9. Posisi yang Tergantikan

"Lah kan ibunya Ayu sudah ada yang menemani. Kalian nggak perlu menginap di sana sampai tiga hari kan? Atau bisa kamu, Ayu yang menginap di sana. Hilman kan sekarang ada istri baru. Kasihlah kesempatan dia untuk bisa dekat dengan istri keduanya. Biar dia bisa cepat mempunyai anak. Jangan hanya kamu saja yang memiliki Hilman. Ingat Yu kalau sekarang kalian bertiga"

Ibu berkata dengan lantang, juga dengan nada yang sinis tertuju ke arahku. Tatapan ibu terlihat tidak suka kepadaku. Berbeda sekali dengan dulu yang sangat sayang terhadapku, kini seakan rasa itu tidak ada lagi setelah kehadiran wanita itu.

Hah... Bahkan aku enggan menyebut namanya. Dalam hal ini entah siapa yang salah, tapi tetap saja aku tidak suka dengan namanya orang ketiga. Apalagi namanya? Pelakor?

Aku mungkin memang jahat mengatakan dia pelakor, entah pada awalnya dia memang sukarela atau terpaksa menikah dengan seorang pria yang telah beristri, tapi aku tidak bisa begitu saja mengakui pernikahan mereka meski mereka sudah sah.

"Kamu harusnya ngerti dong, Yu. Ibu dan bapak sudah tua. Kami sudah ingin punya cucu dari Hilman. Ibu mohon Yu. Jangan halangi mereka, jangan mengganggu waktu mereka, jangan kamu iri dengan dia, Yu. Jika memang kamu bisa memberikan anak kepada Hilman, toh itu bagus. Anak Hilman bukan cuma satu!"

Bagai mendengar petir di siang hari saat mendengar ibu mengatakan itu. 'Jika memang kamu bisa memberikan anak kepada Hilman....' rasanya sangat menyakitkan sekali mendengarnya. Jika. Seperti aku tidak bisa memberikannya kepada Mas Hilman. Oke, aku memang belum bisa memberikannya sekarang, tapi nanti siapa tahu bukan?

"Bu, Ayu gak akan melakukan hal itu Bu. Ayu sudah setuju untuk menerima Hana bersama dengan kita. Tolong Ibu jangan mendesak Ayu dan mengatakan hal yang menyakitkan hatinya, Bu. Semua ini sudah membuatnya sedih dan juga sakit hati. Tolong Ibu jangan tambah lagi beban Ayu." Mas Hilman membela aku di depan ibu. Jujur saja meskipun aku masih marah kepada Mas Hilman, tapi di bela seperti ini aku senang.

Ku tatap wajah ibu yang masih terlihat sinis.

"Ibu tidak mendesak Ayu. Ibu hanya ingin meminta pengertiannya saja! Hanya itu Hilman, tidak lebih. Kalau Ayu memang belum bisa memberikan keturunan untuk kamu setidaknya dia bisa mencoba ikhlas untuk memberikan kesempatan kepada Hana!"

"Maaf sebelumnya Bu. Ibu bilang Ayu harus ikhlas menerima pernikahan Mas Hilman ini, tapi Ibu pernah berpikir nggak sih kalau pernikahan suami dengan istri keduanya seharusnya anda izin dari istri pertama? Dengan seenaknya ibu menyuruh Mas Hlman menduakan aku." Aku berkata memotong ucapan ibu. Ibu melotot ke arahku, tapi aku tidak peduli dan aku juga tidak takut kepadanya.

"Siapa yang akan ikhlas jika dirinya dimadu. Bagaimana jika ini terjadi kepada Ibu?" tanyaku dengan menatapnya secara langsung.

"Maaf kalau Ayu tidak sopan kepada Ibu, kita sesama wanita, Bu. Harusnya Ibu mengerti dengan perasaan Ayu."

"Justru karena ibu wanita. Kalau kamu berpikir, tujuh tahun Yu. Tujuh tahun kalian menikah, belum dikaruniai anak. Pikirkan! Pikirkan orang lain, pikirkan juga suami kamu. Apa kamu tidak berpikir untuk memiliki anak ...?"

"Ayu memikirkan itu, Bu. Ayu juga ingin punya anak. Tapi bukan berarti untuk memberikan Mas Hilman untuk bersama dengan wanita lain. Kalian yang berpikiran kolot, yang ingin memiliki keturunan dengan darah yang sama. Ayu pasti bisa, melakukan itu dengan cara yang lain. Kan bisa dengan cara memancing dengan anak lain? Tidak harus menikah kan Mas Hilman dengan wanita lain!" tukasku. Rasa di dalam dada kini bergemuruh dengan hebat. Mata ini rasanya sudah panas, tapi aku mencoba untuk kuat di hadapan semuanya.

"Susah bicara sama kamu Yu. Kamu nggak ngerti dengan keinginan kami. Kamu nggak ngerti rasanya menjadi orang tua. Kalau anak orang lain sulit, bagaimana jika dia ingin kembali apa jika orang tuanya mengambilnya kembali bersama dengan mereka. Kamu nggak pikir bagaimana sakit hatinya saat kamu sudah sayang sayangnya, anak itu mereka ambil kembali? Beda kalau kalian memiliki anak sendiri, setidaknya jika bukan darah daging kamu, tapi dia adalah anak Hilman! Kamu mempunyai hak yang sama untuk menyayangi anak itu!" Ibu menatap tajam kepadaku, suaranya bergetar dan terlihat pula tangannya mengepal diatas lutut.

Menyayangi anak maduku. Coba kalian pikirkan, pernikahan mereka saja aku masih mencoba untuk ikhlas dan sekarang ibu bilang untuk aku menyayangi anak dari maduku. Entah apakah aku bisa atau tidak.

"Susah bicara dengan kamu. Kamu nggak akan ngerti perasaan kami!" ucap ibu dengan nada kesal. Ibu lalu berdiri dan pergi meninggalkan kami bertiga.

Mas Hilman, Mas Dirga, dan juga aku kini hanya terdiam di ruangan ini. Kami terdiam dengan pemikiran masing-masing. Memang yang dikatakan ibu ada benarnya, jika anak angkat suatu saat mungkin akan kembali kepada keluarganya, tapi apa itu salah? Siapa tahu kan seperti apa yang orang lain bilang akan menjadi pancingan untuk kami. Aku yakin kalau aku bisa mengandung dan memberikan keturunan untuk Mas Hilman.

Tiba-tiba saja Mas Dirga berdiri. Satu tangannya dimasukkan ke dalam saku celana.

"Yang dikatakan Ibu ada benarnya, sebaiknya kalian pikirkan lagi bagaimana ke depannya. Lagipula ini sudah terjadi, tidak mungkin untuk mengembalikan Hana kepada keluarganya. Hilman, Ayu, Mas berharap kalian bisa ikhlas menerima keputusan Ibu." ucapnya, kemudian Mas Dirga pergi meninggalkan kami.

Aku menundukkan kepalaku menatap tangan di atas lutut. Tanganku terkepal. Semua yang dikatakan ibu sangat menyakiti hati ini.

"Bawa dia pergi Mas. Ibu sangat ingin kan cucu dari kamu kan? Aku sudah mencoba untuk ikhlas, aku tidak mau satu rumah dengan dia!" ucapku lalu aku bangkit dan berdiri meninggalkan Mas Hilman.

Ku lirik ibu yang kini berada di dapur bersama dengan dia. Berbicara dan tertawa dengan sangat riang, seakan tidak terjadi apa-apa sebelum ini.

...***...

Seperti yang aku mau. Mas hilman berbicara kepada Hana untuk mencarikannya rumah kontrakan. Bukannya aku tega, tapi ini lebih baik daripada aku terus sakit hati dan tidak ridho. Sudah diduakan, wanitanya ada di sini pula.

Kami bertiga duduk di ruang tamu, wanita itu hanya duduk sambil menundukkan kepalanya, tidak berani menatap ke arahku ataupun Mas Hilman. Kedua tangannya saling meremat diatas lutut nya.

"Tapi aku takut Mas. Aku takut tinggal sendirian. Aku tidak biasa," ucapnya saat Mas Hilman menyampaikan apa yang telah kami bicarakan semalam.

"Kamu harus mau. Maaf ya, terserah kamu berpikiran apa tentang aku, tapi aku tidak mau tinggal bersama," ucap ku yang membuat dia menggigit bibirnya. Gadis bertubuh mungil ini duduk dengan gelisah, tidak bisa tenang di tempatnya.

"Hana, tolong hormati keinginan Ayu. Dia sudah berkorban banyak untuk pernikahan kita. Aku mohon kamu mengerti." ucap Mas Hilman sekali lagi nada suaranya lembut berbicara kepadanya membuat aku menjadi sebal.

"Tapi aku nggak berani tinggal sendirian. Aku takut, Mbak. Apa tidak bisa aku tinggal di sini? Hana nggak pa-pa kok. Hana mau kok bantuin Mbak Ayu beberes rumah!" Hana berkata dengan wajah yang memelas dan juga sedih, hampir menangis.

Mas Hilman menatap ke arah ku, aku membuang pandangan ke arah lain.

"Bukan masalah bantuin saya, saya bisa urus rumah sendiri. Tidak perlu bantuan. Hanya saja kamu tahu kan, pernikahan ini dadakan dan juga tidak ada izin dari ku. Kamu harusnya mengerti, hidup bersama tidak akan mudah. Keputusan kami sudah bulat, kalau kamu tidak mau tinggal sendiri, silahkan saja kamu pilih pulang ke rumah orang tua kamu, atau ke rumah mertua." Aku berkata dengan tegas, ku tujukan kepada mereka berdua.

Hana terdiam mendengar keputusan ku, dia menatap kearah Mas Hilman, tapi Mas Hilman hanya menunduk menghindari tatapan memohon wanita itu.

Aku berdiri, bagiku pembahasan ini sudah selesai. Tidak ada lagi yang harus dibahas, atau diminta persetujuan.

...***...

Seminggu telah berlalu. Mas Hilman belum juga mendapatkan rumah kontrakan untuk dia. Rasanya sangat menyebalkan sekali berada satu rumah dengan wanita lain. Memang aku akui, pekerjaan rumah lebih banyak dia yang mengerjakannya selama ini. Bahkan dapur pun dia yang ambil alih. Setiap pagi sarapan sudah tersedia, kopi dan bekal untuk Mas Hilman pun dia yang siapkan. Biasanya setiap pagi aku yang melakukan itu, tapi kini tugas itu sudah dia yang ambil alih.

Bukannya aku suka. Tidak! Rasanya peran ku sebagai seorang istri sudah tidak ada lagi untuk suamiku.

Aku baru saja keluar dari kamar sambil menggulung rambut yang setengah basah. Berjalan ke arah dapur, di sana wanita muda itu sedang memasak. Tubuhnya lincah bergerak ke sana ke sini, dia juga fokus dengan masakannya hingga tidak menoleh saat aku menyalakan dispenser air dan mengambil kopi dari lemari yang menggantung di dinding dapur.

"Mau buat kopi untuk Mas Hilman ya, Mbak?" Dia bertanya dengan nada yang riang.

"Heemmm..." Hanya itu jawabanku, jujur saja aku masih malas untuk beramah tamah dengan dia.

"Mbak kalau buat kopi enaknya air yang direbus loh, Mbak. Air dari dispenser kurang panas," ucapnya.

Aku hanya diam tidak peduli.

"Kata ibu aku, air yang direbus akan lebih panas dan membuat kopi lebih enak." dia berbicara lagi.

"Suamiku tidak pernah protes dengan apa yang aku buatkan." Aku hanya menjawab dengan nada yang ketus. Dia kali ini diam, tidak menjawab. Terlihat lesu saat aku mengatakan itu.

Sambil menunggu air dari dispenser panas, aku kembali ke dalam kamar. Mas Hilman masih saja tidur terlelap di dalam selimut. Ku dekati dia dan menggoyang kan bahunya. Dia hanya menggeliat kecil, membuka matanya dan tersenyum melihat ke arahku.

"Aku masih ngantuk." keluhnya dengan manja.

"Bangun. Ini sudah siang nanti kamu terlambat." Aku memperingatkan kepadanya. Di hanya tersenyum kecut sambil bangkit untuk duduk lalu menyibak selimutnya dan pergi ke arah kamar mandi.

Aku merapikan tempat tidur yang berantakan akibat perbuatan kami semalam. Pergumulan pertama setelah dia menikah lagi.

Mas Hilman keluar dari kamar mandi dan lalu mengenakan pakaiannya yang sudah aku siapkan. Aku membantu dia mengenakan dasi dan juga jas. Dia terlihat sangat tampan, tidak pernah berubah. Hanya saja kini wajahnya terlihat lebih tirus.

Kami keluar dari kamar bersama, kini Mas Hilman duduk di kursinya. Segelas kopi panas sudah tersedia di atas meja makan.

"Terima kasih, Hana." Mas Hilman berkata sambil tersenyum kepada dia. Dia balas tersenyum, tapi kemudian menunduk saat melihat aku menatapnya.

"Anu Mbak, maaf. Hana lancang, tadi airnya sudah panas, dan Mbak belum keluar kamar, mau dipanggil tapi Hana gak enak. Jadi Hana buatkan saja." ucapnya dengan takut.

Mas Hilman menatap ke arahku. " sudahlah Yu. Kamu atau dia yang buat, kan sama saja kopi." Mas Hilman berkata, tapi dia tidak tahu apa yang aku rasakan di dalam hati ini. Bukan hanya status, tapi kewajiban ke sebagai istri juga telah dia rebut.

Mas Hilman akan berangkat ke kantor, seperti biasa dia berpamitan kepada aku dengan mengecup kening dan mencium pipiku sebelum masuk ke dalam mobil.

"Mas berangkat ya, kamu hati-hati di rumah." pamit nya. Aku mengangguk kan kepalaku seraya tersenyum. Mas Hilman kini membuka pintu mobilnya.

"Mas!" terdengar suara teriakan dari dalam rumah, tak lama hana keluar dengan membawa bekal di tangannya.

"Bekal kamu ketinggalan, Mas." Dia mendekat dengan cepat ke arah Mas Hilman dan menyerahkan bekal yang sudah dibuat.

"Terima kasih." ucap Mas Hilman.

"Hati-hati ya Mas." Hana berkata sambil meraih tangan Mas Hilman dan mencium punggung tangannya. Mas Hilman terpaku dengan apa yang dilakukan wanita itu. Memang sah-sah aja, dia juga istrinya, tapi aku masih belum rela melihat hal seperti itu. Rasanya menyakitkan sekali di depan mata kita suami dicium tangannya oleh wanita selain kita.

"Mas Hilman, nanti pulang jam berapa? Apa seperti biasanya? Mas mau aku masakan apa? Nanti aku masak yang Mas minta." Hana bertanya dengan nada manja.

"Tidak perlu, aku makan seadanya saja, tidak perlu kamu siapkan apa-apa. Jangan repot-repot."

"Aku tidak repot hanya masak saja, siapa tahu Mas Hilman mau aku masakan sesuatu." tawarnya lagi, aku hanya diam melihta tingkahnya yang gigih itu.

"Tidak perlu." tolak Mas Hilman kepada Hana, Mas Hilman melirik arahku dengan pandangan yang tidak enak.

"Ya sudah. Aku berangkat dulu." Mas Hilman masuk ke dalam mobil lalu berangkat setelah melambaikan tangannya. Bukan hanya aku kali ini yang melambaikan tangan kepadanya saat dia akan pergi bekerja, tapi orang lain juga yang melakukan itu saat ini.

"Aku masuk dulu ya Mbak, dapur belum selesai di bereskan." Hana lalu berjalan ke dalam rumah, sedangkan aku menunggu hingga mobil Mas Hilman pergi menjauh.

"Mba Ayu. Sini deh!" suara seseorang terdengar saat aku akan melangkahkan kaki ke dalam rumah. Dia melambaikan tangannya ke arahku.

Aku mendekat ke arah asal suara, tetangga sebelah rumah yang sedang menyapu halaman nya kini menempel bak cicak di pagar rumah yang membatasi wilayah kami.

"Mbak, itu tadi siapa sih? Kok kayaknya sering lihat selalu ada di rumah? Dan lagi kok cium tangan Mas Hilman?" Dia bertanya dengan wajah penasaran.

"Istri keduanya Mas Hilman." jawabku dengan jujur. Dia terlihat kaget mendengar keterangan dariku.

"Sudah ya Bu, saya mau ke dalam." aku berpamitan dan meninggalkan dia yang terlihat masih ingin banyak bertanya.

Rasanya sakit saat mengatakan hal itu. Bahwa aku bukan satu-satunya istri dari Mas Hilman.

Pekerjaan rumah sudah selesai, tidak ada yang bisa kulakukan lagi karna dia sudah melakukan semuanya.

Aku masuk saja ke dalam kamar, lebih baik melanjutkan pekerjaan rahasiaku. Dengan terjadinya pernikahan Mas Hilman dengan Hana, aku harus punya sesuatu untuk peganganku ke depannya. Masa depan siapa yang tahu, aku harus punya tabungan sendiri. Tidak akan aku beritahu siapapun dengan pekerjaan baruku ini.

Hampir menjelang siang, aku keluar dari kamar. Terdengar suara lain di ruang tamu. Mereka terdengar dengan riang mengobrol dan juga tertawa.

Ibu dan Hana sedang duduk berdua di atas sofa. Ibu melirik ku dengan sinis, saat aku mendekat ke arahnya untuk mencium punggung tangannya.

"Kapan Ibu datang?" tanyaku mencoba ramah.

"Sudah dari tadi, kamu kerjaannya cuma di kamar saja, baru keluar. Lihat sedari tadi Hana yang mengerjakan pekerjaan rumah. Kamu jangan seenaknya sendiri dong Yu, mentang-mentang ada Hana jadi tidak mau membereskan rumah!" ibu berkata dengan tatapan tidak suka kepadaku. Eh, apa maksudnya ini?

"Ini Hana sendiri yang mau kok Bu. Daripada hanya diam saja anak bosen Bu," ucap Hana, entah dia sedang membela diri atau apa. Tapi tatapan ibu kepadaku tidak berubah sinisnya.

"Kamu itu nggak boleh kecapean loh. Nanti kalau kamu kecapekan gimana kamu mau cepat punya anak sama Hilman? Kamu harus jaga kesehatan." ucap ibu sambil mengelus punggung tangan hana. Hal yang dulu pernah ibu lakukan kepadaku, kini ibu limpahkan kepada dia. Rasanya menyesakkan sekali di dalam hati ini. Posisiku telah tergantikan di hati ibu.

"Kamu dengar Ayu. Hana tidak boleh capek, kamu harus bantu dia, dan jangan melimpahkan semua pekerjaan kepada dia. Bagaimana dia akan punya anak kalau dia kecapean."

"Ayu tidak melimpahkan semua pekerjaan kepada dia Bu, juga tidak menyuruh untuk dia mengerjakan semuanya. Ini memang kemauan dia. Dan dia kerjakan sebelum Ayu pegang, jadi Ayu bisa apa? Mengerjakan yang sudah dikerjakan?" tanyaku kepada ibu dengan tidak terima.

"Ya bisa kan sebelum Hana yang pegang kamu duluan bangun lebih pagi dan kerjakan semuanya? Mulai besok kamu yang harus kerjakan semuanya sendiri, jangan berikan pekerjaan yang berat kepada hana. Ibu mau secepatnya Hana dan Hilman punya anak. Ibu sudah cukup bersabar menunggu anak dari kamu!" ucapan ibu sangat telak menghujam dalam hati ini.

Terpopuler

Comments

guntur 1609

guntur 1609

cocoknya mamanya Hilman di madu juga. biar dia tahu rasanya

2024-12-04

0

guntur 1609

guntur 1609

ayu yang begok. bilang ja. kalau hana gak mau capem. ibu ja yg kerja dirunah ini. org yg gak punya hati seperti mertuanya itu harus dilawan. karna kalau gak dilawan sia akan merasa selalh benar. banyak org yg gak punya anak tapi adopsi anak. dan rumab tangganya sj langegeng saja

2022-11-08

0

Nissa Sabill

Nissa Sabill

kezellll ma tu nenek lampir..

2022-08-14

0

lihat semua
Episodes
1 1. Sebuah Pesan Bergambar
2 2. Anggap Dia Adikmu!
3 3. Orang Asing
4 4. Pertanyaan Ibu
5 5. Harus Kuat Karena Ibu
6 6. Permohonan Maaf
7 7. Hanya Demi Ibu
8 8 Mengingatkan status
9 9. Posisi yang Tergantikan
10 10. Pernyataan Hana
11 11. Ikhlas Yang Menyakitkan
12 12. Positive
13 13. Keputusan yang Membingungkan
14 14. Permintaan Ayu
15 15. Goresan Luka
16 16. Terpaksa Kembali
17 17. Alasan Ayu Kembali
18 18. Perhatian yang Terbagi
19 19. Aku Ingin Bekerja
20 20. Bertemu Dengan Dokter Lagi.
21 21. Ucapan Menyakitkan Mertua
22 22. Meminta Keadilan
23 23. Permintaan Hana, Malam ini Saja.
24 24. Meminta Pengertian Ayu
25 25. Membuat Ulah Lagi
26 26. Rebut Semua
27 27. Bertemu dengan Seorang Anak.
28 28. Tidak Mau Sekolah!
29 29. Surgaku Ada Pada Ibu
30 30. Siapa Wanita Itu, Mbak?
31 31. Kutukan Penulis
32 32. Pov. Hilman
33 33. Ancaman Ibu
34 34. Hilman Dalam Kebingungan
35 35. Aku Kapan Punya Anak?
36 36. Ayu, Tidak Ingin Ditinggalkan
37 37. Dukungan Bapak Terhadap Ibu
38 38. Ibu dan Bapak, Tetap Pada Keputusan
39 39. Rasanya Berpoligami
40 40. Hilman Dan Hana di Tempat Umum
41 41. Pertengkaran Di Depan Umum
42 42. Terima Nasibmu Sebagai Wanita Mandul!
43 43. Sahabat Yang Peduli
44 44. Video yang Tengah Viral
45 45. Bukan Anak Yang Berbakti
46 46. Dokter Wira
47 47. Maaf, Aku Akan Mencoba Adil Untuk Kalian.
48 48. Hana Yang Tidak Pernah Mengerti
49 49. Pelecehan Istri Sendiri
50 50. Pulang Ke Rumah
51 51. Jujur Pada Ibu
52 52. Keputusan Ayu
53 53. Seorang Pria
54 54. Arga, Pria Dari Masa Lalu.
55 55. Gunakan Kesempatan, Atau Aku Akan Kembali!
56 56. Tamu Tak Diundang.
57 57. Ibu: Berikan Kebebasan Untuk Ayu, Hilman!
58 58. Kamu Bahagia, Bukan Aku!
59 59. Jangan Dekat Dengan Dia (Arga)
60 60. Cerita Tentang Arga
61 61. Alasan Ibu Tak Suka
62 62. Dokter Wira, "Jangan Sungkan."
63 63. Kedatangan Ibu Mertua.
64 64. Debat Dua Orang Ibu
65 65. Pesan Dari Sebuah Nomor Asing
66 66. Jalan Menuju Kebebasan
67 67. Kamu Mau Kan Dengan Dokter Wira?
68 68. Mulut Tetangga
69 69. Hilman. Dimana Buku Itu!
70 70. Hilman Yang Kalap
71 71. Perkelahian Di Tengah Jalan.
72 72. Dokter Wira: Maksud Saya ... Tidak Apa-Apa!
73 73. Bertemu Pengacara
74 74. Hari Operasi
75 75. Keputusanku Sudah Bulat!
76 76. Aifa
77 77. Izinkan Saya ....
78 78. Dokter Yang Gigih
79 79. Sidang Pertama
80 80. Sidang Perceraian.
81 81. Hilman, Tak Ada Yang Sama
82 82. Ajakan Dokter Wira
83 83. Saudara Kembar Dokter Wira
84 84. Sekeranjang Mawar Putih
85 85. Siapa Pengirim Bunga Ini?
86 86. Datang Untuk Meminang
87 87. Meminta Petunjuk
88 88. Mengantar Risma ke Mall
89 89. Mencari Keberadaan Ayah
90 90. Pengumuman!! Ayo Pada Kumpul!!!
91 91. Gara Tak Mau Makan
92 92. Tante Ayu Dak Boleh Pulang!
93 93. Pov Arga
94 94. Buy One Get One Free
95 95. Kamu Harus Hati-Hati
96 96. Maaf tentang Masa Lalu
97 97. Tak Mau Jadi Baby Gula
98 98. Curhat Dengan Diana
99 99. Nomor yang Tak Dikenal
100 100. Cerita Untuk Gara.
101 101. Pengumuman Pemenang Give Away!!!
102 102. Undangan Pesta Ulang Tahun
103 103. Orang Tua Yang Ramah.
104 104. Aku Hanya Wanita Cacat
105 105. Harus Tegas
106 106. Paket Misterius
107 107. Paket Lagi.
108 108. Bertanya
109 109. Lima Orang Asing
110 110. Pulang Dengan Tangan Hampa
111 111. Kabar Baik
112 112. Bertemu Gara Lagi
113 113. Kabar berita
114 114. Berdusta Sekali Lagi
115 115. Jadi Mama Gara!
116 116. Terjebak
117 117. Dongeng Kelinci dan Kura-Kura
118 118. Maafkan Gara!
119 119. Hari Pertama Bekerja
120 120. Gara-Gara Ojol!
121 121. Hati Yang Masih Beku
122 122. Kejadian Di Mall
123 123. Hilman Membuat Ulah
124 124. Arga, Eka?
125 125. Perasaan Arga.
126 126. Apa Yang Harus Aku Lakukan?
127 127. Pertanyaan Ibu.
128 128. Penolakan Ibu
129 129. Apa Karena Ibu?
130 130. Menyerah
131 131. Ibu Kecelakaan
132 132. Pertolongan Arga.
133 133. Kehadiran Gara di Rumah Sakit
134 134. Gara Dan ibu
135 135. Penuturan Ibu
136 136. Restu Dari Ibu
137 137. Bertemu Arga
138 138. Arga. Sakit Hati Kedua Kali
139 139. Cinta Lama Berlanjut Kembali
140 140. Gombalan Untuk Calon Istri
141 141. Doa Yang Baik
142 142. Menyerahkan Ayu
143 143. Menikah Di Pos Satpam?
144 144. Akibat Hubungan Dengan Bos
145 145. Bicara Tentang Ibu
146 146. Lamaran Part 1
147 147. Lamaran Part 2
148 148. Saya Menerima.
149 149. Mencari Tanggal Yang Tepat
150 150. Pemberian Arga
151 151. Ibu Punya Nazar
152 152. Arga Marah
153 153. Ke KUA, yuk!
154 154. Kabar Baik
155 155. Kejadian Tidak Terduga
156 156. Lebih Baik Mati
157 157. Hilman Menggila
158 158. Arga Pencemburu
159 159. Tamu Tak Diundang
160 160. Arga Dan Gombalannya
161 161. Berkunjung Ke Pusara Haifa
162 162. Kalimat Yang Sangat Indah
163 163. SAH!!!!!!
164 164, acara di rumah
165 165. Keluarga Yang Sangat Menyenangkan
166 166. Arga: Aku Masuk Angin!
167 167. Apa Yang Terjadi Kepada Arga?
168 168. Ladang Kering Telah Disirami
169 169. Lupa Kunci Pintu
170 170. Arga Semakin Parah
171 171. Cara Tersendiri
172 172. Kejadian Di Pagi Hari
173 173. Kedatangan Dokter
174 174. Hadirnya Sosok Lain.
175 175. Ancaman Arga. "Tunggu Nanti Malam."
176 176. Dokter Wira
177 177. Tamu Wanita
178 178. Pengantin Laki-Laki Teraniaya.
179 179. Penjelasan Arga
180 180. Tetap Jadi Istri Yang Baik
181 181. Saat Makan Siang
182 182. Tempat Untuk Honeymoon
183 183. Peringatan
184 184. Diana Tidak Hadir
185 185.
186 186. Merasa Belum Baik
187 187. Penyambutan
188 188. Gara Menjadi Pemersatu Bangsa.
189 189. Makan Siang Keluarga
190 190. Ajakan Arga
191 191. Pertanyaan Gara
192 192. Hukuman atau Panggil Sayang?
193 193. Suamiku, Imamku
194 194. Gombal Terus!
195 195. Dua Lelaki Sumber Kebahagiaan
196 196. Bertemu Seorang Wanita
197 197. Hal Yang Membuat Penasaran
198 198. Kain Yang Menerawang
199 199. Bertemu Dengan Dokter
200 200. Mengambil Alih
201 201. Serangan Bukan Dadakan
202 202. Serangan Kedua Dan Ketiga
203 203. Ketahuan!
204 204. Desas Desus Tak Enak
205 205. Ingin Jadi Anak Yang Kuat
206 206. Kesedihan Gara
207 207. Masalah.
208 208. Tempat Terselubung
209 209. Kemana Arga?
210 210. Ingin Marah
211 211. Arga Masuk Angin
212 212. Harapan Yang Masih Belum Terwujud
213 213. Serasa Permen Yupi
214 214. Shopping Day!
215 215. Desa Penari
216 216. Tingkah Ayu Yang Aneh
217 217. Rasa Yang Berbeda
218 218. Coba Yang Lain
219 219. Honeymoon, Yuk!
220 220. Kabar Bahagia
221 221. Kabar Bahagia part 2
222 222. Gara. "Jangan Bikin Mama Emosi!"
223 223. Pertanyaan Gara
224 224. Kabar Bahagia Untuk Ibu
225 225. Diri Yang Selalu Suudzon
226 226. Harus Beristirahat.
227 227. Kejutan Yang Gagal
228 228. Ingat Apa Kata Dokter!
229 229. Tangisan Gara
230 230. Tak Sadarkan Diri
231 231. Sapaan Dari Dalam Perut
232 232. Pulang Dari Rumah Sakit
233 233. Inginkan Sesuatu
234 234. Meminta Maaf
235 235. Sosok Suami Idaman
236 236. Meminta Persetujuan
237 237. Mencari Foto Haifa
238 238. Kesedihan Gara
239 239. Berbicara
240 240. Cinta Tulus Untuk Gara
241 241. Seseorang Di Luar Jendela
242 242. Persiapan Empat Bulanan
243 243. Laki-laki Di Depan Mall
244 244. Arga Si Pelindung
245 245. Kehidupan Setelah Bercerai
246 246. Hilman Setelah Bercerai 2
247 247 Ayu
248 248. Main Gundu
249 249. Sepenggal Kisah
250 250. Pergi bersama
251 251. Pengakuan Hilman
252 252. Maaf Dari Hilman
253 253. Kisah Hilman
254 254. Hilman Dalam masalah
255 255. Di Balik Kisah Hilman
256 256. Arga Cemburu
257 257. Rencana Arga
258 258. Hanya Untukmu
259 259. Pertemuan Arga dan Hilman
260 260. Noda Merah
261 261. Rumah Sakit
262 262. Perjuangan Seorang Ibu
263 263. Hadirnya Anggota Baru
264 264. Apa Kamu Tidak Pernah ....
265 265. Bayi Yang Haus
266 266. Ucapan Manis
267 267 Hilman di Acara Aqiqah
268 268. Pelajaran Berharga
269 269. Meminta Penilaian
270 270. Gara Anakku juga!
271 271. Kabar Bahagia
272 272. Ke Rumah Sakit Lagi
273 273. Ayu Nakal
274 274. Seperti Pasangan Mes*m
275 275. Ajakan Honeymoon Yang Selalu Gagal.
276 276. Sebuah Pengajaran
277 277. Perjalanan Panjang
278 278. Perjalanan Yang Melelahkan
279 279. Sesuatu Yang Kembali
280 280. Sindiran Dari Keluarga
281 281. Sesal Yang Tak Guna
282 282. Tersangka Investasi Bodong
283 283. Bicara Dengan Ibu
284 284. Kisah Di Balik Tirai
285 285. Tidak Tahu Malu
286 286. Dewi
287 287. Mungkinkah Dia?
288 288. Penjarakan Saja!
289 289. Keinginan Arga
290 290. Rencana Arga
291 291. Seperti Masa Lalu
292 292. Azka Demam
293 293. Obat Oles Tradisional
294 294. Perjuangan Seorang Ibu
295 295. Bawa Ke Ustadz
296 296. Sepuluh Juta
297 297. Sang Penakluk
298 298. Penakluk Tak Pernah Puas
299 299. Malam Acara Selamatan
300 300. Kasih Ibu Sepanjang Masa
301 301. Perjalanan Yang Sulit
302 302. Ibu Lelah
303 303. Semua Lelah
304 304. Wanita Selain Dewi
305 305. Debat Yang Melelahkan
306 306. Pusing Menghadapi Ibu.
307 307. Kasmaran
308 308. Hilman Mau Punya Istri
309 309. Tak Ada Salahnya Membahagiakan Ibu
310 310. Liburan Dadakan Dengan Ibu
311 311. Bertanya Pada Dewi
312 312. Bantu aku Gagalkan
313 313. Pertanyaan Pak Hendro
314 314. Fakta Tentang Dewi
315 315. Nikah Dadakan
316 316. SAH!!!
317 317. Jodoh Datang Terlambat
318 318. Tatapan Ipar Dan Bapak Mertua
319 319. Pulang Kemana Aku?
320 320. Rencana Pesta Resepsi
321 321. Pesan Pak Mertua
322 322. Acara Tujuh Bulanan
323 323. Dewi Alergi
324 324. Tiga Kali Menikahi Perawan
325 325. Manisnya Sebuah Hubungan
326 326. Aku Siap!
327 327. Unboxing
328 328. Berhasil Menjelajah
329 329. Kebahagiaan Hilman
330 330. Arga Sepertinya Marah
331 331. Suami Pengertian
332 332. Berita Duka
333 333. Berkabung
334 334. Kesedihan Gara.
335 335. Pendarahan Setelah Pertarungan
336 336. Selamat Datang Putri Kecil
337 337. Dilema
338 338. Telepon Dari Dewi
339 339. Kebahagiaan Kedua
340 340. Adopsi Untuk Vano
341 341. Happy Ending
342 Pengumuman Baru Nih!
Episodes

Updated 342 Episodes

1
1. Sebuah Pesan Bergambar
2
2. Anggap Dia Adikmu!
3
3. Orang Asing
4
4. Pertanyaan Ibu
5
5. Harus Kuat Karena Ibu
6
6. Permohonan Maaf
7
7. Hanya Demi Ibu
8
8 Mengingatkan status
9
9. Posisi yang Tergantikan
10
10. Pernyataan Hana
11
11. Ikhlas Yang Menyakitkan
12
12. Positive
13
13. Keputusan yang Membingungkan
14
14. Permintaan Ayu
15
15. Goresan Luka
16
16. Terpaksa Kembali
17
17. Alasan Ayu Kembali
18
18. Perhatian yang Terbagi
19
19. Aku Ingin Bekerja
20
20. Bertemu Dengan Dokter Lagi.
21
21. Ucapan Menyakitkan Mertua
22
22. Meminta Keadilan
23
23. Permintaan Hana, Malam ini Saja.
24
24. Meminta Pengertian Ayu
25
25. Membuat Ulah Lagi
26
26. Rebut Semua
27
27. Bertemu dengan Seorang Anak.
28
28. Tidak Mau Sekolah!
29
29. Surgaku Ada Pada Ibu
30
30. Siapa Wanita Itu, Mbak?
31
31. Kutukan Penulis
32
32. Pov. Hilman
33
33. Ancaman Ibu
34
34. Hilman Dalam Kebingungan
35
35. Aku Kapan Punya Anak?
36
36. Ayu, Tidak Ingin Ditinggalkan
37
37. Dukungan Bapak Terhadap Ibu
38
38. Ibu dan Bapak, Tetap Pada Keputusan
39
39. Rasanya Berpoligami
40
40. Hilman Dan Hana di Tempat Umum
41
41. Pertengkaran Di Depan Umum
42
42. Terima Nasibmu Sebagai Wanita Mandul!
43
43. Sahabat Yang Peduli
44
44. Video yang Tengah Viral
45
45. Bukan Anak Yang Berbakti
46
46. Dokter Wira
47
47. Maaf, Aku Akan Mencoba Adil Untuk Kalian.
48
48. Hana Yang Tidak Pernah Mengerti
49
49. Pelecehan Istri Sendiri
50
50. Pulang Ke Rumah
51
51. Jujur Pada Ibu
52
52. Keputusan Ayu
53
53. Seorang Pria
54
54. Arga, Pria Dari Masa Lalu.
55
55. Gunakan Kesempatan, Atau Aku Akan Kembali!
56
56. Tamu Tak Diundang.
57
57. Ibu: Berikan Kebebasan Untuk Ayu, Hilman!
58
58. Kamu Bahagia, Bukan Aku!
59
59. Jangan Dekat Dengan Dia (Arga)
60
60. Cerita Tentang Arga
61
61. Alasan Ibu Tak Suka
62
62. Dokter Wira, "Jangan Sungkan."
63
63. Kedatangan Ibu Mertua.
64
64. Debat Dua Orang Ibu
65
65. Pesan Dari Sebuah Nomor Asing
66
66. Jalan Menuju Kebebasan
67
67. Kamu Mau Kan Dengan Dokter Wira?
68
68. Mulut Tetangga
69
69. Hilman. Dimana Buku Itu!
70
70. Hilman Yang Kalap
71
71. Perkelahian Di Tengah Jalan.
72
72. Dokter Wira: Maksud Saya ... Tidak Apa-Apa!
73
73. Bertemu Pengacara
74
74. Hari Operasi
75
75. Keputusanku Sudah Bulat!
76
76. Aifa
77
77. Izinkan Saya ....
78
78. Dokter Yang Gigih
79
79. Sidang Pertama
80
80. Sidang Perceraian.
81
81. Hilman, Tak Ada Yang Sama
82
82. Ajakan Dokter Wira
83
83. Saudara Kembar Dokter Wira
84
84. Sekeranjang Mawar Putih
85
85. Siapa Pengirim Bunga Ini?
86
86. Datang Untuk Meminang
87
87. Meminta Petunjuk
88
88. Mengantar Risma ke Mall
89
89. Mencari Keberadaan Ayah
90
90. Pengumuman!! Ayo Pada Kumpul!!!
91
91. Gara Tak Mau Makan
92
92. Tante Ayu Dak Boleh Pulang!
93
93. Pov Arga
94
94. Buy One Get One Free
95
95. Kamu Harus Hati-Hati
96
96. Maaf tentang Masa Lalu
97
97. Tak Mau Jadi Baby Gula
98
98. Curhat Dengan Diana
99
99. Nomor yang Tak Dikenal
100
100. Cerita Untuk Gara.
101
101. Pengumuman Pemenang Give Away!!!
102
102. Undangan Pesta Ulang Tahun
103
103. Orang Tua Yang Ramah.
104
104. Aku Hanya Wanita Cacat
105
105. Harus Tegas
106
106. Paket Misterius
107
107. Paket Lagi.
108
108. Bertanya
109
109. Lima Orang Asing
110
110. Pulang Dengan Tangan Hampa
111
111. Kabar Baik
112
112. Bertemu Gara Lagi
113
113. Kabar berita
114
114. Berdusta Sekali Lagi
115
115. Jadi Mama Gara!
116
116. Terjebak
117
117. Dongeng Kelinci dan Kura-Kura
118
118. Maafkan Gara!
119
119. Hari Pertama Bekerja
120
120. Gara-Gara Ojol!
121
121. Hati Yang Masih Beku
122
122. Kejadian Di Mall
123
123. Hilman Membuat Ulah
124
124. Arga, Eka?
125
125. Perasaan Arga.
126
126. Apa Yang Harus Aku Lakukan?
127
127. Pertanyaan Ibu.
128
128. Penolakan Ibu
129
129. Apa Karena Ibu?
130
130. Menyerah
131
131. Ibu Kecelakaan
132
132. Pertolongan Arga.
133
133. Kehadiran Gara di Rumah Sakit
134
134. Gara Dan ibu
135
135. Penuturan Ibu
136
136. Restu Dari Ibu
137
137. Bertemu Arga
138
138. Arga. Sakit Hati Kedua Kali
139
139. Cinta Lama Berlanjut Kembali
140
140. Gombalan Untuk Calon Istri
141
141. Doa Yang Baik
142
142. Menyerahkan Ayu
143
143. Menikah Di Pos Satpam?
144
144. Akibat Hubungan Dengan Bos
145
145. Bicara Tentang Ibu
146
146. Lamaran Part 1
147
147. Lamaran Part 2
148
148. Saya Menerima.
149
149. Mencari Tanggal Yang Tepat
150
150. Pemberian Arga
151
151. Ibu Punya Nazar
152
152. Arga Marah
153
153. Ke KUA, yuk!
154
154. Kabar Baik
155
155. Kejadian Tidak Terduga
156
156. Lebih Baik Mati
157
157. Hilman Menggila
158
158. Arga Pencemburu
159
159. Tamu Tak Diundang
160
160. Arga Dan Gombalannya
161
161. Berkunjung Ke Pusara Haifa
162
162. Kalimat Yang Sangat Indah
163
163. SAH!!!!!!
164
164, acara di rumah
165
165. Keluarga Yang Sangat Menyenangkan
166
166. Arga: Aku Masuk Angin!
167
167. Apa Yang Terjadi Kepada Arga?
168
168. Ladang Kering Telah Disirami
169
169. Lupa Kunci Pintu
170
170. Arga Semakin Parah
171
171. Cara Tersendiri
172
172. Kejadian Di Pagi Hari
173
173. Kedatangan Dokter
174
174. Hadirnya Sosok Lain.
175
175. Ancaman Arga. "Tunggu Nanti Malam."
176
176. Dokter Wira
177
177. Tamu Wanita
178
178. Pengantin Laki-Laki Teraniaya.
179
179. Penjelasan Arga
180
180. Tetap Jadi Istri Yang Baik
181
181. Saat Makan Siang
182
182. Tempat Untuk Honeymoon
183
183. Peringatan
184
184. Diana Tidak Hadir
185
185.
186
186. Merasa Belum Baik
187
187. Penyambutan
188
188. Gara Menjadi Pemersatu Bangsa.
189
189. Makan Siang Keluarga
190
190. Ajakan Arga
191
191. Pertanyaan Gara
192
192. Hukuman atau Panggil Sayang?
193
193. Suamiku, Imamku
194
194. Gombal Terus!
195
195. Dua Lelaki Sumber Kebahagiaan
196
196. Bertemu Seorang Wanita
197
197. Hal Yang Membuat Penasaran
198
198. Kain Yang Menerawang
199
199. Bertemu Dengan Dokter
200
200. Mengambil Alih
201
201. Serangan Bukan Dadakan
202
202. Serangan Kedua Dan Ketiga
203
203. Ketahuan!
204
204. Desas Desus Tak Enak
205
205. Ingin Jadi Anak Yang Kuat
206
206. Kesedihan Gara
207
207. Masalah.
208
208. Tempat Terselubung
209
209. Kemana Arga?
210
210. Ingin Marah
211
211. Arga Masuk Angin
212
212. Harapan Yang Masih Belum Terwujud
213
213. Serasa Permen Yupi
214
214. Shopping Day!
215
215. Desa Penari
216
216. Tingkah Ayu Yang Aneh
217
217. Rasa Yang Berbeda
218
218. Coba Yang Lain
219
219. Honeymoon, Yuk!
220
220. Kabar Bahagia
221
221. Kabar Bahagia part 2
222
222. Gara. "Jangan Bikin Mama Emosi!"
223
223. Pertanyaan Gara
224
224. Kabar Bahagia Untuk Ibu
225
225. Diri Yang Selalu Suudzon
226
226. Harus Beristirahat.
227
227. Kejutan Yang Gagal
228
228. Ingat Apa Kata Dokter!
229
229. Tangisan Gara
230
230. Tak Sadarkan Diri
231
231. Sapaan Dari Dalam Perut
232
232. Pulang Dari Rumah Sakit
233
233. Inginkan Sesuatu
234
234. Meminta Maaf
235
235. Sosok Suami Idaman
236
236. Meminta Persetujuan
237
237. Mencari Foto Haifa
238
238. Kesedihan Gara
239
239. Berbicara
240
240. Cinta Tulus Untuk Gara
241
241. Seseorang Di Luar Jendela
242
242. Persiapan Empat Bulanan
243
243. Laki-laki Di Depan Mall
244
244. Arga Si Pelindung
245
245. Kehidupan Setelah Bercerai
246
246. Hilman Setelah Bercerai 2
247
247 Ayu
248
248. Main Gundu
249
249. Sepenggal Kisah
250
250. Pergi bersama
251
251. Pengakuan Hilman
252
252. Maaf Dari Hilman
253
253. Kisah Hilman
254
254. Hilman Dalam masalah
255
255. Di Balik Kisah Hilman
256
256. Arga Cemburu
257
257. Rencana Arga
258
258. Hanya Untukmu
259
259. Pertemuan Arga dan Hilman
260
260. Noda Merah
261
261. Rumah Sakit
262
262. Perjuangan Seorang Ibu
263
263. Hadirnya Anggota Baru
264
264. Apa Kamu Tidak Pernah ....
265
265. Bayi Yang Haus
266
266. Ucapan Manis
267
267 Hilman di Acara Aqiqah
268
268. Pelajaran Berharga
269
269. Meminta Penilaian
270
270. Gara Anakku juga!
271
271. Kabar Bahagia
272
272. Ke Rumah Sakit Lagi
273
273. Ayu Nakal
274
274. Seperti Pasangan Mes*m
275
275. Ajakan Honeymoon Yang Selalu Gagal.
276
276. Sebuah Pengajaran
277
277. Perjalanan Panjang
278
278. Perjalanan Yang Melelahkan
279
279. Sesuatu Yang Kembali
280
280. Sindiran Dari Keluarga
281
281. Sesal Yang Tak Guna
282
282. Tersangka Investasi Bodong
283
283. Bicara Dengan Ibu
284
284. Kisah Di Balik Tirai
285
285. Tidak Tahu Malu
286
286. Dewi
287
287. Mungkinkah Dia?
288
288. Penjarakan Saja!
289
289. Keinginan Arga
290
290. Rencana Arga
291
291. Seperti Masa Lalu
292
292. Azka Demam
293
293. Obat Oles Tradisional
294
294. Perjuangan Seorang Ibu
295
295. Bawa Ke Ustadz
296
296. Sepuluh Juta
297
297. Sang Penakluk
298
298. Penakluk Tak Pernah Puas
299
299. Malam Acara Selamatan
300
300. Kasih Ibu Sepanjang Masa
301
301. Perjalanan Yang Sulit
302
302. Ibu Lelah
303
303. Semua Lelah
304
304. Wanita Selain Dewi
305
305. Debat Yang Melelahkan
306
306. Pusing Menghadapi Ibu.
307
307. Kasmaran
308
308. Hilman Mau Punya Istri
309
309. Tak Ada Salahnya Membahagiakan Ibu
310
310. Liburan Dadakan Dengan Ibu
311
311. Bertanya Pada Dewi
312
312. Bantu aku Gagalkan
313
313. Pertanyaan Pak Hendro
314
314. Fakta Tentang Dewi
315
315. Nikah Dadakan
316
316. SAH!!!
317
317. Jodoh Datang Terlambat
318
318. Tatapan Ipar Dan Bapak Mertua
319
319. Pulang Kemana Aku?
320
320. Rencana Pesta Resepsi
321
321. Pesan Pak Mertua
322
322. Acara Tujuh Bulanan
323
323. Dewi Alergi
324
324. Tiga Kali Menikahi Perawan
325
325. Manisnya Sebuah Hubungan
326
326. Aku Siap!
327
327. Unboxing
328
328. Berhasil Menjelajah
329
329. Kebahagiaan Hilman
330
330. Arga Sepertinya Marah
331
331. Suami Pengertian
332
332. Berita Duka
333
333. Berkabung
334
334. Kesedihan Gara.
335
335. Pendarahan Setelah Pertarungan
336
336. Selamat Datang Putri Kecil
337
337. Dilema
338
338. Telepon Dari Dewi
339
339. Kebahagiaan Kedua
340
340. Adopsi Untuk Vano
341
341. Happy Ending
342
Pengumuman Baru Nih!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!