Renatta dan Devan sedang menyelesaikan makannya, saat tiba - tiba terdengar suara teriakan Bi Ani yang memanggil nama Renatta, membuat Renatta dan Devan menghentikan makannya dan segera berlari ke sumber suara Bi Ani dari lantai atas.
"Apa yang terjadi bik?" Tanya Renatta dengan nada paniknya, sedangkan Bi Ani tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya
"Saya tadi masuk ke kamar Tuan Brata dan saya mencoba membangunkan Tuan Brata tapi tuan tetap menutup matanya, saya khawatir terjadi sesuatu"
Renatta langsung masuk ke kamar papahnya dan memegang denyut nadi papahnya yang ternyata masih berdenyut, dengan panik Renatta berusaha membangunkan papahnya tapi tetap tidak direspon.
"Lebih baik kita segera membawa papah ke rumah sakit, biar aku siapkan mobil terlebih dahulu" Ucap Devan kemudian segera menyiapkan mobil untuk membawa Tuan Brata ke rumah sakit.
"Papah bertahan ya, papah tidak boleh ninggalin Renatta" Ucap Renatta memegang tangan papahnya yang terasa dingin.
"Non Renatta yang sabar, saya yakin Tuan Brata pasti hanya pingsan" Bi Ani memegang pundak Renatta berusaha menenangkan Renatta agar bisa berhenti menangis.
Devan kembali lagi ke kamar Tuan Brata dan berusaha membawa Tuan Brata ke mobil di bantu oleh Bi Ani dan Renatta.
Di perjalanan Renatta tidak berhenti menangis sambil terus menggenggam tangan papahnya.
Sesampainya di rumah sakit, Tuan Brata segera ditangani oleh dokter, sedangkan Renatta dari tadi tidak berhenti menangis, Devan menghampiri Renatta dan memeluk tubuh Renatta.
"Aku takut Dev, aku takut terjadi hal buruk kepada papah, aku takut" Renatta semakin mengeratkan pelukannya kepada Devan.
"Papah akan baik baik saja, kamu tidak perlu khawatir, kamu harus percaya kalau semuanya akan baik baik saja"
Lama mereka berpelukkan, tiba tiba seorang dokter keluar dari ruang UGD, "Bagaimana keadaan papah saya dok?"
"Keadaan papah anda semakin buruk, kita harus melakukan perawatan yang lebih intensif di rumah sakit"
"Tapi bukankah kemarin keadaan papah sudah mulai membaik kenapa sekarang papah drop kembali?"
"Sebenarnya kemarin kondisi papah anda tidak cukup baik tapi beliau memaksa untuk di izinkan pulang agar bisa menghadiri acara pernikahan anda" dokter itu berkata sejujurnya kepada Renatta.
Tidak lama kemudian Om Regan datang dengan wajah paniknya "Bagaimana keadaan Tuan Brata?"
"Keadaan Tuan Brata saat ini cukup lemah jadi kami masih belum bisa memindahkannya ke ruang kamar inap" Ucap dokter tersebut kepada Om Regan.
.
.
.
Renatta saat ini sudah berada di ruangan papahnya "Pah, papah harus bisa sehat kembali, maafkan Renatta yang belum bisa menjadi anak baik untuk papah dan belum bisa membuat papah bangga" Renatta menjeda ucapannya karena tidak bisa menahan isakannya.
"Renatta sayang sekali sama papah, Renatta berterima kasih karena papah sudah mau menyayangi Renatta dengan tulus walaupun Renatta bukan anak kandung papah"
"Renatta keluar dulu ya pah, nanti Renatta kesini lagi untuk menemui papah" Renatta melepaskan genggaman tangannya lalu keluar dari ruangan tersebut.
Sekarang giliran Devan yang menjenguk Tuan Brata, Devan hanya diam sambil memandang wajah Tuan Brata yang terlihat begitu pucat.
"Anda seharusnya bertahan lebih lama, dan menyaksikan bagaimana saya menyakiti putri anda" Devan menjeda ucapannya.
"Saya bahkan sulit percaya bahwa orang seperti anda tega meninggalkan seseorang yang anda tabrak dalam keadaan yang sedang sekarat tanpa mau menolongnya sama sekali, dan membiarkan dia merasakan sakit di tubuhnya hingga ajal menjemputnya" lanjutnya
Devan memajukan dan menundukkan badannya tepat di samping tubuh Tuan Brata "Semoga anda segera siuman Tuan Brata Abimana"
.
.
.
Saat ini Renatta sedang berada di taman rumah sakit, dia berusaha menenangkan pikirannya yang sedang kalut, jujur dia sangat takut kehilangan papahnya karena hanya papahnya yang saat ini dia punya.
"Kenapa disini?" Tanya Devan yang ikut duduk di samping Renatta
Lama Renatta terdiam, kemudian dia memejamkan matanya "Aku hanya ingin mencari ketenangan, kamu tahu seberapa besar rasa takutku kehilangan papahku, hanya papah yang saat ini aku punya, aku sudah tidak punya siapa siapa lagi Dev" Renatta kembali lagi terisak pelan.
Devan meraih tubuh Renatta dan menyandarkannya di bahunya "Kamu masih punya aku Re, kamu bisa bersandar dan bergantung kepadaku untuk saat ini"
Tangisan Renatta semakin kencang, dia benar benar merasa ketakutan yang amat sangat besar akan kehilangan papahnya, ini adalah ketakutan keduanya saat dulu mamahnya juga pergi meninggalkannya dan papahnya untuk selamanya.
Dan bahkan sekarang papahnya seolah olah ingin meninggalkannya sendirian.
Devan membiarkan Renatta menangis agar bisa meluapkan semua rasa sedihnya dan membiarkan baju yang dia pakai basah dengan air mata Renatta.
.
.
.
"Bi Ani dan Om Regan lebih baik pulang saja biar aku dan Devan yang menjaga papah di rumah sakit"
"Baik non, nanti saya akan kesini lagi membawa pakaian ganti untuk Non Renatta dan Tuan Devan"
"Saya pamit pulang non, semoga Tuan Brata segera siuman kembali" Ucap Om Regan sambil berlalu meninggalkan Devan dan Renatta yang diikuti Bi Ani dibelakangnya
Selepas perginya Om Regan dan Bi Ani, mereka berdua hanya terdiam dengan pikiran masing - masing, hingga Devan terlebih dahulu membuka suara.
" Kamu terlihat lelah Re, kalau kamu memang merasa capek, kita bisa pulang terlebih dahulu dan istirahat, nanti kita bisa kesini lagi untuk menjenguk papah"
"Tidak perlu Dev, aku akan lebih tidak tenang jika harus meninggalkan papah sendiri di rumah sakit dalam keadaan seperti ini"
Setelah mendengar jawaban dari Renatta, hanya keheningan yang kembali tercipta, Devan bahkan sedikit bingung bagaimana bisa dia begitu peduli dengan Renatta bahkan tanpa bisa dipungkiri dia begitu khawatir dengan kondisi Renatta saat ini, tapi lagi lagi Devan tidak terlalu menyadari hal tersebut.
.
.
.
Renatta dan Devan masuk ke ruangan papahnya dirawat, Renatta mendekat ke papahnya dan menggenggam tangan papahnya dengan erat.
Renatta tersenyum, mengingat semua kenangan indah yang pernah dia dan papahnya alami.
"Pah, Renatta pengen sekali bisa mewujudkan mimpi papah, dulu papah pengen kan Renatta bisa bekerja di perusahaan papah, mulai besok Renatta janji kalau papah siuman Renatta akan bekerja di kantor papah, dan meninggalkan dunia desainer yang sangat Renatta sukai demi papah" Renatta semakin mengeratkan genggamannya
Ketika dia akan melanjutkan perkataannya tiba - tiba mesin EKG mulai menunjukkan garis lurus yang tentu saja membuat Renatta panik sedangkan Devan langsung memencet tombol darurat, tidak lama kemudian seorang dokter dan dua orang suster masuk keruangan.
"Saya mohon anda segera keluar, saya akan melakukan pertolongan kepada Tuan Brata"
Ucap dokter tersebut kepada Renatta yang tidak terlalu Renatta hiraukan dan tetap menggenggam tangan papahnya sambil terus menangis
Devan segera menarik Renatta agar segera menjauh agar dokter bisa menangani papahnya dengan baik.
"Ayo Re kita keluar sekarang, jangan mempersulit kerja team medis"
"Tidak Dev, aku mau menemani papah, aku tidak mau meninggalkan papah" Renatta tetep tidak mau keluar dari ruangan papahnya
"Jangan keras kepala Re, kalau kamu ingin papah segera ditangani ayo kita sekarang keluar" Ucap Devan sedikit meninggikan suaranya dan menuntun Renatta untuk keluar.
Diluar ruangan Renatta terduduk sambil terus menangis.
"Semuanya akan baik - baik saja" Ucap Devan berusaha menenangkan Renatta dan membawa tubuh Renatta ke dalam pelukannya.
.
.
.
To Be Continue
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Cholifah
semangat Thor
2021-12-11
1
lalaya
gilaa tajem banget omongannya
2021-12-03
1
Sugiyanto Samsung
apa benar yg menabrak ayahmu brata
2021-11-30
3