"Saya terima nikahnya Aya Humaira bin Zaki Mubarak dengan seperangkat alat sholat di bayar tunai." Satu tarikan nafas, Rey dengan lancar mengucapkan ijab kabul dengan fasih seolah-olah ia telah berpengalaman.
"Sah ..!"
"Saah !!!"
"Alhamdulillah .... ." Pak penghulu melantunkan doa-doa keselamatan.
Zaki Mubarak yang sering disapa Ustadz Abah kini tersenyum damai di alam bawah sadarnya sampai akhirnya alat monitor menunjukan garis lurusnya.
"Tut.. Tut.. Tuuuuuuuut....." Suara panjang sampai ketelinga Aya yang sedang khusyuk mengaminkan doa yang sedang dilantunkan oleh pak penghulu.
Aya menatap Abahnya yang terpejam damai sembari tersenyum.
"Dokter !!! Dokter !! Tolong sahabat saya!!!?" teriak Tuan Maher yang terlihat panik.
Beberapa dokter langsung mencoba melakukan kejut jantung.
"1 ... 2 ... 3 .. Mulai !! Jeb .. Jeb .. Jeb..." Setelah beberapa tekanan Dokter menggelengkan kepalanya. Sebenarnya dokter sudah yakin jika nyawa pasien ini tidak dapat tertolong. Namun demi rasa hormat kepada pemilik rumah sakit, para dokter berakting supaya mereka terlihat telah berusaha.
"Kenapa kalian geleng-geleng!?" tanya Tuan Maher yang masih belum menerima kenyataan.
"Maaf Tuan ..." ucap dokter yang tidak dapat berbuat banyak.
"Maaf apa! Cepat kalian lakukan tugas kalian!?" bentak Tuan Maher membuat Para dokter menciut.
Aya yang melihat itu langsung mencoba untuk menenangkan Tuan Maher.
"Om, mereka sudah berusaha, namun takdir berkata lain. Aya sudah ikhlas om. Lebih baik kita segera memakamkan Abah. Kasihan beliau," ucap Aya sembari menahan sakit di tenggorokannya. Ia dapat menegarkan orang lain, namun sejatinya hatinya lebih sakit ketimbang siapapun yang ada disana.
Rey hanya dapat menatap iba, bukan pada Aya ataupun alm. Ustadz Abah, namun ia iba dengan nasibnya sendiri. Ia sudah mengorbankan dirinya untuk menikahi wanita yang tidak ia dikenal dengan harapan jika pria yang terbaring itu lekas kembali pulih.
"Kamu benar-benar anak Solehah dan kuat nak. Panggil aku papah mulai sekarang, ya?" ucap Tuan Maher dengan perasaan penuh bersyukur, meski ia telah kehilangan sahabatnya namun ia masih diberi kesempatan untuk bertemu dan menuntaskan janji mereka.
"Insyaallah Saya kuat Pah. Aya sudah janji dengan Abah jika Aya akan kuat dan selalu tabah. Aya tidak ingin Abah sedih memikirkan Aya, Aya ingin Abah bahagia," ucap Aya dengan air mata yang keluar dengan sendirinya.
"Bagus nak, papah juga bangga dengan ketabahan dan ketegaran kamu. Teruslah menjadi wanita hebat. Oya, kita akan makamkan Abah kamu kemana?"tanya Tuan Maher.
"Dikampung saja Pah, disebelah makan ibu," jawab Aya.
"Baiklah."
...
Aya menemani alm. Abahnya di mobil ambulans. Aya menolak halus untuk satu mobil bersama Tuan Maher dan Rey. Ia ingin terus berada disamping abahnya sebelum akhirnya tanah akan bersatu dengan jasadnya.
Di ambulan, Aya menatap kain yang menutupi tubuh seorang ayah yang telah terbujur kaku. Bibirnya bergetar sehingga terdengar suara gertakan pada giginya yang rapi. Masih berbalut mukena bercadar, Aya terus melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Aya terus berdoa untuk keselamatan abahnya dan juga untuk menguatkan hatinya.
Ingin sekali Aya menangis menggila dan memilukan. Namun Aya yakin, bukan itu yang diharapakan oleh alm. Abahnya. Saat ini, yang abahnya butuhkan adalah doa dari anak solehah.
"Abah yang tenang disisinya ya. Aya janji akan selalu mengirimkan doa rindu setiap sujud Aya. Tiap hari pasti Aya akan merindukan Abah. Abah, meski kini Aya tak ada lagi tempat tuk bercurah kasih, namun Aya yakin jika Abah akan selalu mendengarkan curahan Aya dari doa yang Aya titipkan pada-Nya. Semoga Allah mengampuni segala dosa dosa Abah dan melampangkan tempat peristirahatan abah. Amiin ..." Curahan ketabahan Aya tanamankan dalam jiwa yang rapuh.
Suara ambulan terdengar ditelinga para warga desa yang sudah menanti kedatangan jasad alm. Ustadz Abah.
Warga beramai-ramai berebut untuk mengambil kesempatan untuk mengangkat jasad ustadz Abah. Kesan baik yang telah ustadz Abah berikan kepada warga membuat warga berempati merasakan rasa kehilangan yang begitu mendalam.
Seorang nenek berlari untuk memeluk cucunya yang malang. Ia adalah nenek dari pihak almarhum ibunya, karena dari pihak bapak sudah tidak ada semua.
"Ayaaa ....!!!"teriak nenek.
Mendengar suara neneknya, Aya membalikan tubuhnya dan memeluk erat sang nenek. Di pelukan neneknya, Aya baru bisa mengeluarkan suara pilunya.
"Huuu uuu uuuu... Nek, Abah telah tiada, Abah pergi ninggalin Aya sendiri nek, huuu uuu uuu,," suara isak tangis Aya terdengar ditelinga Rey yang sedang memperhatikan warga yang membopong jasad ustadz Abah untuk di mandikan dan setelah itu dikafani.
Rey masih tidak bisa berkata-kata apa-apa. Ia tidak tau harus berekspresi seperti apa. Ini adalah kematian ayah mertuanya, namun Rey masih tidak bisa menunjukkan ekspresi sedihnya. Ia hanya terlihat seperti orang kebingungan sendiri.
"Assalamualaikum buk," sapa Tuan Maher pada nenek Aya.
"Nak Maher? Kamu nak Maherkan?" tanya si nenek.
"Iya buk, saya Maher, sahabatnya Zaki," jawab Tuan Maher dengan sopan.
"Ya Allah, kamu kemana saja nak. Kenapa tidak pernah main kesini. Hik hik, Zaki sudah tidak ada nak Maher," ucap si nenek yang belum tahu jika Maherlah yang sudah membantu Alm. Zaki.
"Iya buk, saya tahu. Saya juga membantu Zaki ketika dirumah sakit. Maafkan saya yang tidak pernah berkunjung ke desa,"bucap Tuan Maher dengan sopan.
..
Setelah acara pemakaman sudah selesai. Kini semua keluarga besar dari pihak ibu berkumpul dirumah Aya. Tuan Maher ingin mencoba untuk menjelaskan sesuatu.
Dari pihak ibunya, hanya neneknya yang masih menerima Aya. Untuk paman dan bibik semua menolak kehadiran Aya.
"Saya ingin menyampaikan jika sebenarnya Anak saya yang bernama Rey ini sudah sah menjadi suami Aya. Pernikahan ini begitu sangat mendadak sebelum akhirnya Zaki pergi untuk selama-lamanya. Untuk semua keluarga Aya, saya ingin bertanya tentang resepsi pernikahan. Akankah diadakan atau bagaimana, mengingat Zaki baru saja tiada?"
"Pah, kita tidak perlu mengadakan resepsi," ucap Rey yang tidak ingin hubungannya dengan wanita ninja itu terekspos.
"Kita akan mendengarkan mereka Rey!"
"Kami sekeluarga sudah tidak perduli dengan Aya, terserah anda mau bawa kemana anak ini. Kami tidak perduli!" ucap si Bibik.
"Neng !!" bentak Si nenek.
"Jaga kata-kata kamu!!" lanjutnya.
"Kami pamit Tuan," ucap si bibik yang langsung meninggalkan rumah Aya bersama dengan adik laki-lakinya yang juga tidak menyukai Aya.
"Emm nak Maher tolong maafkan ucapan putri saya. Mereka tidak menyukai Aya karena mereka menganggap Aya yang telah membuat kakak perempuan mereka tiada," jelas nenek.
"Cih, keluarganya saja tidak menerima dia bagaimana aku bisa menerima wanita ini,!" Umpat Rey dalam hati.
"Tidak papa buk, saya sangat faham. Saya juga ada ketika ibunya Aya telah tiada, saya turut prihatin dengan sikap dari Bibik dan paman Aya. Sejatinya bukanlah salah Aya, namun mereka bersikap seolah-olah Aya adalah pembunuh."
"Saya sudah tidak tahu lagi harus bagaimana caranya menasehati anak-anak saya," ucap nenek sendu.
"Nek, Aya tidak papa. Nenek tidak perlu sedih. Walaupun Bibik dan paman terlihat cuek, tapi sebenarnya mereka baik kok. Nyatanya mereka masih bersedia untuk membantu Aya mengurus segala proses pemakaman Abah," ucap Aya dengan tegar.
"Cih, dasar wanita ninja bermuka dua, eh bukan bermuka dua, tapi muka tidak jelas, haha," gumam Rey lagi dalam hatinya mengejek Aya.
"Buk, jika begitu izinkan kami membawa Aya untuk kembali ke kota. Karena saat ini Aya sudah menjadi istri dari anak saya. Aya adalah mantu saya," ucap Tuan Maher meminta dengan santun.
"Hemm, iya nak. Aya sekarang adalah tanggung jawab dari anak kamu, siapa namanya tadi?"
"Rey Maher, nama saya Rey Maher. Panggil saja Rey," jawab Rey dengan bangga menyebutkan namanya.
"Eh iya nak Rey. Nenek mohon, tolong kamu jaga cucu nenek ini. Dia sangat baik dan patuh. Dia dapat menjadi istri yang Solehah untuk kamu," ucap nenek.
"Ah iya nek, insyaallah saya akan menjadi suami yang baik untuknya," ucap Rey sembari mengutuk dirinya sendiri. "Cih, bicara kamu ini Rey!"
"Tapi Aya akan disini sampai tujuh harinya Abah," ucap Aya membuka suara.
"Baiklah Aya, tapi papah dan Rey harus pulang duluan. Ada banyak pekerjaan, nanti setelah 7 hari Rey akan menjemput kamu," jawab Tuan Maher.
"Iya Pah," ucap Aya.
"Baiklah, kami pamit dulu," ucap Tuan Maher.
Semua berdiri untuk mengantarkan Tuan Maher dan Rey kedepan teras.
Aya mengulurkan tangannya untuk mencium tangan Rey. Rey yang tidak ingin terlihat jika ia tidak menyukai Aya mencoba untuk memberikan tangannya.
Aya menyibakkan cadarnya dan mencium punggung tangan suaminya dengan bibirnya.
Sebuah sentuhan kulit dan kulit membuat rasa sensi tersendiri bagi Rey. Ini bukan pertama kali Rey bersentuhan dengan wanita. Namun dengan Aya, Rey seperti merasakan yang sesuatu yang berbeda.
"Baiklah, Aya kami pergi dulu ya. Jika sudah siap hubungi papah."
"Baik pah .."
Akhirnya Rey dan Tuan Maher pergi meninggalkan Aya.
Dibalik cadarnya, Aya tersenyum canggung karena itu adalah pertama kalinya ia bersentuhan dengan pria. Setelah baligh, Aya benar benar menjaga segala kesuciannya. Meski sedikit canggung, namun Aya berusaha mencoba untuk membiasakan diri mengingat ia juga harus berusaha untuk menjaga janji suci sebuah pernikahan.
.
Jangan lupa like, komen, dan Vote Untuk memenangi hadiah PULSANYA 💓💓🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 117 Episodes
Comments
Hartaty
apa kabar Wisnu,kasian
2023-05-10
0
Kalita Filzah Afiza
bagus ceritanya
2023-01-17
1
Kendarsih Keken
sabarrr Aya kamu pasti bisa menghadapi semua nyaaa
2022-04-21
0