Hari-hari berlalu. Hana masih juga ada di rumah ini. Mas Hilman belum juga mendapatkan rumah kontrakan untuknya. Ada satu rumah tapi jaraknya sangat jauh, Mas Hilman tidak tega jika meninggalkan Hana sendirian di sana. Dia bilang karena sekarang Hana adalah tanggung jawabnya setidaknya rumah yang akan ditempati Hana tidak terlalu jauh dari sini,
Ibu seringkali datang ke sini, menemui Hana dan berbincang dengan asiknya tanpa mengajakku sama sekali. Perlakuan ibu kepada Hana aku lihat sangat istimewa. Ibu yang tahu jika Mas Hilman belum juga memberikan nafkah batin untuk Hana selalu saja menyindirku. Beliau bilang aku lah penyebab suamiku itu tidak mau mendekati Hana.
"Harusnya kamu kasih waktu sama Hilman untuk berduaan dengan Hana, Yu. Kamu bisa kan untuk sementara waktu tinggal di rumah ibu kamu dulu? Biarkan Hilman dan Hana saling mengenal satu sama lain. Mungkin mereka juga canggung kalau kamu ada di antara mereka berdua."
Pernah suatu hari ibu berkata seperti itu 'LAGI' kepadaku, dan aku jawab saja, "Aku tidak pernah melarang Mas Hilman untuk dekat dengan dia, tapi memang Mas Hilman yang tidak mau, bagaimana?" Aku balik mengatakan itu kepada ibu, yang membuat ibu marah saat itu.
Bukan aku tak sakit hati mengatakan hal itu, tapi aku mencoba untuk ikhlas menjalani takdir ku kini. Aku juga sadar, sebagai istri pertama aku tidak boleh egois memiliki Mas Hilman hanya untuk diriku sendiri, tapi mau bagaimana lagi jika Mas Hilman yang ingin selalu bersamaku setiap malam?
Saat aku ingatkan dia tentang keadilan kepada sesama istri, dia tidak menjawab, dan kemudian pergi ke luar kamar, daripada mendengar aku mengomel, katanya. Akan tetapi, saat tengah malam aku haus dan keluar kamar untuk pergi ke dapur, Mas Hilman ku lihat sedang tidur di atas sofa dengan tangan terlipat di depan dada.
Sia-sia aku menangis sampai tidak bisa tidur malam itu, berpikir yang tidak-tidak yang bisa di lakukan pria dan wanita dewasa di dalam kamar. Meskipun aku tidak terlalu dalam mengenal agama, tapi tentu saja aku tidak mau menanggung beban dosa juga karena tidak mengingatkan keadilan kepada pria yang melakukan poligami.
Sekarang aku tidak peduli lagi dengan ucapan ibu mertua yang menyakitkan hati ini, apa lagi akhir-akhir ini keadaan ibu semakin tidak baik, mengharuskan aku pulang pergi ke rumah ibu. Daripada memikirkan nyinyiran ibu mertua, lebih baik aku fokus dengan kesehatan ibu.
Seperti hari ini aku berada di rumah ibu karena tadi pagi ibu pingsan lagi. Entah apa yang ibu pikirkan sampai terlalu sering pingsan akhir-akhir ini. Beberapa kali aku harus menginap karena saking khawatirnya dengan keadaan beliau. Sinta pun turut terkadang menemani aku menjaga ibu di rumah. Rasa takut dan juga khawatir tentu saja selalu membayangi diri ini. Terpaksa aku meninggalkan Mas Hilman di rumah, atau terkadang Mas Hilman juga turut ikut ke sini.
"Kamu jangan terlalu sering meninggalkan suami kamu Yu," ucap ibu kepadaku yang sedang memijat kakinya.
"Kasihan Hilman terus ditinggal sedari kemarin, dia juga perlu ada yang urusin." Ibu menambahkan. Bukannya aku juga tidak kepikiran dengan Mas Hilman, tapi aku juga bingung dengan keadaan ibu. Tidak mungkin juga aku membawa ibu ke rumah di saat adanya seorang wanita lain dengan status istri kedua Mas Hilman.
"Tidak apa-apa Bu, Mas Hilman juga mengerti dengan keadaan ibu." ucap ku seraya tersenyum ketir. Ibu memegang tanganku, aku berhenti memijat kakinya.
"Hilman selalu baik sama kamu kan?" Aku tidak mengerti dengan pertanyaan ibu ini. Akhir-akhir ini aku merasa aneh dengan pertanyaan ibu.
"Baik kok, Mas Hilman selalu baik sama Ayu." jawabku seraya tersenyum menatap ke arah ibu.
"Syukurlah. Ibu kadang selalu kepikiran Yu, takut jika Hilman menuntut untuk memiliki anak. Ibu percaya dengan Hilman, tapi Ibu juga memikirkan kedua orang tuanya. Takut kalo kamu tidak nyaman dengan mereka." Aku menghembuskan nafas dengan berat.
"Apa ibu sakit karena sering memikirkan ini?" Tanyaku kepada ibu. Ibu menganggukkan kepalanya dengan pelan, terlihat sorot matanya yang sendu menatap ke arahku. Tangannya masih tetap mengelus punggung tangan ku dengan lembut.
"Ibu hanya takut Yu, Ibu pernah merasakannya dulu." Ibu berkata lagi kali ini beliau menyandarkan kepalanya pada kepala ranjang.
"Ibu tenang saja, ibu dan bapak mertua aku sampai saat ini masih baik-baik saja. Tolong ibu jangan berpikiran yang lain. Ingat dengan kesehatan ibu." Aku meminta kepada ibu dengan sangat. Ibu kembali menganggukan kepalanya dengan tersenyum kecil ke arahku. Aku lanjut memijat kaki ibu.
Di dalam kepala ini rasanya berkecamuk pikiran dan juga keresahan. Aku memikirkan Mas Hilman, memikirkan ibu mertua ku, dan juga memikirkan ibuku sendiri. Terkadang rasanya tidak kuat. Aku yang biasanya cengeng, kali ini harus menahan diri untuk tidak menangis di hadapan ibu.
"Sini." Ibu menepuk tempat kosong di sampingnya. Aku beringsut duduk di tempat yang ibu mau. Ibu kini menepuk bantal yang ada di sampingnya. Aku tahu arti dari gerakan ibu itu, ibu selalu melakukan itu jika ingin aku tidur di dekatnya. Malam ini untuk ke sekian kalinya aku tidur lagi dengan ibu.
Kami berbaring bersama, aku tidur miring menghadap ke arah ibu sambil memeluk tubuhnya yang kurus.
"Ayu." Terdengar suara ibu serak.
"Kalau kamu ada apa-apa kamu cerita sama Ibu, ya?" pinta ibu kepadaku sambil tangannya mengelus lembut kepala ini. Aku hanya mengangguk tanpa bisa berkata apa-apa, menahan rasa panas di mata dan juga rasa sesak di dalam hati ini.
Keadaan ibu sudah menjadi baik, ibu menyuruhku untuk pulang setelah dua malam aku menginap disini. Dengan menggunakan jasa ojek online aku pulang ke rumah, ban motor ku bocor saat aku akan pergi dua hari yang lalu. Padahal aku baru mengganti ban nya tiga bulan yang lalu dengan ban yang baru.
Sampai di rumah. Mobil Mas Hilman terparkir rapi di garasi, aku heran dengan keberadaan mobil itu. Tidak biasanya Mas Hilman belum berangkat di jam sepuluh pagi ini, atau dia sedang ada yang ketinggalan lagi?
Aku membuka pintu rumah yang tertutup. Keadaan di rumah cukup sepi. Aku melangkah masuk lebih jauh ke dalam. Samar terdengar suara aneh dari dalam kamar Hana. Suara yang membuat dadaku terasa sesak dan aku merasa menyesal telah pulang ke rumah ini.
Di dalam sana juga terdengar suara seorang pria dan aku mengenali suara itu, Mas Hilman. Aku sedikit tidak percaya, lalu mendekat dan menempelkan telinga ini pada daun pintu. Tidak salah lagi. Suara-suara nakal terdengar dari mulut Hana yang menyebutkan nama Mas Hilman dengan jelas, terdengar manja.
Tega sekali kamu Mas kamu bilang tidak bisa menyentuh dia. Dan mungkin butuh waktu yang lama untuk kamu, tapi apa ini? Bahkan ini belum satu bulan setelah pernikahan kamu.
Ku susut air mata yang keluar dari mata yang sudah perih ini, airnya tidak berhenti mengalir seperti sungai deras yang tidak bisa terbendung lagi.
Bayangan-bayangan adegan dewasa kini berseliweran di dalam pikiranku. Segala keintiman dan kehangatan yang pernah aku dan Mas Hilman lakukan berdua, kini terbayang wanita itu yang merasakannya dengan suamiku. Bahkan, saat Mas Hilman terdengar menyebutkan namaku di dalam sana. Namaku! Nada itu terdengar sama seperti saat ketika Mas Hilman merasa terpuaskan olehku.
Tidak tahan lagi rasanya, aku segera menjauh dari pintu itu dan duduk di kursi sofa. Aku ingin tahu berapa lama lagi mereka berada di dalam sana. Meski otak ini berpikir untuk ikhlas dengan keadaan mereka berdua, nyatanya di dalam hati ini rasanya sungguh tidak rela. Sakit.
Dalam keadaan ku yang duduk diam menunggu mereka keluar, aku jadi memikirkan sesuatu. Sejak kapan mereka bersama?
Hampir satu jam telah berlalu, tapi tidak ada tanda-tanda keduanya untuk keluar. Pintu kamar itu masih tertutup rapat dan aku masih mau menunggu mereka. Ingin tahu bagaimana reaksi dari suamiku jika dia tahu aku pulang lebih cepat. Aku memang bilang padanya kemarin mungkin akan menginap tiga atau empat hari di rumah ibu.
Pintu kamar akhirnya terbuka tepat satu jam empat puluh menit. Mas Hilman tersentak kaget saat dia baru keluar dari kamar Hana, melihatku yang kini duduk menatap ke arahnya dengan tajam.
"Ayu!" Dia segera memakai kaos nya yang tadi dia pegang di tangan. Dengan cepat kaus itu terpasang di tubuhnya dan lalu dia berjalan mendekat ke arahku. Aku berdiri dan menepis tangannya yang terulur kepadaku. Rasanya jijik sekali, tangan itu sudah menyentuh wanita lain selain aku meski dia adalah istri sah nya.
"Ayu, aku bisa jelaskan!" Dia berseru memohon kepadaku.
Aku memutari meja dan pergi ke arah kamar tanpa mengatakan apa-apa kepadanya. Kulihat Hana yang berdiri di ambang pintu kamar dengan menatapku, terlihat senyuman tipis di bibirnya.
Aku membanting pintu kamar dengan keras, seakan ingin meluapkan perasaan marah ini tetapi entah kepada siapa aku harus melampiaskannya. Mungkin memang aku yang belum bisa ikhlas menerima pernikahan mereka. Mungkin aku harus marah kepada diriku sendiri.
"Ayu, aku bisa jelaskan." Suara Mas Hilman kembali terdengar kini lebih dekat, aku membalikan diriku dengan cepat dan menatap dia.
"Apa yang harus dijelaskan? Kamu dan dia berhak melakukan itu. Kalian sudah sah menjadi suami istri. Dan wajar kalau kamu menyentuh dia." Ucapku dengan penuh luka di dalam hati.
Raut wajah Mas Hilman terlihat merasa bersalah. "Aku khilaf, Yu," ucapnya dengan memohon kepadaku. "Aku minta maaf sama kamu aku tidak tahu apa yang aku lakukan. Ini semua terjadi begitu saja."
Aku menutup kedua telingaku hingga suaranya kini samar terdengar.
"Sudah hentikan! Aku tidak mau dengar lagi apa alasan kamu. Kamu berhak dengan dia, itu sudah kewajiban kamu, tapi aku mohon bawa dia pergi dari sini secepatnya!" Aku berteriak sambil menutup mataku. Rasanya tidak kuat untuk menatapnya. Jika saja aku boleh memilih, aku ingin pergi dari dia. Rasanya sungguh hati ini sakit diduakan, apalagi teringat jelas dengan ucapannya beberapa hari yang lalu kalau dia tidak bisa dengannya, tapi yang barusan itu apa?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 342 Episodes
Comments
Adiba Shakila Atmarini
bohong klo kucil melihat ikan asin bkal nolak..berkata khilf tpi menikmati..
2024-02-17
0
Ari Peny
mending jujur dgn ibu insting ibu lbh tajam y
2022-12-28
0
Lihayati Khoirul
ayu itu bego kenapa gak pergi
2022-07-28
1