Berbagi Cinta : Dipaksa Menikahi Cucu Mantan Suami

#MENTARI, FATIH, DAN ZAHRA (11)

Mentari mengajak pulang Fatih, karena mencemaskan keadaan Zahra, yang tidak bisa dihubunginya tadi malam. Sebenarnya Fatih tidak ingin pulang, belum juga ada dua puluh empat jam mereka pergi berbulan madu, kini Mentari sudah mengajaknya pulang.

"Tunggu, Mentari. Kita di sini belum ada satu hari, masa sudah mau pulang. Besok saja, ya?!" pinta Fatih kepada Mentari, penuh harap.

"Mas, aku itu kepikiran Zahra terus. Kenapa semalam dia tidak angkat panggilan telepon dari aku," kata Mentari.

"Tadi subuh juga, dia ditelepon tapi tidak diangkat olehnya," lanjut Mentari lagi terlihat jelas kekhawatiran di raut wajahnya yang cantik.

"Tapi--" Fatih tidak bisa melanjutkan pembicaraannya karena Mentari menutup mulutnya menggunakan bibir ranum miliknya. Mentari menjinjitkan kedua kakinya, dan menarik kerah kaos yang dipakai oleh Fatih.

Mentari mencoba merayu suaminya, agar keinginannya itu bisa dipenuhi olehnya. Belajar dari suami pertamanya, ini adalah cara cepat agar suaminya bisa luluh dan menuruti keinginannya.

Fatih yang terkejut akan tindakan Mentari, tanpa ba-bi-bu langsung membalas cumbuan dari istri keduanya. Kini keduanya terbuai dengan perasaan yang membuncah.

Mentari dan Fatih pagi itu langsung kembali ke resort tempatnya menginap selama di sana. Seperti pasangan yang baru menikah, mereka berdua kembali mereguk nikmatnya bercinta. Melupakan sejenak tentang Zahra.

Mentari kembali menghubungi Zahra, tapi masih tidak diangkat olehnya. Itu malah semakin membuatnya cemas.

"Aku baru saja menghubungi mama, dan menanyakan tentang keadaan Zahra. Kata mama, dia baik-baik saja. Ternyata handphone dia tertinggal di rumah," kata Fatih sambil memeluk Mentari dari belakang, yang sedang berdiri di depan jendela kamarnya sambil melihat pemandangan di luar.

"Benarkah?" tanya Mentari sambil memutar kepalanya ke belakang untuk melihat wajah suaminya itu.

"Iya, aku juga sudah bicara dengannya barusan. Di titip salam sama kamu, dan minta kamu jangan terlalu mengkhawatirkan keadaannya. Kalau aku masih penasaran, hubungi saja nomor Mama," kata Fatih kemudian mengecup kening Mentari.

"Baiklah aku akan menghubungi mama Aurora. Bisakah Mas lepaskan dulu pelukannya aku mau menelepon!" pinta Mentari kepada Fatih.

"Tidak mau. Kalau kamu mau menelepon tinggal telepon saja, aku nggak akan mengganggu," tolak Fatih dan makin mengeratkan pelukannya di tubuh Mentari.

*******

Mentari tidak jadi pulang setelah berbicara dengan Zahra di telepon. Zahra juga meminta jangan terlalu mengkhawatirkannya, karena sudah ada mertuanya yang menjaganya.

Bahkan Zahra meminta Mentari dan Fatih untuk lebih lama menikmati bulan madu mereka. Tentu saja keinginan itu ditolak oleh Mentari, tapi disetujui oleh Fatih. Karena bagi Fatih sungguh sulit punya waktu luang agar bisa liburan. Selain sibuk mengurus perusahaannya sendiri, kadang dia juga harus bolak-balik tiap bulannya mengecek perusahaan warisan dari Kakeknya di Amerika.

Maka diputuskan kalau mereka akan menghabiskan bulan madu selama dua Minggu seperti keinginan Zahra. Seperti dulu saat Zahra dan Fatih menghabiskan bulan madunya selama dua Minggu.

Seminggu mereka menghabiskan waktu bulan madunya di Karimunjawa. Seminggu lagi mereka menikmati bulan madunya di Lombok dan Bali. Selama mereka pergi berbulan madu, Mentari dan Fatih masih memantau keadaan Zahra setiap harinya. Setiap siang mereka akan berbicara lewat video call, sekitar satu jam.

Tidak terasa dua Minggu telah berlalu, kini Fatih dan Mentari akan kembali pulang ke rumah. Mentari sungguh tidak sabar ingin segera bertemu dengan keluarganya, Zahra, dan kedua mertuanya.

******

Fatih menjalani hari-hari bersama kedua istrinya dengan harmonis. Meski ada masalah paling tentang tempat tidur. Zahra sering mengusir Fatih, setiap malam agar tidur dengan Mentari. Ini yang sering membuat Fatih pusing. Mentari minta Fatih untuk tidur dengan Zahra. Begitu Fatih turun ke bawah, dan masuk ke kamar Zahra, dia juga diminta untuk tidur bersama Mentari oleh Zahra.

"Ya sudah kalau kalian tidak mau tidur dengan aku, masih banyak kamar kosong di rumah ini," kata Fatih setelah dua malam dirinya dilempar ke sana ke mari oleh kedua istrinya itu. Dia pun pergi meninggalkan kedua istrinya di ruang keluarga.

Melihat suaminya seperti itu membuat Mentari dan Zahra merasa bersalah.

"Kamu sich, sudah aku bilang dari dulu. Tugas kamu itu memberi kebutuhan batinnya mas Fatih," kata Zahra dengan sewot, karena Mentari tidak menjalankan tugasnya.

"Memangnya kamu nggak mau tidur sambil dipeluk oleh mas Fatih?" tanya Mentari kepada Zahra.

"Oh, itu. Sepertinya aku sudah keseringan tidur dipeluk mas Fatih selama hampir enam tahun. Sekarang giliran kamu, yang menghabiskan malam bersamanya." Zahra melihat ke arah Mentari sambil tersenyum menggoda Mentari.

"Yakin kamu nggak mau tidur sambil berpelukan dengan mas Fatih?" tanya Mentari balik menggoda Zahra.

"Sudah sana samperin mas Fatih, jangan sampai marah. Dosa loh kita, kalau dia sampai membuatnya marah," suruh Zahra sambil melemparkan bantal kursinya ke arah Mentari.

"Ah, benar juga. Aku nggak mau di laknat sama malaikat karena membuat suami marah," kata Mentari sambil menangkap bantal kursi yang di lempar oleh Zahra.

Mentari pun berjalan ke arah ruang kerjanya Fatih.

"Mentari, gunakan rayuan mautmu. Buat mas Fatih tak berdaya!" kata Zahra sambil mengepalkan tangannya memberi semangat kepada Mentari. Begitu juga Mentari melakukan hal yang sama.

******

Kini Mentari sedang berada di dalam ruang kerja Fatih. Dilihatnya sang suami sedang fokus bekerja.

"Mas, maafkan kita berdua ya. Aku melakukan itu, karena tidak mau bersikap egois untuk memonopoli kamu dari Zahra," kata Mentari yang berdiri di belakangnya sambil memijat bahu Fatih.

"Aku ingin bersikap adil, agar kita giliran tidur denganmu, Mas." Mentari bicara masih sambil memijat pundak Fatih.

Fatih diam saja karena ingin melihat seberapa gigihnya usaha istri keduanya itu agar membuat hatinya luluh. Sehingga mau memaafkan kelakuan kedua istrinya itu.

"Mas, mau 'kan memaafkan kesalahan kami berdua?" tanya Mentari penuh harap.

Mentari memutar kursi kerja Fatih dengan kuat, sehingga kini mereka berhadapan. Mentari langsung memegang kedua tangan Fatih, dan menggenggamnya dengan kuat.

"Mas mau maafin kita 'kan?!"

"Ayo, Mas. Maafkan kita berdua, ya?! ya?!" rayu Mentari sambil menggoyangkan genggaman tangannya.

Sebenarnya Fatih sudah tidak tahan menahan senyumannya, saat melihat ekspresi wajah Mentari yang merasa bersalah dan meminta maaf padanya. Namun dia membiarkannya, karena ini pertama kalinya Fatih melihat sifat Mentari yang merengek kepadanya. Dulu Fatih hanya dengar saja dari kakek Willi, yang sangat senang melihat Mentari, ketika merengek kepadanya. Kini dia juga mengalaminya sendiri, dan dia juga suka melihat Mentari yang seperti ini.

"Imbalan apa yang akan kamu berikan kalau Mas memaafkan kalian?!" tanya Fatih sambil menahan senyumnya sekuat tenaga.

"Apa saja yang Mas Fatih mau, akan aku berikan!" jawab Mentari dengan wajahnya yang kembali ceria dan terpasang senyum manis di wajahnya.

"Baiklah kalau begitu Mas akan memaafkan kalian berdua. Jangan di ulangi lagi kelakuan seperti ini!" kata Fatih dengan nada bicaranya yang tegas.

"Iya, kita tidak akan mengulanginya lagi," balas Mentari.

Fatih pun menarik Mentari agar duduk di pangkuannya. Dibelainya rambut Mentari yang panjangnya sepinggang. Kemudian dia membisikan kata-kata yang membuat Mentari langsung merona pipinya. Mentari hanya menganggukan kepalanya saja sebagai jawabannya.