#MENTARI, FATIH, DAN ZAHRA (8)

    Zahra sungguh terkejut saat mendengar keinginan bibinya itu. Mana mungkin dia meminta suaminya menikah lagi, padahal suaminya baru nikah kemarin. Zahra juga nggak mau banyak madu di rumah tangganya.

"Maaf, Bibi. Aku rasa Mas Fatih juga akan menolaknya," kata Zahra dengan sopan.

"Zahra, izinkan Jihan sebagai madu kamu. Dia itu anak yang baik dan penurut. Kasihan dia karena gagal menikah. Siapa tahu kalau kamu menikahkan Jihan dan Fatih, dapat mengobati luka di hatinya," ucap Widuri dengan paksa.

      Zahra tidak suka dengan istri pamannya itu. Dia selalu bicara yang bikin sakit hati orang lain. Anehnya dia tidak merasa kalau perbuatan dan perkataannya itu sudah menyakiti orang lain. Keluarga Zahra yang sering mengalaminya. 

       Jihan juga usianya baru dua puluh satu tahun. Sepuluh tahun di bawah Zahra. Tapi penampilannya dia, seperti usianya beberapa tahun di atas Zahra. Tentang pernikahannya yang gagal adalah karena Widuri selalu membandingkan laki-laki yang menjadi calon suami Jihan dengan Fatih. Semua itu Zahra dengar dari beberapa orang yang menjadi saksi dikala terjadi perdebatan di antara mereka.

"Bibi, Jihan itu masih muda. Jadi masih banyak kesempatan buat mencari penggantinya," kata Zahra sambil melihat ke arah Jihan dan tersenyum ke arahnya.

"Jihan maunya menjadi istri Fatih! Iya 'kan Jihan?!" tanya Widuri kepada anaknya Jihan yang duduk di depannya.

"Iya, Ma." Jihan membalas senyuman Zahra, setelah menjawab pertanyaan mamanya.

"Kalian tanyakan saja langsung, sama Mas Fatih. Apakah ada keinginan lagi untuknya punya istri batu!" Kata Zahra sambil berdiri dan menuju kasurnya.

"Maaf, Aku sudah ngantuk. Mau tidur," kata Zahra sambil menyelimuti tubuhnya dengan selimut,

"Zahra boleh kami juga tidur di kamar ini?!" tanya Widuri sambil melihat ke arah Zahra.

      Zahra sungguh sangat kesal saat mendengar bibinya itu bicara. " Terserah Bibi saja," ucap Zahra tanpa melihat ke arah Widuri.

"Terima kasih, Bibi sungguh penasaran ingin mencoba tidur di kamar mewah di hotel terkenal ini," kata Widuri sambil naik ke atas ranjang, dan tidur di sebelah Zahra.

"Ma, aku tidur di mana?" tanya Jihan dengan nada merengeknya.

"Oh tidur di sini saja! Kita bertiga cukup, karena kasurnya juga sangat besar," jawab Widuri sambil bergeser lagi ke arah Zahra.

     Zahra yang tubuhnya tergeser lebih ke tepi, sangat terkejut. Dengan sengaja Widuri mendorong bokongnya ke arah Zahra. Agar Zahra bergeser sedikit lebih sisi lagi, supaya Jihan juga bisa ikut tidur di atas kasur.

    Hati Zahra makin dongkol sama kelakuan bibi dan sepupunya itu. Rasanya dia ingin pindah kamar saja. Karena tidak nyaman dengan posisi tidurnya sekarang.

     Baru lima belas menit sudah terdengar suara dengkuran dari Widuri dan itu membuat Zahra terganggu. Akhirnya Zahra memutuskan untuk bangun dari kasurnya yang empuk itu. Tidurnya benar-benar terganggu oleh kehadiran bibi dan sepupunya. Dia memutuskan keluar dari kamar itu, dan mencari kamar lain untuknya.

******

      Fatih dan Mentari masuk ke kamar Zahra saat pagi harinya, mereka ingin mengajak Zahra untuk sarapan bersama. Dilihatnya ada dua orang yang sedang tidur di atas kasur.

       Fatih dan Mentari saling berpandangan, karena merasa ada yang aneh. Didekatinya tempat tidur itu, dan terlihat Widuri dan Jihan yang masih tertidur padahal hari sudah pagi.

"Kenapa mereka bisa tidur di sini?" tanya Mentari dengan suara pelan.

"Nggak tahu," jawab Fatih.

"Lalu Zahra kemana?" Mentari berjalan ke arah kamar mandi.

"Di sini tidak ada," kata Mentari kepada suaminya yang berjalan di belakangnya.

"Zahra kemana, ya?" tanya Mentari sambil berjalan ke arah balkon hotel.

"Tunggu aku hubungi dulu handphone-nya," jawab Fatih.

     Ternyata Zahra meninggalkan handphone miliknya di atas nakas di samping tempat tidurnya. Fatih dan Mentari menjadi cemas. Mentari pun akhirnya, membangunkan Widuri dan Jihan. Untuk menanyakan kemana Zahra pergi.

"Bibi … Bibi Widuri! Bangun, sudah pagi!" Kata Mentari dengan suaranya yang nyaring karena sejak tadi digoyang-goyang lengan dan tubuhnya masih tidak bangun juga.

"Jihan … Jihan bangun! Sudah siang, kamu nggak kerja?!" tanya Mentari sambil menggoyang-goyangkan lengan dan tubuh Jihan.

"Ini orang, tidur  kayak kebo aja. Sulit sekali di bangunkannya!" kata Mentari sambil bertolak pinggang.

"Sudah biarkan saja mereka. Kita cari ke bawah saja. Siapa tahu kalau dia sudah berada di bawah sedang sarapan."

     Fatih menggenggam tangan Mentari saat berjalan. Mentari memang sangat suka, bila sedang jalan berduaan dengan pasangannya. Mereka saling bergandengan tangan, jari mereka saling bertautan. Seperti saat ini, dia dan Fatih saling menggenggam satu sama lainnya.

******

      Saat sampai di bawah ternyata Zahra sudah selesai sarapan bersama kedua orang tuanya. Dilihat dari piring yang sudah pada habis isinya.

"Assalamu'alaikum, Abah, Umi, dan Zahra!" salam Fatih dan Mentari bersamaan begitu mereka berdua sampai di meja makan yang ada restoran di lantai tiga ini.

"Wa'alaikumsalam, Fatih, dan Mentari! Tumben kalian masih pagi sudah turun ke sini," goda bapak mertuanya Fatih.

"Mau sarapan bareng Zahra niat awalnya, tapi sepertinya dia sudah selesai makan sarapannya." Fatih melihat Zahra sudah membereskan.

"Zahra tadi kita masuk ke dalam kamar kamu. Kenapa ada Bi Widuri sama Jihan yang tidur di sana?!" tanya Fatih heran.

     Zahra tertawa terkekeh tidak berhenti-henti, dia kembali teringat kejadian semalam. Mungkin saat kejadiannya berlangsung dia jengkel, tapi kali ini setelah di ingat-ingat lagi, jadinya ingin ketawa.

"Hei, Sayang. Kenapa kamu tertawa seperti itu?!" tanya Fatih sambil memegang bahu Zahra, dia ketakutan kalau Zahra kembali terbawa emosinya lagi. Sekarang emosi Zahra sering labil, dan bila terlalu berlebihan jatuhnya pingsan.

"Tidak … Mas! Aku hanya teringat kejadian semalam," kata Zahra sambil menepuk-nepuk tangan Fatih.

"Memangnya apa yang terjadi semalam?" tanya Fatih sambil duduk di kursi yang berada di samping Zahra. Fatih pun meminta Mentari duduk di sampingnya. Jadi Fatih diapit oleh dua istrinya.

     Zahra pun menceritakan kejadian semalam, Fatih dan Mentari pun tertawa di buatnya.

"Jadi semalam kamu tidur dimana?" tanya Mentari masih sambil tertawa.

"Aku minta ke pihak manajer untuk dicarikan kamar yang kosong," jawab Zahra.

"Kenapa nggak ikut tidur di kamar kita aja?" tanya Mentari kembali.

     Zahra dan Fatih mengalihkan pandangannya ke arah Mentari. Mentari jadi serba salah saat di tatap seperti itu oleh keduanya.

"Kenapa?" tanya Mentari lagi.

"Aku nggak mau mengganggu malamnya pengantin baru," jawab Zahra dan itu membuat pipi Mentari menjadi merona.

"Sudah kasihan Fatih dan Mentari belum sarapan. Kalian malah terus bicara dari tadi," kata Umi sambil tersenyum.

******

    Abah dan Umi pamit pulang ke rumahnya yang berada di komplek pesantren. Sementara Fatih dan Mentari akan pergi berbulan madu ke Lombok selama tiga hari. Karena urus kantor masih banyak, jadi nggak bisa ditinggal begitu lama.

     Zahra jalan bersama Jihan dan ibunya, di parkiran ada sebuah motor yang kencang melaju ke arah mereka. Widuri yang jalannya maju mundur karena sedang bergurau dengan Jihan. Tidak tahu adanya motor itu. Walau sudah dikasih klakson oleh si pengendara motor, dia masih saja asik bercanda.

     Akhirnya si pengemudi membantingkan arah lajunya ke kanan. Dia tidak tahu ada Zahra yang sedang berjongkok memungut kunci mobilnya yang jatuh. Akhirnya Zahra yang jadi korban.

******

     Sementara Fatih dan Mentari sudah ada di kamar Mentari yang masih di hias untuk kamar pengantinnya hari itu. Saat ini mereka ada di sini, hanya akan membawa perlengkapan milik Mentari untuk keperluannya di sana.

     Ketika Mentari membereskan barang bawaannya yang cuma satu koper kecil. Handphone-nya berbunyi. Ada nama Zahra yang tertera di layarnya.

"Assalamu'alaikum, Zahra ada apa?" tanya Mentari karena terdengar berisik di seberang sana.

"Wa'alaikumsalam, Kak Mentari. Ini saya, Jihan. Tolong Kak Zahra tertabrak motor di parkiran hotel!" teriak Jihan sambil menangis kencang.

"Astagfirullahaladzim … Zahra! Lalu sekarang bagaimana keadaannya? Sudah panggil ambulan?!" tanya Mentari panik, dan Fatih yang sedang tiduran di kasur pun jadi bangun terduduk di sana.

"Sudah tadi pihak hotel sudah menelepon ke Rumah Sakit Harapan," jawab Jihan.

"Baik, Aku dan Mas Fatih akan ke langsung ke rumah sakit." Mentari mematikan panggilannya.

"Siapa yang di bawa ke rumah sakit?" tanya Fatih penasaran.

"Zahra tertabrak, Mas! Ayo kita pergi!" ajak Mentari, tapi Fatih diam tak bergerak dengan wajahnya yang pucat pasi.

"Astagfirullahaladzim, Mas!"

******

Mungkin bagi teman-teman ada yang tidak tahu awal hubungan Mentari, Fatih, William, dan Zahra. Itu bisa di baca di novel "TRIO KANCIL"

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***