan sekarang menangis keras, apa ada yang salah dengan ucapan ku.
"Jangan nangis." Aku meraih lengan Caramel lalu mengusap nya lembut. Kami sudah sampai di tempat parkir apartemen.
"Kenapa sih kamu baik banget!"
Aku terkesiap saat ia tiba-tiba mengangkat wajahnya. Hatiku perih melihat matanya memerah karena menangis.
"Aku harus bagaimana?" Tanyaku bingung, benar kata Danu memahami perempuan lebih sulit dari pada memprediksi cuaca dan iklim.
"Rafka," Caramel menggenggam tanganku. "Kamu yakin kita menikah tanpa semua itu?"
"Ya," Aku mengangguk mantap. "yang paling penting dari sebuah pernikahan adalah sah secara agama dan negara."
Caramel tersenyum dan mengangguk, "makasih."
"Sudah jangan menangis." Aku mengusap pipi nya yang basah. "Bagaimana soal cincin pernikahan?"
"Nggak apa-apa, dulu kami tidak sempat bertukar cincin karena dia lebih dulu menghilang."
"Kapan pun Cara siap, hubungi aku lalu kita memesan cincin sesuai keinginan Cara."
Senyum Caramel semakin melebar, itu seperti angin yang menyejukkan hatiku.
"Ayo turun." Tukas ku saat ia telah melepaskan genggamannya pada tanganku.
Kami naik menggunakan lift untuk sampai ke lantai 20 dimana apartemen ku berada. Aku membeli apartemen seluas 225 meter persegi itu dengan uang tabungan sejak pertama kali menjadi anggota BMKG, butuh waktu cukup lama untuk mendapatkan nya.
Gue mau nikah sama cowok yang tinggal nya di Kempinski, biar bisa lihat bundaran HI setiap kali bangun pagi.
Aku ingat obrolan Caramel dengan dua temannya di depan sekolah waktu itu. Sejak saat itu aku bertekad untuk memiliki satu apartemen di Jakarta pusat bernama Kempinski Residence tersebut walaupun belum tahu berapa harga satu unit nya.
"Saya pakai tanggal lahir Cara untuk sandi nya jadi sewaktu-waktu Cara bisa masuk kesini walaupun nggak ada saya." Gumam ku seraya menekan 6 kombinasi angka pada pegangan pintu.
"Kamu tahu tanggal lahir aku?" Suara Caramel terdengar kaget, ia berdiri di belakang ku.
"Tahu."
Pintu terbuka, kami langsung disajikan pemandangan luas ruang tamu dan ruang tv yang menyatu jadi satu. Lantai marmer berwarna putih memberikan kesan bersih dan rapi, ternyata seperti ini tempat tinggal impian Caramel. Maklum, ini baru kali kedua aku kesini sejak membelinya.
"Wah, ini mewah parah sih." Caramel melangkah lebih jauh ke arah balkon. "Bakal betah banget tinggal disini." Caramel menggeser pintu kaca yang membatasi balkon dan ruang tv, ia merentangkan tangannya menikmati angin yang berhembus sore ini.
"Cara suka?" Aku menyusulnya ke balkon.
Caramel memutar kepala melihatku dengan wajah datar. Aku sampai menahan napas takut melewatkan satu kata yang akan keluar dari mulutnya.
"Gimana mungkin aku nggak suka dengan apartemen se-mewah ini, jangan bercanda deh nggak lucu." Caramel memukul lenganku cukup keras, padahal aku tidak sedang bercanda.
"aku suka banget, suka banget." Katanya, "ayo bawa aku lihat kamarnya." Caramel menarik tanganku, "kamarnya sebelah mana?"
"Saya juga belum tahu."
"Rafka!" Ia memekik.
"Ya?" Aku terkejut entah untuk ke berapa kalinya.
"Please jangan bercanda soal ini, masa kamu nggak tahu." Caramel melepaskan tanganku, ia menggeser salah satu pintu dekat televisi. Oh ternyata kamarnya disitu.
"Saya serius tapi kenapa Caramel selalu bilang saya bercanda?" Lirih ku, entah Caramel mendengar atau tidak karena ia sudah lebih dulu masuk ke kamar meninggalkanku.
"Rafka! bagus banget, ini kamar utama nya ya?"
Aku menyusul Caramel saat mendengar ia mengajukan pertanyaan. Setahuku disini ada 3 kamar tidur, mungkin ini kamar utama nya karena paling dekat dengan pintu masuk.
Tubuhku sedikit mundur saat melihat Caramel sudah terlentang di atas tempat tidur king size tersebut dengan jas yang sudah ia lepas menyisakan kemeja di badan langsing nya.
"Kenapa berdiri aja disitu, kamu nggak mau tidur di kasur empuk ini?" Caramel melihatku, ia menepuk tempat kosong di samping nya.
"Nggak usah." Aku menggeleng dan berdehem demi menetralisir suaraku yang tiba-tiba serak.
"Aku mau numpang mandi disini sekalian ya, boleh nggak?"
"Boleh." Aku mengangguk, "ini juga milik mu sekarang."
Aku berbalik hendak meninggalkan kamar, melihat Caramel terlalu lama sepertinya tidak baik untuk kesehatan ku.
"Mau kemana?"
Suara Caramel menghentikan ku, "mau ke bawah, kamu mau kopi atau teh?"
"Kopi deh."
Caramel memang pecinta kopi sedangkan aku tidak bisa minum kopi sama sekali, ada banyak perbedaan di antara kami.
Ada akses lift pribadi untuk setiap penghuni apartemen jadi aku tidak harus antre menunggu giliran. Ada fasilitas minum gratis yang bisa diambil di lantai dasar, tapi sebelum itu aku akan membeli pakaian untuk Caramel. Baru saja Caramel bilang ingin mandi padahal tidak membawa baju ganti jadi aku harus membeli beberapa potong pakaian untuk nya.
"Papa!"
Aku melihat seorang laki-laki yang juga keluar dari lift, di belakang nya ada wanita seumuran dan perempuan kecil sekitar 4 tahunan yang sedang memanggil laki-laki itu.
"Mas Rama, gendong gih." Ujar perempuan yang mengenakan dress bermotif floral selutut.
"Ayo sini gendong Papa." Lelaki itu mengangkat tubuh mungil anaknya lalu mencium pipi gembul nya gemas.
Mereka melangkah lebih dulu keluar gedung. Siapa dia? kenapa aku merasa tidak asing dengan pria itu. Aku yakin pernah bertemu dengannya tapi dimana. Ah, mungkin hanya seseorang yang mirip dengan teman sekolahku.
******
Ting!
Lift terbuka, aku bersusah payah melangkah karena tanganku penuh oleh kantong plastik berisi ayam goreng dari salah satu restoran cepat saji dekat sini, kopi dan teh serta beberapa kaleng softdrink. Aku juga membeli celana linen polos dan sweatshirt untuk Caramel.
Aku meletakkan kantong plastik makanan di atas meja makan lalu melangkah ke kamar dimana Caramel berada. Tumben Caramel tidak bersuara, apa ia sedang mandi?
"Cara–" aku urung melanjutkan kata-kataku saat melihat Caramel terlelap dengan rambut tergerai. Tak terasa sudut bibirku terangkat membentuk senyum melihat wajah cantik Caramel saat tidur. Aku meletakkan pakaian di atas tempat tidur agar saat Caramel bangun nanti ia akan langsung menemukan nya.
"Kenapa cepat sekali tidur?" Lirih ku seraya menyingkirkan anak rambut yang menutupi sebagian wajah Caramel. Terdengar dengkuran halus Caramel, itu berarti ia sudah lama terlelap.
Aku memungut jas dengan nametag Caramel yang tergeletak di atas lantai dan menggantung nya dekat pintu kamar mandi.
Langit berwarna keunguan terlihat dari pintu full kaca yang terhubung langsung dengan balkon. Matahari mulai tenggelam menyisakan sedikit sekali semburat jingga di ufuk barat. Aku menarik gorden hingga menutupi seluruh pintu dan jendela.
"Halo, kenapa Rafka?"
Suara Mama Caramel menyambut ku sesaat setelah aku mendial nomor telepon nya.
"Saya sama Caramel lagi lihat-lihat apartemen, sekarang Caramel nya ketiduran Tan ... Ma." Aku sedikit gagap karena belum terbiasa memanggilnya mama.
"Tuh anak emang kebo ya."
"Mm saya tidak tega membangunkan Cara Ma."
"Ya udah nggak apa-apa, yang penting Mama tahu kalau Caramel lagi sama kamu jadi Mama bisa tenang."
"Nanti setelah Caramel bangun kami pasti langsung pulang."
"Iya Rafka santai aja, kalian kan hampir menikah nginep juga nggak apa-apa."
Menginap? disini? hanya berdua dengan Caramel? ah itu tidak mungkin sekalipun orangtuanya mengizinkan, aku harus menjaga anak gadis itu dengan baik bukannya malah merusak kepercayaan mereka.
"Iya, terimakasih Ma."
"Ya sudah selamat bersenang-senang, kalian harus banyak menghabiskan waktu berdua untuk saling mengenal satu sama lain."
"Iya Ma." Aku tersenyum kikuk, padahal lawan bicara ku tidak ada disini tapi aku nervous.
Terdengar suara Mama Caramel tertawa sebelum ia memutus sambungan.
Caramel masih di posisi yang sama saat aku mengecek nya kembali ke kamar. Melihatnya aku jadi memikirkan laki-laki yang turun bersamaan dengan ku tadi di lobi. Siapa laki-laki itu, kenapa wajahnya begitu familiar?
******
"Gue mau nikah sama cowok yang tinggal nya di Kempinski, biar bisa lihat bundaran HI setiap kali bangun pagi." Caramel mendongak melihat langit cerah siang itu saat pulang sekolah.
"Mimpi ketinggian ntar kalau jatuh sakit lu!" Kayla menyentil telinga Caramel.
"Kalau lu mau nikah sama cowok gitu, mending cari om-om kaya tuh disana banyak." Jane menimpali.
"Dih apaan si lu semua, harusnya tuh diaminin impian sahabat kalian yang cantik berseri ini."
Rafka berdiri di depan gerbang sekolah nya yang berhadapan langsung dengan sekolah Caramel. Itu adalah aktivitas Rafka setiap kali pulang sekolah, memperhatikan Caramel dari kejauhan. Mengagumi kecantikan Caramel yang mampu menyilaukan mata Rafka.
"Aku akan mewujudkan impian itu." Gumam Rafka seraya menguatkan pegangan pada tas punggung nya.
"Samperin kalau berani, jangan cuma ngeliatin dari jauh." Danu merangkul bahu Rafka dari belakang.
Rafka tersenyum getir saat melihat Caramel sudah naik motor bersama laki-laki yang mengenakan seragam persis seperti Rafka.
"Dia pacaran sama anak IPA itu." Rafka menunjuk mereka dengan dagu nya.
"Sebelum janur kuning melengkung lu nggak boleh nyerah!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
bunda Thalita
waaahhhh bakal tetangga an sama Rama dong
2023-11-07
0
᯽ᗩᗬᗴᘂᛙᚤ᯽
ahhh iyaa....bakal satu gedung sama rama mantannya caramel....
2021-01-25
2
meE😊😊
wah wah wahh mantan y cara tuh
2020-04-22
3