"Lihatlah apa aku terlihat seperti gadis kebelet nikah?" Aku melempar ponsel ke sembarang tempat disusul jaket parasut dan tali rambut. Aku menghempaskan tubuh ke atas tempat tidur tak peduli jika keringat akan membuatnya basah.
Jika bukan mama yang meminta ku untuk mengucapkan terimakasih pada Rafka, aku tidak sudi melakukannya. Sikap Rafka tadi membuatku sangat kesal, lihat saja besok aku akan balas dendam
"Minta Rafka jemput kamu besok, bilang aja mobil kamu dipakai Papa."
Ahh sejak kapan aku begitu menuruti kemauan mama!
"Caraaa!" Suara mama yang tadinya hanya berada di pikiranku kini juga terdengar di dunia nyata.
Satu ... dua ... tiga!
"Kamu tuh Mama belum selesai ngomong udah ditinggal."
Tepat sasaran! mama menerobos ke kamar setelah hitungan ketiga. Sebentar lagi pasti ia akan nyerocos hingga telingaku berdenging padahal aku sudah menuruti perintah nya mengucapkan terimakasih pada Rafka. Mama belum pernah bertemu dengan sang calon menantu, ia hanya mendengar cerita dari orangtua Rafka tapi mama bersikap seolah-olah telah mengenalnya lama.
"Jadi dia ninggalin kamu?"
Tempat tidur ku sedikit bergerak yang berarti mama telah duduk di samping ku. Aku pura-pura tidak dengar dan setia memejamkan mata seperti mama yang tetap setia menanyakan segala hal tentang pertemuan ku dengan Rafka pagi. Aku sudah menceritakan semua keanehan Rafka, mulai dari dia yang enggan bicara lebih dulu sampai pakaian batik nya. Tapi di mata mama, Rafka tetaplah calon menantu yang sempurna.
"Dia manis sekali memberikan payung untuk mu."
"Yang manis tuh gula bukan nya Rafka." Cibirku seraya berguling memunggungi mama. "Bagian yang paling nyebelin adalah .... " Aku bangkit dari tidur ku, membuka mata lebar-lebar melihat mama. "Bawalah payung itu, sebentar lagi akan turun hujan." Tanganku terlipat di depan dada menirukan gaya bicara Rafka tadi, kepalaku kembali panas mengingat itu semua. "Emang dia anggota BMKG yang bisa meramal cuaca!" Aku menghentakkan kaki ke lantai beberapa kali meluapkan rasa kesal. Lebih baik aku segera mandi sebelum kepalaku meledak gara-gara mengingat kejadian itu.
"Emang."
"Hm?" Tanganku tergantung di udara, urung memutar kenop pintu kamar mandi dan menoleh ke arah mama.
"Masa dia nggak ngasih tahu kamu tadi?" mama beranjak menghampiriku.
"Ngasih tahu apa?" Aku melongo, sepertinya setelah bertemu dengan Rafka aku mulai sering melongo.
"Kalau dia kerja di BMKG."
Aku mendelik, naluri ku berkata bahwa aku sudah melakukan hal yang memalukan tadi di depan Rafka.
"Dia bilang tentang perubahan iklim." Nada suaraku sangat pelan tapi aku yakin mama bisa mendengarnya dengan jelas, walaupun sudah berumur setengah abad telinga mama masih bekerja dengan baik apalagi saat mendengar gosip dari teman-temannya.
"Ya betul sekali!" Mama melompat tepat ke depan wajah membuatku terkesiap. "Kamu nggak tahu kalau itu salah satu dari bagian BMKG?
Oh jadi Rafka emang kerja di BMKG. Aku beringsut dari hadapan Mama sebelum ia menyadari kebodohanku tadi, ahh mungkin sekarang Rafka sedang mentertawakan ku. Mau ditaruh dimana muka ku besok saat bertemu dengan Rafka, Caraaa percuma lu lulusan cum laude kalau akhirnya malu-maluin begini!
Sebaiknya aku menenangkan diri dengan berendam air hangat yang penuh dengan busa beraroma vanila, jika tidak aku bisa stress karena terlalu banyak memikirkan Rafka.
Aku pasrah jika harus menikah bulan depan walaupun dengan laki-laki yang sama sekali tidak aku cintai, bertemu saja baru tadi pagi. Aku tidak tahu bagaimana sifat dan kepribadian nya, menurut pengamatan ku sekilas tadi, Rafka orang yang sangat lugu untuk laki-laki seumurannya. Padahal suami impianku seperti ....
Ah sudahlah, percuma jadi sosok impian kalau akhirnya ninggalin calon istrinya. Aku membuka mata saat wajah cowok–yang tadi kusebut sebagai calon suami impian muncul di pikiranku. Aku tidak boleh memikirkannya barang sebentar, Caramel lemah! ini sudah 3 tahun berlalu, kau seharusnya move on dari dia.
******
"Tante ... tante!"
Apa ini?
Aku merasa waktu berkualitas ku dengan air hangat dan sabun akan segera berakhir. Dengan sangat terpaksa, aku turun dari bathub kesayanganku yang paling mengerti segala tentang gundah gulana kehidupan seorang Caramel.
"Yeay Tante udah selesai mandi!"
Suara itu menyambut ku saat baru keluar dari kamar mandi. Dua bocah laki-laki dan perempuan seumuran yang selalu mengganggu ketenangan weekend ku, mengobrak-abrik kamarku yang indah tapi jika mereka tak datang, aku merasa kehilangan.
"Panggil Kakak ya bukan Tante." Aku berjongkok di depan mereka melemparkan senyum paling manis. "Ayo bilang Kak Caramel."
"Iya kak Calamel." Mereka tersenyum membuat ku ingin mencubit pipi kemerahan itu dengan dua tangan sekaligus, bahkan mereka belum bisa menyebutkan huruf R dengan benar.
"Ya ampun Car, udah mau nikah masih aja nggak mau kelihatan tua lu!" Suara Jane.
Aku berdiri, dua sahabat ku Jane dan Kayla sudah stand by di atas tempat tidur seperti kebiasaan mereka saat akhir pekan mengunjungi rumah ku yang sudah seperti base camp untuk kami. Sebelum mereka menikah, kami bisa bertemu kapan pun tapi kini kehidupan baru mereka membuat kami tak bisa bertemu sesering dulu. Menghabiskan satu hari penuh di kamar ditemani berbagai makanan ringan dan soft drink hingga anak-anak mereka tidur.
Aku hanya mencibir ke arah mereka dan melenggang pergi ke closet room untuk mengganti bathrobe dengan piyama. Selain mencintai air hangat dan busa, aku juga punya hubungan erat dengan piyama, mereka selalu menemani keseharian ku di rumah tanpa mengeluh.
"Tante udah cerita sedikit tentang pertemuan lu sama mas calon suami." Jane meletakkan Kiara anak keduanya di atas stroller, bayi 6 bulan itu sudah tidur mendahului kakak nya, Riko
Jane dan Kayla sudah menikah 5 tahun yang lalu dengan pacar mereka masing-masing, bukan pacar orang, eh. Jane memiliki dua anak Riko 3 tahun dan Kiara 6 bulan sedangkan Kayla memiliki seorang putri bernama Mila dan satu lagi masih di dalam perut. Dan aku? sudah hampir menikah 4 tahun yang lalu. Kenapa aku mengatakan ini berkali-kali, kesannya seperti membanggakan diri karena batal menikah padahal aku hanya ingin membuktikan pada dunia bahwa aku dan hidupku sudah baik-baik saja.
"Aku yakin dia bisa jadi suami yang baik buat lu Car, nggak kayak Rama." Kayla menutup mulutnya sendiri karena keceplosan mengucapkan kata terlarang, Rama. Ya, mereka membuat peraturan tidak boleh mengucapkan nama itu sejak 4 tahun lalu tapi mereka sendiri yang melanggarnya.
"Sok tahu lu," Sewot ku. "dia orangnya aneh, gue pikir tadi dia alien yang nyasar ke bumi." Aku melompat ke atas tempat tidur, memeluk guling sambil mengawasi Riko dan Mila yang berlari berputar-putar tiada henti.
"Dia punya foto gue waktu perpisahan SMA masa!" Aku melihat Jane dan Kayla gantian.
"Wah, jangan-jangan dia secret admirer lu selama ini tapi terlalu takut buat nyamperin langsung." Jane mulai mengatakan analisa nya yang lebih sering salah.
"Cih, zaman sekarang mana ada begituan." Aku tak percaya ada pengagum rahasia di dunia nyata
"Denger-denger dia SMA di Pelita Nusa," Tukas Jen, "nah sekolah kita kan hadap-hadapan sama Pelita Nusa, bisa jadi dia suka ngawasin kamu dari sekolah nya."
"Denger dari siapa?" Aku melihat Jane melalui ekor mataku.
"Dari Tante lah, siapa lagi." Sahut nya.
Usia kami terpaut 2 tahun itu berarti saat aku kelas 10, Rafka kelas 12. Kemungkinan bertemu sangat kecil, aku juga tak ingat apakah pernah bertemu dengan Rafka dulu, tapi sepertinya tidak pernah. Dengar nama Rafka saja baru pertama kali, mana mungkin pernah bertemu walaupun sekolah kami bersebrangan.
"Gue bawa ini buat lu," Jane mengeluarkan tiga botol berukuran berbeda. "ini body care khusus buat cewek yang mau nikah."
Aku memajukan bibir bawah tak percaya pada ucapan Jane, apa semua orang yang mau menikah harus menggunakan perawatan khusus? ku rasa tidak.
"Dan ini," Giliran Kayla, "sabun khusus daerah kewanitaan, elu harus pakai waktu malam pertama." Ia meletakkan dua botol berwarna merah muda dengan gambar bunga sakura bergabung dengan botol yang Jane bawa.
Mereka terlihat lebih semangat dibandingkan sang calon pengantin. Aku tidak ada niat menyiapkan sabun khusus daerah kewanitaan itu, lagi pula setelah menjadi suami, Rafka harus menerima aku apa adanya.
"Nanti lu harus pakai lingerie warna cerah biar dia tergugah." Bisik Jane di telinga ku takut didengar oleh dua bocah yang juga berada disini.
"Apaan sih, nggak mau!" Tolak ku mentah-mentah, membayangkan saja bulu kuduk ku meremang apalagi saat eksekusi nanti. Bukannya bergairah, Rafka akan terkejut dan kabur melihat calon istrinya mengenakan lingerie terang menyala.
"Kapan kalian ketemu lagi?" Tanya Jane seraya menata botol-botol di atas meja rias ku.
"Besok." Aku mengubah posisi menjadi terlentang, menatap langit-langit kamar.
"Cie baru hari besok udah mau ketemu lagi, calon pengantin jadi lengket sejak pertemuan pertama." Kayla menyeringai ke arah ku, matanya berkilat-kilat bahagia.
Iya besok, kalau bukan mama yang memaksa maka pertemuan kami tak akan seintens ini, aku yakin Mama akan salah berusaha membuat kami sering bertemu. Mama tak memikirkan perasaan anaknya yang muak dengan cowok kaku itu, ia hanya bilang kalau aku akan jatuh cinta pada Rafka seiring berjalannya waktu. Aku tak mementingkan cinta, umurku sudah 28 tahun, aku hanya ingin membahagiakan kedua orang tua ku dengan mengikuti kemauan mereka. Dulu aku pernah jatuh cinta, setiap hari jatuh cinta lalu perasaan itu dipatahkan, dihancurkan begitu saja hingga sekarang aku lupa bagaimana cara melakukan itu lagi. Aku sudah lupa rasanya dada berdebar saat bertemu dengan orang terkasih. Aku tak akan jatuh cinta lagi setelah hari itu, yang ada hanya patah hati dan jengah.
Sabarlah hati, aku tahu kau lelah jatuh cinta, jika lelah maka jangan lakukan itu, jangan pernah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
bunda Thalita
ntar mah bucil lho cara wkwkwk
2023-11-07
0
Remember
💪
2022-03-22
0
Kristina Situmeang
apa rafka temannya rama ya?! soalnya rafka kenal tau tentang rama
2022-02-21
1