"Hana. Mas mohon kamu mau makan ya. Sejak tadi pagi kamu gak makan apa-apa. Aku takut kalau sampai ada apa-apa dengan kamu dan anak kita!" Aku berhenti melangkahkan kaki ini mendengar ucapan Mas Hilman barusan yang terdengar dengan memohon kepada wanita itu. Hati ini rasanya sangat sakit mendengarnya. Kalimat terakhir membuat aku merasa sesak dan sulit bernapas.
"Mas, aku gak mau! Aku mual makan itu!" Suara Hana terdengar kembali menolak dengan marah. Dengan hati-hati aku membuka pintu kamar dan masuk ke dalam. Tak aku hiraukan lagi suara Mas Hilman yang masih terdengar memohon membujuk wanita hamil itu.
Sudah beberapa hari ini aku tidak melihat aplikasi biru novel ku. Beruntung sedari kemarin aku selalu mempunyai tabungan bab untuk jangka waktu tiga hari. Meski pada awalnya aku tidak peduli dengan seberapa penghasilan yang aku dapat, kali ini aku peduli akan hal itu. Antisipasi jika hasil pendapatanku sedikit aku masih bisa dapatkan bonus bulanan.
Aku mulai berpikiran untuk menggunakan kesempatan ini sebagai peluangku mencari uang. Jatah dari Mas Hilman kini berkurang lumayan banyak, aku juga khawatir dengan keadaan ibu, aku harus mempunyai cukup uang untuk kemungkinan terburuk dalam hidupku.
"Kamu sudah pulang, Yu? Aku kok gak tau kamu datang tadi?" Aku melirik Mas Hilman yang kini berjalan ke samping tempat tidur dan duduk di samping kakiku. Beruntung aku mengetik menggunakan hp, Mas Hilman tidak tahu apa yang aku lakukan, karena dia bukan pria yang suka kepo.
"Kamu sedang sibuk dengan istri muda kamu, makanya gak tau," jawabku dengan acuh. Kudengar helaan napasnya hingga membuat aku melirik ke arahnya. Wajahnya terihat sangat kusut. Harusnya Mas Hilman di kantor siang ini, kenapa dia sudah pulang?
"Hana gak mau makan, Tolong kamu bujuk dia untuk makan, dong Yu." Aku menurunkan hp ke atas pangkuanku. Menatapnya dengan tajam.
"Kenapa harus aku yang bujuk dia?" tanyaku dengan kesal.
"Hana belum makan sedari pagi, aku khawatir dengan keadaan anaknya." Aku tersenyum mendecih, dan aku yakin dia mendengarnya juga.
"Anak kalian, Mas. Aku dengar tadi kamu bilang itu anak kita, kan? Kenapa juga aku yang harus ikut repot dengannya?" ucapku yang membuat Mas Hilman membelalakkan matanya.
"Ayu, kok kamu gitu sih? Mana Ayu yang penyayang? Mana Ayu yang selalu peduli pada yang lainnya? Kenapa kamu berubah, Yu?" tanya Mas Hilman dengan sendu. Matanya menatapku dengan kesedihan mendalam. Aku hanya mengangkat kedua bahuku tinggi-tinggi lalu kembali pada kegiatanku.
Sekali lagi kudengar helaan napasnya yang kasar. Dia bangkit dari duduknya, "Sudah lah, kamu mungkin belum menerima Hana dan anak itu dengan baik, tapi aku harap suatu saat, kamu bisa menerima dia nantinya, Yu." Mas Hilman kini mulai melangkah meninggalkan aku. Pitu ia tutup dengan cara tak biasa, sedikit kasar. Aku hanya biesa melihat pintu itu kini dengan rasa tak karuan.
***
"Ayu, kamu ... soal pembicaraa kita kemarin saat di rumah sakit, kamu gak serius kan, mau mengontrak rumah? Maafkan aku karena aku gak bisa kembali lagi ke rumah sakit kemarin itu. Keadaan Hana lemas dan gak bisa ditinggal lagi," ucap Mas Hilman saat kami udah selesai makan malam dan kembali ke dalam kamar. Rasanya sebal sekali saat Mas Hilman menyebut nama itu lagi.
"Gak, aku akan tetap di rumah ini." Mas Hilman melonjak dari duduknya hingga aku terkejut karena kelakuannya.
"Benar Yu? Kamu gak akan mengonrak kan? Kamu akan tinggal disini terus kan?" tanyanya dengan wajah berbinar. Aku tetap dengan sikapku yang cuek, kembali pada aktivitasku memainkan HP.
"Yu! Kamu beneran gak akan tinggalin akau kan?" tanya Mas Hilman dengan mendekat ke arahku, aku beringsut menghindarinya membuat dia sadar dengan penolakanku.
Kuhela nafas ini dengan berat lalu menganggukkan kepalaku.
"Aku akan tetap disini, tapi dengan satu syarat, aku nggak mau Ibu terlalu sering datang ke sini."Aku mengajukan syarat kepada Mas Hilman. Dia terdiam terpekur sendiri, mungkin permintaanku ini berat untuk dia iya kan.
"Kalau hanya satu itu saja tidak bisa, aku mendingan mengontrak saja." Aku menyibak selimut lalu berdiri untuk ke kamar mandi.
Sekembali dari kamar mandi aku merebahkan diri di atas ranjang. Mas Hilman sedang duduk bersandar di kepala ranjang dengan laptop di pangkuannya.
Kutarik selimut dan mulai memejamkan mataku.
Hampir saja aku terlelap, sebuah tangan melingkar di pinggangku. napas hangatnya menerpa di belakang leher. Jujur saja aku juga merindukan pelukan ini, tapi rasanya sakit juga jika mengingat kini yang dia peluk bukan hanya aku seorang.
"Terima kasih ya, Yu. Kamu sudah mau mengerti aku." Suaranya terdengar lirih di belakangku. Mas Hilman semakin mengeratkan pelukannya terhadapku. Kubiarkan saja saat dia mulai menciumi leherku.
"Mas. Mas Hilman!" Terdengar suara seruan dari luar disusul dengan suara ketukan pintu yang terdengar tanpa jeda.
"Mas perut aku sakit!" seruan itu terdengar kembali di sela sela ketukan pintu yang semakin terdengar keras. Terdengar serak suaranya.
Mendengar teriakan dari luar Mas Hilman segera beranjak bangun. Aku sempat menoleh sebelum dia membuka pintu terlihat di wajahnya raut kekhawatiran.
"Ada apa? Kenapa?" tanya Mas Hilman dengan khawatir. Kulirik Hana yang kini mengusap perutnya.
"Nggak tahu Mas, tapi perut aku linu."
"ya sudah, aku oleskan kayu putih ya." Hana menganggukan kepalanya. mereka berdua pergi setelah Mas Hilman menutup pintu.
Aku kembali berbaring. Tidak ingin menunggu dia kembali ke dalam kamar. Entah kenapa aku meyakini Mas Hilman memang tidak akan kembali ke kamar ini.
Benar saja. Hingga pagi menjelang aku tidur seorang diri. Bantal disampingku masih rapi, permukaan kasur juga dingin pertanda jika dia memang tidak kembali semalam.
Aku bangkit dan menuju kamar mandi sebelum menyiapkan sarapan.
"Mbak Ayu, aku ingat masakan Mbak Ayu tempo hari sangat enak." Hana berkata sambil mengaduk susu hangat yang ada di tangannya. Aku meliriknya dengan sebal, punya pemikiran jika ...
"Kenapa? Apa kamu mau sesuatu? Aku akan buatkan." Mas Hilman berkata, kedua tangannya yang akan menyuapkan makanan, tidak dia lanjutkan ke dekat mulutnya.
"Aku pernah makan nasi goreng buatan Mbak Ayu waktu itu, dan aku ... emm ... itu ..." Hana melirik ke arahku dengan menunduk malu. Mas Hilman menatap Hana, bahkan tangannyaenyentuh punggung tangan Hana di atas meja.
"Ada apa?" tanya Mas Hilman dengan lembut.
"Maaf Mbak Ayu. Bisakah Mbak Ayu membuatkan makanan yang sama untuk aku?" Dia berkata dengan lirih, aku menatap ke arahnya dengan kesal hingga tak sadar menjatuhkan sendok di tanganku dengan kasar ke atas piring. Seketika wanita itu menundukkan kepalanya, dia kemudian terisak.
Bahkan, aku tidak melakukan apapun terhadapnya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 342 Episodes
Comments
guntur 1609
ayu yg dulu sdhbmati
2024-12-04
0
Nissa Sabill
kayaknya hana sengaja deh cari2 alasan bilang aja mo nyuruh masak..
2022-08-14
0
Yuli Yati
aduu ayuu kok mau di suruh2 udah seperti babu aja kau
2022-08-07
0