Sudah hampir sebulan Widuri dan Jihan tinggal di rumah Fatih. Semua urusan dapur selalu mereka yang melakukannya. Walau Zahra dan Mentari meminta mereka untuk tidak memasak, karena Fatih lebih suka rasa masakan istri-istrinya. Namun tetap saja mereka memaksa kalau urusan masak biar mereka yang urus. Katanya hitung-hitung ucapan terima kasih sudah diizinkan untuk tinggal di sana.
"Zahra, sampai kapan mereka akan tinggal di sini?" tanya Mentari sore hari setelah pulang dari kerjanya.
"Entahlah aku juga tidak tahu," jawab Zahra dengan nada kesal.
"Kamu kenapa?" tanya Mentari saat melihat wajahnya yang cemberut.
"Lagi-lagi si Jihan, sok perhatian ngasih minum Mas Fatih saat baru pulang kerja. Itu 'kan sudah tugas aku setiap harinya!" ucap Zahra masih terdengar kesal.
Pembicaraan mereka terputus, karena kedatangan Fatih yang membawa handphone milik Mentari.
"Ayah menelpon barusan, katanya ada sesuatu yang mau dibicarakan sama kamu. Sepertinya sangat penting, telepon balik!" pinta Fatih kepada Mentari sambil menyerahkan handphone itu.
"Terima kasih, Mas," ucap Mentari kemudian di pergi meninggalkan mereka berdua.
"Kamu kenapa? Wajahmu terlihat suram," kata Fatih sambil membelai wajah Zahra.
Zahra pun langsung memeluk Fatih, ingin mengembalikan mood-nya yang lagi jelek. Biasanya dengan mendapatkan perlakuan romantis dari suaminya, mood dia akan cepat baik kembali.
"Aku kesal, sama Jihan tadi. Lagi-lagi dia memberimu air minum saat baru pulang dari kerja. Padahal itu sudah tugas aku," kata Zahra dengan nadanya yang merajuk.
"Ya sudah, mulai besok, kalau Jihan memberikan Mas air minum lagi, tidak akan, Mas minum. Karena itu adalah tugas kamu," kata Fatih mengikuti keinginan istrinya itu.
"Terima kasih, Mas. Aku makin cinta deh!" kata Zahra sambil mendongakan wajahnya dan tersenyum lebar ke arah Fatih.
"Mas juga cinta sama kamu, Zahra!" balas Fatih sambil tersenyum hangat.
Saat itu Mentari berada di dekat meraka, tanpa mereka sadari. Mentari mendengar dan melihat apa yang sedang mereka lakukan.
Zahra pun mengjinjitkan kakinya, dan mencium bibir Fatih dengan mesra. Fatih pun membalas ciuman istrinya itu.
Mentari berjalan mundur, tidak mau mengganggu kegiatan mereka berdua. Hatinya merasa sakit saat melihat pemandangan itu. Padahal itu bukan pertama kali buatnya melihat mereka berpelukan dan berciuman. Entah kenapa hari ini rasa yang dirasakan oleh Mentari agak berbeda.
Setelah selesai makan malam yang penuh drama dari Widuri yang menangis, karena Mentari minta besok pagi dia dan Zahra yang akan masak untuk sarapan. Widuri tidak terima kemudian di mengurung diri di dalam kamar. Melihat ibunya diperlakukan seperti itu, Jihan tidak terima lalu pergi.
Tidak lama kemudian telepon Zahra berbunyi, ibunya menasehati Zahra akan kelakuan yang diterima oleh Widuri. Walau Zahra berusaha menjelaskan dengan bahasa yang baik dan sopan, tetap Mirna tidak mau kalau dia mendengar lagi aduan dari Widuri dan Jihan.
"Sudahlah biarkan saja mereka maunya gimana?!" kata Zahra kecewa sama ibunya yang lebih memihak kepada bibi Widuri.
"Mas, tolong dong kirim pekerja kamu yang di bagian properti untuk segera membantu membuatkan rumahnya bibi Widuri, biar cepat selesai, dan pergi dari sini," kata Mentari sambil berbisik ke arah Fatih, tapi masih bisa didengar oleh Zahra.
Fatih dan Zahra pun tertawa terkekeh, mendengar perkataan Mentari barusan. Itu adalah cara mengusir yang halus. Sehingga harus dijalankan rencana itu, agar tamu tak diundang di rumahnya segera pergi.
******
Senyum bahagia milik Fatih yang terlukis di wajahnya tak pernah hilang. Sehabis mereka bercinta, kini dia sedang tiduran sambil memeluk tubuh Mentari dan membelai rambutnya yang masih lembab walau sudah dikeringkan pakai hairdryer.
"Mentari …."
"Ya, Mas."
"Sudah berapa lama kita menikah?" tanya Fatih di sela-sela ciumannya di ubun-ubun Mentari.
"Hm … hampir tiga bulan," jawab Mentari sambil memejamkan matanya, menikmati perlakuan suaminya itu.
Fatih melepaskan pelukannya dan melihat ke arah Mentari. Dia terkejut dengan ucapan Mentari barusan.
"Mentari … apa kamu sudah hamil?" tanya Fatih dengan senyum merekah di wajahnya, matanya berbinar, kedua tangannya memegang kedua sisi wajah Mentari.
"Aku … hamil?!" tanya Mentari belum yakin, karena belum pernah periksa menggunakan alat tes pack.
"Itu … karena, aku dan kamu selalu … tiap hari 'kan? Kini kita sudah memasuki bulan ketiga pernikahan kita, dan aku belum pernah mendapatkan dirimu datang bulan," kata Fatih dengan senyum lebarnya.
Mendengar perkataan suaminya barusan, Mentari langsung bangun dari tidurnya. Terlihat wajahnya yang terkejut dan bercampur bahagia. Mentari memegang perutnya, dengan sebelah tangannya.
Fatih pun ikut bangun ketika Mentari bangun barusan. Sebelah tangannya pun ikut memegang perut Mentari. Keduanya saling pandang satu sama lain, senyuman kebahagiaan keduanya terukir dengan jelas.
"Aku sampai tidak ingat, kalau aku terakhir datang bulan adalah dua hari sebelum pernikahan kita," kata Mentari sambil tersipu malu, karena membicarakan urusan perempuan kepada Fatih.
"Jadi … beneran 'kan kalau kamu sedang hamil?!" tanya Fatih dengan matanya yang berbinar-binar dan tersenyum manis.
"Kita akan tahu kalau sudah diperiksa, atau di tes," jawab Mentari sambil memegang wajah Fatih.
"Ah, tes pack! Kita tes pakai itu dulu, sekarang!" kata Fatih dengan tidak sabar.
"Aku nggak punya alat test pack," kata Mentari dengan nadanya yang kecewa.
"Aku akan mencarinya!" kata Fatih sambil bangun dari tempat tidurnya, tapi dicegah oleh Mentari. Tangan Fatih ditarik oleh Mentari agar tidak beranjak dari sana.
"Besok saja kita lakukan tesnya. Sekarang sudah tengah malam, aku takut terjadi sesuatu kepadamu ketika di jalan nanti, Mas," kata Mentari dengan tatapan memohonnya.
"Baiklah kalau itu keinginanmu," balas Fatih kembali lagi duduk di ranjangnya.
Fatih kini malah mengelus-elus perut Mentari yang diharap sudah ada anaknya di dalam sana. Mentari membiarkan suaminya melakukan itu, walau dia merasa kegelian saat Fatih mengelus perutnya.
"Ah, aku tidak sabar menunggu sampai besok! Sekarang pun tidak bisa tidur," kata Fatih dan langsung menghubungi seseorang untuk mengantarkan beberapa alat test pack ke rumahnya.
******
Kini kedua orang itu sedang harap-harap cemas menunggu hasil dari alat tes yang tadi diantarkan oleh pegawai rumah sakit yang sedang bertugas.
"Bagaimana hasilnya?" tanya Fatih begitu Mentari mengangkat alat testpack-nya.
Mentari menangis saat melihat ada dua garis yang terlihat jelas dari ketiga alat test pack yang digunakannya barusan.
"Mas … aku hamil!" kata Mentari menangis penuh haru.
"Benarkah?!" senyum Fatih langsung terpasang di wajahnya yang berwajah campuran bule itu.
"Alhamdulillah," Fatih memeluk kamudian mencium semua wajah Mentari, mengungkapkan rasa bahagianya kepada Mentari.
Mentari tersenyum bahagia, karena dengan kehamilannya dia bisa memberikan kebahagiaan untuk Fatih. Dia juga membalas perlakuan Fatih padanya. Mencium wajah suaminya yang sering membuat jantungnya berdebar-debar belakangan ini.
*******
Jangan lupa mampir ke karya aku yang lainnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Bawang
Waaah congrats Mentari 😭🎉🎉
Semoga tetep langgeng ya kalian betiga 🥲
Jihan ke laut aja 🤣🤭
2021-11-14
3
Yuli Wirnawan
lanjut upnya Thor...g setelah hamil d memiliki anak..fatih d mentari tdk berubah dgn zahra....
2021-11-12
6
🌸Santi Suki🌸
MAAF KALAU BAB INI AGAK RANCU, AUTHOR NGANTUK PAS LAGI PINDAHIN NASKAHNYA. TAPI BARUSAN SUDAH DI REVISI 🙏🏻🙏🏻🙏🏻
2021-11-12
5