#MENTARI, FATIH, DAN ZAHRA (18)

     Fatih sudah menyelesaikan mandinya, dan saat keluar dari kamar mandi, dia tidak menemukan Mentari di sana. Hanya ada baju yang sudah disiapkan untuknya. Saat Fatih sudah selesai memakai pakainya, Mentari baru masuk ke kamarnya.

"Mentari, kamu habis dari mana?" tanya Fatih dengan suara lembutnya, karena dia mencium ada aroma sabun dari tubuh Mentari.

"Tadi setela mencuci piring, aku kebelet Mas. Jadi sekalian saja mandi di bawah."

"Oh, pantas saja. Tadi Mas tunggu, kamu nggak masuk-masuk ke dalam. Biasanya kita mandi bersama," 

     Fatih menyerahkan dasinya kepada Mentari, seperti biasa agar dipasangkan olehnya. Mentari menerima itu dan langsung memasangkannya. Saat Mentari hendak membalikan badannya. Fatih menahan Mentari, di usapnya perut Mentari.

"Terima kasih, ya. Aku sangat senang sekali, akhirnya bisa juga mengelus perut istriku yang ada bayinya," 

"Dede bayi, baik-baik di dalamnya ya! Papa sayang kalian," Fatih mencium perut Mentari.

     Melihat apa yang sedang di lakukan oleh Fatih membuat hati Mentari tersayat. Dia mengalihkan pandangannya keluar jendela, dan fokus melihat pemandangan langit di pagi hari. Agar tidak mendengar apa yang Fatih ucapkan kepada anaknya.

"Mentari, kamu kok nggak pakai baju ngantor? Apa nggak akan kerja?"

"Nggak, Mas. Kemarin aku sudah mengajukan cuti selama tiga hari."

     Terlihat wajah Fatih yang kecewa, karena akan pergi ke kantor seorang diri. Sudah biasa baginya saat pergi ke kantor, bersama dengan Mentari. Mendengar celotehan Mentari di perjalanan menuju kantor adalah mood booster baginya.

"Kalau begitu Mas pergi sendiri, dong!"

"Itu harus dibiasakan mulai sekarang, Mas."

"Kenapa?"

" Iya, karena--"

"Mas Fatih kok belum turun juga. Nanti kesiangan, lihat sudah jam berapa?" Zahra tiba-tiba masuk dan mengganggu moment pagi Mentari dan Fatih.

     Mentari melihat Zahra, ada rasa tidak suka dari pancaran matanya saat pandangan mereka bertemu. Zahra pun langsung menarik tangan Fatih dan menuntunnya untuk turun ke bawah. Begitu juga dengan Fatih, menarik tangan Mentari agar mengikutinya. Jadinya mereka saling bergandengan tangan. Mentari yang awalnya terkejut karena tangannya juga ditarik oleh Fatih, berusaha untuk melepaskannya, tapi Fatih malah makin menggenggam erat tangannya.

"Mas, hati-hati di jalan ya!" Zahra mencium tangan Fatih, "semoga Allah selalu meridho setiap usahamu,Mas."

"Aamiin." Fatih mencium kening Zahra.

"Mas berangkat dulu, ya," Fatih mengulurkan tangannya kepada Mentari, dan di sambut kemudian diciumnya dengan takzim.

"Semoga ridho Allah, selalu bersamamu, Mas."

"Aamiin." Fatih pun mencium ubun-ubun Mentari karena kepalanya menunduk terus.

     Setelah Fatih berangkat ke kantor, tinggal mereka berdua yang berada di teras depan. Terjadi kecanggungan di antara mereka.

"Zahra, apa kamu melihat Jihan? Karena sejak semalam aku tidak melihatnya," Mentari memecah keheningan di antara mereka. 

"Entahlah aku juga belum bertemu dengannya lagi setelah aku tampar dia semalam," Zahra mengangkat kedua bahunya.

"Wah … sekarang kamu sudah punya keberanian rupanya," Mentari tersenyum menggoda Zahra.

"Kali-kali dia harus dikasih pelajaran yang keras! Agar tahu mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan olehnya?!" Zahra berjalan ke dalam rumahnya dan di ikuti oleh Mentari.

     Sesat barusan Mentari melihat Zahra, pancaran matanya sudah kembali biasa lagi. Mentari jadi bisa menduganya, kalau Zahra sedang cemburu. Jadi sebisa mungkin dia harus menghindari Fatih saat ada Zahra bersamanya.

*****

     Fatih tidak bisa konsentrasi saat bekerja di kantornya. Wajah Mentari yang tiba-tiba sembab. Padahal saat memasak dengannya, Mentari baik-baik saja.

"Apa telah terjadi sesuatu dengannya, ya?" gumam Fatih.

"Ah … ternyata tidak mendengar banyolan Mentari membuatku kurang bersemangat," kata Fatih sambil menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi, dan pandangannya ke langit-langit ruang kerjanya.

"Salah … yang benar tuh, nggak ada ciuman penuh gairah saat berangkat ke kantor," 

    Alif, sang asisten kepercayaannya sedang berdiri di sampingnya. Fatih menegakkan kembali duduknya. Dilihatnya Alif yang masih saja tersenyum menggodanya.

"Apa maksud kamu?" tanya Fatih sambil menatap tajam pada Alif dengan telinganya yang sudah memerah.

     Alif malah tertawa, saat melihat wajah atasannya itu. Sudah menjadi rahasia umum di perusahaan BERKAH JAYA, kalau tiap pagi atasannya pasti ada bekas lipstik di bibir atau sekitar bibir, pimpinan mereka. Tidak ada seorangpun yang berani menegurnya atau memberitahunya akan noda lipstik itu.

      Justru itu malah menjadi daya tarik sendiri bagi sang atasan yang dikenalnya kaku itu. Bagi bawahannya itu malah jadi terlihat seksi. Apalagi bibir Fatih warnanya pink cenderung merah, karena tidak pernah merokok, dan minum kopi juga sangat langka.

"Hari ini tumben tidak ada lipstik yang menempel di bibir Pak Bos," bisik Alif kemudian dia menutup mulutnya agar tidak tertawa. Karena saat ini lagi jam kerja. Lain lagi ceritanya bila sudah jam pulang kerja.

    Mendengar perkataan Alif, bagaikan alarm yang mengikatkan dia. Karena hari ini Mentari tidak pergi ke kantornya, jadi tidak ada ciuman mesra ketika mengantar Mentari.

"Hari ini Mentari tidak pergi ke kantornya, dia lagi cuti," balas Fatih dengan lesu sambil menelungkupkan badannya di meja.

"Kalau begitu panggil saja, Mentari ke sini sekalian ajak makan siang bersama-sama?" Alif memberikan ide untuk atasannya itu.

"Lalu, Zahra?" tanya Fatih sambil menegakkan kembali badannya.

"Ya, ajak aja sekalian! Biar makin semangat!" jawab Alif dengan mengangkat kedua alisnya dan senyum jahilnya.

"Mana berani aku bermesraan dengan Mentari di hadapan Zahra! Begitu juga sebaliknya, aku nggak berani bermesraan dengan Zahra di depan Mentari." Fatih menguar rambut dengan kedua tangannya.

"Kalau begitu minta saja Mentari untuk mengantarkan sebuah dokumen yang ada di dalam ruang kerja, dan menyuruhnya datang kesini!" kata Alif memberikan ide dadakan miliknya.

     Maka Fatih pun menelepon Kmh Mentari untuk mengantarkan sebuah dokumen yang ada di kantor kerjanya.

    Mentari sudah berdandan dengan rapi dan membawa sebuah dokumen di tangannya. Saat menuruni tangga, di lihatnya Zahra berada di bawah.

"Mentari mau kemana kok rapi gitu?"

"Mas Fatih minta untuk mengantarkan dokumen ini ke kantornya."

"Kalau begitu aku ikut! Aku juga ingin bertemu sama Mas Fatih," kata Zahra sambil tersenyum.

"Kalau begitu, kamu saja yang mengantarkannya," Mentari menyerahkan dokumen itu kepada Zahra.

    Zahra makin tersenyum lebar, karena jadi dia yang akan mengantarkan dokumen itu ke kantor suaminya. Zahra sudah lama sekali tidak pernah lagi menginjakan kakinya di kantor Fatih.

"Oh, iya. Aku sudah mengeluarkan bahan-bahan untuk memasak menu makan siang. Tolong kamu lanjutinkan, ya!" pinta Zahra kepada Mentari.

"Iya. Kamu mau masak apa hati ini?"

"Tumis kangkung, sama cumi pedas. Itu menu kesukaan aku sama Mas Fatih," Zahra menunjuk sekotak cumi yang terhalang oleh daun-daun kangkung.

    Zahra yang akhirnya pergi mengantarkan dokumen, sedangkan Mentari yang jadi memasak. Mentari tidak mengganti bajunya, dia langsung memasak menu pesanan Zahra.

******

JANGAN LUPA KLIK LIKE, FAV,, HADIAH, DAN VOTE NYA JUGA YA.

DUKUNG AKU TERUS DENGAN MEMBERIKAN JEMPOL YANG BANYAK.

TERIMA KASIH.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***