Malam ini aku menginap di rumah sakit untuk menemani ibu, begitu juga dengan Mas Hilman. Dia akan menemaniku menjaga ibu.
Ibu terlihat damai dalam tidurnya, tidak sedetik pun aku mengalihkan pandanganku dari ibu. Wajah tuanya terlihat sangat lelah.
"Aku keluar dulu. Cari makanan," ucap Mas Hilman. Aku menoleh sedikit kepada Mas Hilman dan mengganggukkan kepala. Ini memang sudah lewat dari jam delapan malam. Mas Hilman bergegas pergi keluar.
Tidak lama dia kembali jangan membawa satu kresek di tangannya dan memanggilku untuk beralih duduk di sofa. Kami makan dengan diam.
Baru saja lima suapan aku makan, Mas Hilman berkata, "Yu. Aku mau minta tolong sama kamu. Boleh?" tanya Mas Hilman. Aku mengangkat kepalaku dan menatap ke arahnya.
"Apa?"
"Soal Hana ...." Mas Hilman terdiam setelah menyebut nama itu. Aku jadi malas untuk melanjutkan makan ini, tapi perutku sudah terasa perih karena aku telat dengan jam makan malamku.
"Ada apa?" tanya ku dengan membuang muka ke arah lain.
"Aku jujur saja sama kamu ya, Yu." Ku lirik Mas Hilman yang kini menundukkan wajahnya. Tampak dia seperti yang berat untuk melanjutkan perkataannya.
"Ada apa?" tanyaku dengan lirih, takut jika ibu bangun dan mendengar pembicaraan kami. Aku belum membicarakan soal pernikahan Mas Hilman dengan Hana pada ibu, dan aku juga meminta Mas Hilman untuk tidak membahas soal pernikahan keduanya di depan ibu.
"Jujur saja aku berat jika Hana harus tinggal terpisah." Aku menghentikan kunyahan ku dan menatapnya dengan tajam. Mendadak makanan yang aku makan kini seperti batu kerikil keras nan tajam melukai mulutku.
Mas Hilman masih tertunduk, tak ingin menatapku.
"Aku berat untuk membagi penghasilanku, Yu. Terlalu banyak yang harus aku bagi dan aku gak yakin jika aku juga bisa membayarkan rumah kontrakan Hana, apalagi aku juga harus menabung untuk persiapan Hana lahiran nanti." Mas Hilman menghela napasnya yang terdengar berat.
"Aku mohon, kamu bisa ya tinggal satu atap dengan dia?"
Ada sekelumit rasa kesal di dalam dada saat mendengarkan hal itu. Dulu Mas Hilman menyetujui akan mengontrakkan rumah untuk wanita itu.
"Tiidak bisa! Aku gak mau tinggal satu atap terus sama dia. AKu gak tahan dengan sikap dia, Mas. Apalagi ibu selalu datang dan sangat memuji dia. Aku seperti menantu yang sudah tidak diinginkan lagi."
"Yu ...."
"Kalau Mas Hilman tidak bisa mengontrak rumah untuk Hana, kenapa dia tidak disuruh tinggal saja dengan ibu? Toh ibu pasti akan senang kalau menantu kesayangannya tinggal disana bersamanya," ucapku dengan dingin.
"Mas Dirga dan Mbak Yana kan ada disana. Kamu tau sendiri bagaimana sifat Mbak Yana. Hana gak akan betah tinggal disana dan juga aku akan kejauhan untuk pulang, Yu. Kalau aku memaksakan untuk Hana mengontrak rumah juga kasihan dia sedang hamil, dia takut sendirian, Yu."
Pulang? Entah kenapa mendengar kata ini aku jadi merasa kesal. Pulang bukan hanya untuk menengok ibu, tapi untuk menengok yang lain. Dan juga ... apa itu tadi? Susah payah aku mengingatkan dia selama ini untuk mencarikan kontrakan untuk wanita itu dan kini jawabannya terbukti sudah kenapa sampai wanita itu tetap ada di rumah. Takut ... dan satu alasan lain. Haha ... sungguh lucu hidupku kini.
"Kalau begitu aku yang akan mengontrak saja." jawab ku dengan dingin. Ku lanjutkan memasukkan makanan itu ke dalam mulut. Sudah hambar nasi dengan rendang yang Mas Hilman beli tadi. Tidak lagi seenak saat suapan pertama sampai ke lima.
"Yu, aku gak ada uang untuk mengontrak rumah, bagaimana aku untuk membayar rumah itu? Aku mohon kamu harus mengerti keadaan aku ini. Aku juga gak bisa berbuat banyak, Yu. Tolong mengerti dengan keadaan keuanganku yang sekarang harus terbagi untuk kalian dan juga keluarga!" Mas Hilman memohon padaku dengan wajah memelas, aku tangkap di dalam sorot matanya dia sedikit kesal terhadapku.
"Aku ada uang tabungan. Kalau kamu gak mau Hana keluar dari rumah itu biar aku saja yang keluar dari sana!" ucap ku dengan tidak peduli. Tak disangka makan dengan di balut emosi membuat makanan di atas kertas nasi itu cepat tandas, tinggal beberapa suap lagi.
Mas Hilman menghentikan makannya, kulihat tangannya hanya diam bertopang di atas lutut.
"Yu, aku mohon. Lebih baik gunakan uang itu untuk masa depan kita. Jangan terbawa napsu dengan keegoisan kamu ...."
Keegoisan dia bilang?
Aku menatap Mas Hilman dengan tatapan tajam. Dia sedikit terhenyak saat melihatku seperti itu. Mungkin karena selama ini tatapanku selalu lembut terhadapnya.
"Keluargamu yang egois. Aku mohon, Mas. Kalau kamu gak mau dia pergi dari rumah itu, biar aku saja yang mengalah. Aku sudah gak kuat tinggal dengan kalian." Aku berdiri, Mas Hilman menatapku dengan tatapan yang ... entah apa arti dari tatapan itu. Memohon kah? Marah kah? Sedih kah?
Aku berjalan ke arah kamar mandi yang ada di ruangan itu. Ibu memang di rawat di kamar yang terbaik. Aku mendaftarkan ibu dengan menggunakan bantuan kartu jaminan kesehatan, setiap bulan aku harus setor uang hitung-hitung untuk meringankan biaya di saat ibu sakit seperti ini, meski terkadang juga aku harus mengeluarkan biaya di luar dari kartu jaminan itu.
"Yu, kamu gak bisa apa gak memikirkan itu? Aku mohon, Yu. Pikirkan lagi dengan matang. Aku gak bisa membantu banyak dengan pengobatan ibu kalau Hana atau kamu tetap bersikukuh untuk mengontrak rumah." Mas Hilman sudah ada di belakang ku yang kini sedang mencuci tangan di wastafel. Tanpa menghentikan gerakan tanganku aku menolehkan kepala kepadanya.
"Tidak apa-apa. Aku akan cari kerja supaya aku gak membebani kamu, Mas. Aku masih bisa kerja. Dulu aku juga berhenti karena permintaan kamu, aku yakin aku masih belum lupa dengan caranya bekerja." jawabku lalu mematikan kran air dan meninggalkan Mas Hilman yang kini terdiam, lalu terdengar suara kran air yang mengalir.
Bungkus makanan di atas meja sudah menghilang. Sofa panjang hanya ada satu. Aku berjalan ke dekat ibu dan duduk di sampingnya untuk tidur. Biar lah sofa untuk tidur Mas Hilman saja. Dia tidak akan bisa tidur jika tidak berbaring.
"Yu." Suara Mas Hilman terdengar di belakangku. Aku menoleh dan menyentuh bibirku dengan jari telunjuk, meminta dia untuk berhenti bicara. Aku yakin jika dia akan protes dengan keputusanku tadi. Aku sudah mengenal Mas Hilman sejak lama. Dia akan terus bicara sampai aku setuju untuk tidak melakukan apa yang aku inginkan tadi.
Mas Hilman menghela napasnya dengan kasar, dia menoleh ke arah ibu sebentar lalu berjalan ke arah sofa. Dari sudut mata aku melihat Mas Hilman duduk sambil melipat kedua tangannya di depan perutnya.
Lama aku terdiam menatap ibu. Mas Hilman juga masih menatapku dari tempatnya. Sudut mata ini masih bisa melihat dengan jelas jika ia menatap ke arahku dengan tanpa bersuara. Masih seperti yang dulu jika Mas Hilman sedang marah dan aku meminta dia untuk diam. Dia akan memandangiku sampai aku bosan dan merasa terganggu.
Suara telepon bergema di dalam ruangan ini, cukup keras. Mas Hilman mengeluarkan hp yang ada di dalam saku celananya lalu menyimpanya di atas meja setelah nada telepon itu mati.
Aku hanya diam, tidak ingin bertanya karena feeling ku mengatakan jika itu telpon dari ibu. Siapa lagi yang akan menelepon Mas Hilman malam-malam begini. Kebiasaan, jika bukan aku tentu ibu.
Suara telpon terdengar lagi, kali ini terdengar suara Mas Hilman. "Apa?! Hana pingsan?!" Suara Mas Hilman terkejut dia juga sampai menegakkan duduknya, terlihat wajahnya yang tegang saat aku menolehkan kepala ini kepadanya.
"Iya. Hilman akan segera pulang!" Aku kembali mengalihkan wajah ini saat Mas Hilman mematikan telepon dan berjalan ke arahku.
"Yu, aku harus pulang. Hana pingsan dan ibu sedang bingung sekarang." Tanpa menunggu jawaban dariku Mas Hilman langsung melangkah ke arah sofa dan mengambil kunci mobilnya lalu dengan cepat dia menghilang di balik pintu.
Aku hanya terdiam. Jika dulu dia selalu memprioritaskan aku, kini perhatianya terbagi dengan yang lain.
Apa kamu yakin dengan perasaan kamu sama aku, Mas? Bisakah kita seperti dulu dengan adanya Hana diantara kita?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 342 Episodes
Comments
Mulianah Thalib
aku yakin Ayu bahagia dengan orang lain sudah tinggalkan saja
2022-07-18
1
Cristina Bria
ceraikan thour🙏🙏😪😭😭😭😭😭
2022-07-10
0
Lia Fadliiea
KLO sudah tak kuat lepaskan yu....buat apa bertahan KLO menyakiti diri sendiri....mungkin kebahagian mu di tempat dan hati yg lain
2022-06-30
0