"Ya ... bisa kan sebelum Hana yang pegang, kamu duluan bangun lebih pagi dan kerjakan semuanya? Mulai besok kamu yang harus kerjakan semuanya sendiri, jangan berikan pekerjaan yang berat kepada Hana. Ibu mau secepatnya Hana dan Hilman punya anak. Ibu sudah cukup bersabar menunggu anak dari kamu!" ucapan ibu sangat telak menghujam dalam hati ini. Memang hanya sekedar ucapan tapi rasanya bak belati yang sangat tajam melesat menembus dada ini. Benar apa yang dikatakan banyak orang, lidah memang tidak bertulang, sangat tajam meluncurkan kata-kata yang menyakitkan.
"Bukan mau Ayu juga Bu, kalau Ayu belum punya keturunan, tapi memang ini belum rezeki bagaimana? Mau bagaimana dipaksakan juga tidak akan bisa jika Tuhan belum menghendaki," ucapku kepada ibu. Aku sudah masa bodoh dengan kelakuanku yang mungkin tidak sopan kepada orang tua. Rasa kecewaku sudah besar kepada sosok ibu yang ada di hadapanku ini.
Ibu menatap tajam ke arahku dengan tatapan yang tidak suka. Sedangkan Hana juga sama menatapku, tapi tatapannya menurutku aneh, satu sudut bibirnya terlihat tertarik ke samping. Seperti dalam film-film dengan peran antagonis yang menatap sinis kepada peran wanita utama.
"Kamu itu bisanya melawan orang tua saja. Kalau dibilangin ya manut toh. Toh ini juga untuk kebaikan kalian berdua! Kamu juga harus mendukung Hilman sama Hana biar mereka cepat mempunyai keturunan, dan siapa tahu setelah itu kamu juga bisa menyusul mempunyai keturunan juga. Kamu mau anak sebagai pancingan bukan? Daripada mengambil anak saudara untuk dijadikan pancingan, lebih baik jadikan anak mereka sebagai pancingan kamu untuk mempunyai anak, Yu!"
Rasanya aku ingin tertawa mendengar ibu mengatakan itu, bagaimana jika posisiku ada pada ibu. Bisakah ibu terima dengan ucapan yang seperti itu? Menjadikan anak madunya sebagai pancingan agar memiliki anak sendiri.
Aku sedang mencoba ikhlas, tapi ibu selalu mendesakku untuk menerimanya membuat aku merasa semakin membenci dia. Bukan tanpa sebab, pernikahan yang rahasia, datang dengan tanpa meminta izin ku, lalu semua kasih sayang yang pernah aku dapatkan sekarang dia yang memilikinya. Jangan kira kalau ini semua akan mudah untuk aku. Siapa pun orangnya, aku yakin tidak akan ada yang bisa mudah menerima untuk diduakan. Mungkin ada beberapa yang bisa menerima madunya dengan ikhlas, tapi itu tidak banyak, dan aku bukan salah satu dari mereka!
"Bagaimana nanti sajalah Bu, pernikahan mereka saja Ayu belum bisa menerimanya. Ayu enggak yakin akan bisa menerima anak itu juga," ucapku tidak peduli kepada ibu. Aku sudah mulai lelah dengan perdebatan ini. Wajah ibu semakin marah mendengar ucapanku barusan, begitu juga dengan Hana.
"Kamu ini Yu. Bisa tidak sih kalau kamu mencoba untuk menerima mereka. Jangan egois jadi wanita, apa kamu enggak berpikir kalau mungkin Hilman juga ingin segera mempunyai anak? Kalau kamu bisa punya anak ibu juga nggak akan meminta Hilman untuk menikah lagi," ucap ibu dengan nada yang tinggi. Bukan seperti itu, jelas aku memikirkan Mas Hilman juga, tapi bukan seperti ini caranya.
"Ayu juga memikirkan Mas Hilman, Bu. Ayu juga sudah berusaha untuk pergi ke dokter, untuk menjalani pengobatan tradisional dan sebagainya, tapi memang kami belum dikasih keturunan harus bagaimana? Dan sekarang ibu berkata untuk aku ikhlas? Coba ibu pikirkan saja, di sini sudah jelas-jelas Ayu yang dibohongi, jelas Ayu yang menjadi korban, lalu ibu meminta Ayu untuk ikhlas menerima kehadiran dia?" tanyaku kepada ibu sambil menunjuk ke arah Hana.
Ibu tiba-tiba berdiri dari duduknya, wajahnya semakin murka tertuju kepadaku. Tatapan mata yang tidak suka dengan sorot amarah terlihat jelas di dalam sana.
"Sekali lagi ibu tekan kan kepada kamu, ibu sudah bilang sama kamu terakhir kalinya, Ayu. Kalau kamu tidak rela, kalau kamu tidak ikhlas, dan kalau kamu tidak suka dengan pernikahan Hilman, kamu tahu sendiri apa yang harus kamu lakukan!" ucap ibu dengan tegas.
Hah ... dengan kata lain ibu menyuruhku untuk mundur!
"Ada apa ini Bu? Apa yang harus Ayu lakukan?" Suara itu tiba-tiba terdengar saat aku akan berbicara. Mas Hilman kini berada di ambang pintu menatap kami satu persatu dengan bingung. Aku terkejut dengan kehadiran Mas Hilman yang tiba-tiba. Ibu dan Hana pun sepertinya sama sepertiku, terkejut dengan kepulangan Mas Hilman pada menjelang jam makan siang.
"Apa yang Ibu suruh ayu lakukan?" tanya Mas Hilman sekali lagi, kali ini tatapannya tertuju kepada ibu.
"Ibu tidak menyuruh Ayu ...."
"Ibu bilang kalau aku tidak ikhlas dengan pernikahan kamu aku harus mundur saja mas." Aku memotong ucapan ibu, Ibu terlihat melotot ke arahku tapi aku tidak peduli.
"Bu kita kan sudah membahas ini. Ibu jangan mendesak Ayu dengan hal seperti itu. aku kan juga sudah bilang sampai kapanpun aku tidak akan meninggalkan Ayu, Bu. Aku tidak akan menceraikan dia!" ucap Mas Hilman dengan berseru kepada ibu.
"Kamu salah paham Man, maksudnya Ibu bukan seperti itu!" Ibu berkata dengan nada yang lirih.
"Benar Mas, Ibu nggak bermaksud seperti itu kok. ini hanya salah paham. " kali ini Hana yang berbicara. dia bahkan mendekat ke arah suamiku dan memegang lengannya dengan tatapan yang sendu dan menghiba.
"Maksud kalian salah paham apanya? Jelas telingaku ini belum tuli!" ucapku dengan melirik ke arah ibu dan Hana secara bergantian. Ibu semakin menatap tidak suka ke arahku.
"Bu Hilman mohon Bu, sudah cukup dengan pernikahan ini, Hilman mohon kepada ibu jangan desak apapun lagi kepada Ayu. Sudah cukup dirinya di dua oleh ku."
"Ibu tidak mendesak, Ibu hanya memberikan pilihan. kamu tahu enggak Man, Hana membereskan semua rumah sedangkan Ayu hanya berdiam diri di kamar. Kalau Hana terlalu capek, bagaimana kalian akan punya anak?" tanya ibu kepada Mas Hilman.
"Anu Bu ... Jangan marah sama Mas Hilman. lagi pula Hana juga belum akan hamil," Hana berbicara sambil menunduk kan kepalanya.
"Maksud kamu apa?" tanya ibu dengan bingung.
"Kami... Sepertinya Hana juga tidak akan hamil dekat-dekat ini Bu. kami ... elum melakukan apapun." wanita itu berkata dengan lirih membuat Ibu terkejut dengan ucapannya begitu juga dengan aku. Namun, yang aku kejutkan karena dia berani mengatakan hal pribadi kepada ibu.
"Apa?! Kalian belum ...." Ibu menatap seraya menunjuk ke arah Hana dan juga Mas Hilman. Hana menunduk sedangkan Mas Hilman membuang pandangannya ke arah lain.
Ibu tiba-tiba saja memegang dadanya lalu dia terjatuh terduduk di atas sofa. Sontak mas Hilman dan Hana mendekat ke arah ibu Dengan rasa yang khawatir.
"Bu, Ibu nggak papa kan?" tanya Mas Hilman dengan khawatir. Ibu tidak menjawab masih diam dengan mengatur nafasnya yang terlihat sesak.
"Ibu kenapa Bu?" tanya Mas Hilman lagi, Hana juga ikut bertanya kepada ibu.
"Sudah! Ibu mau pulang saja! kalian keterlaluan! ini pasti kamu Ayu, kamu kan yang meminta Hilman untuk tidak tidur dengan Hana?" Ibu berdiri lalu menuding ke arahku, masih dengan memegangi dadanya.
"Bu tolong lah, bukan karena Ayu tapi aku yang belum siap untuk bersama dengan Hana." Mas Hilman berbicara sambil memohon kepada ibu, tapi Ibu terlihat tidak peduli dan juga sangat marah.
"Sudahlah Ibu kecewa sama kamu Man. Kamu tahu kan ibu sangat ingin punya cucu dari kamu. Bagaimana Hana akan bisa hamil kalau kamu tidak mencampuri dia." ucap Ibu lalu kemudian ibu berjalan keluar meninggalkan kami. Mas Hilman setengah berlari mengejar ibu yang kini terlihat sudah berada di luar pagar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 342 Episodes
Comments
ademing_ati
hana kayak apa ya....sok kalem mungkin
2023-02-12
0
cerita cinta
ya ampun ni ibu ibu rese bikin kepala gw ngebul z deh.. nya kalo dket pngen nyubit tuh bibir nya yg rese... 😡
2022-08-18
0
Tri Widayanti
Mertua kyk gitu kasih sianida aja😁
2022-08-02
0