3. Orang Asing

Hingga malam hari aku mengurung diriku di kamar, tidak peduli dengan Mas Hilman yang masih terdengar suaranya di luar. Panggilannya juga ku abaikan. Aku hanya duduk diam di atas kasur sambil memeluk lututku sendiri. Sungguh sangat kacau keadaanku saat ini.

"Yu, ayo kita makan! Aku sudah masak!" Suara ketukan di pintu terdengar, nada suaranya membujukku dengan lembut. Biasanya itu menjadi hal yang menyenangkan jika Mas Hilman memasak, aku juga akan disuapinya, tapi sekarang aku tidak ingin bertemu dengannya sama sekali.

"Ayu!" suara ketukan di pintu terdengar kembali, aku tetap bertahan dengan kediamanku.

"Ya sudah kalau kamu gak mau makan sekarang. Tolong keluar dan nanti kamu makan, ya. Ingat lambung kamu, Yu. Jangan sampai sakit lagi. Kalau kamu butuh apa-apa aku tidur di kamar sebelah ya." pamitnya memberi keterangan padaku. Aku masih diam, tidak lagi mendengar suaranya atau mendengar pintu diketuk lagi.

Semua yang terjadi tidak membuatku merasa lapar, apalagi aku tidak ingin melihatnya lagi.

Kuusap air mata yang kini masih menggenang. Payah! Sudah mencoba menguatkan hati, tapi ini memang tidak mudah. Air mata ini terus keluar meski hanya sedikit.

Tidak peduli dengan rasa laparku, aku membuka hpku dan menekan aplikasi biru yang menjadi lapakku kini mencari kesenangan. Beberapa hari jadwal update ku kacau, beberapa komen dan juga chat pribadi di aplikasi biru itu banyak yang masuk menanyakan dan juga meminta aku untuk publish bab baru.

Aku tersenyum setidaknya masih ada orang lain yang memberikan semangat untukku, meski yang mereka ucapkan semangat update. Anggap saja jika mereka juga menyemangatiku untuk melupakan rasa kesal dan marahku.

Setelah mencuci muka, aku kembali ke depan laptopku. Rasa hati yang marah, kecewa, dan juga tersakiti membuat aku ingin menciptakan cerita lain. Gegas aku membuat sebuah judul yang baru.

Suasana yang tenang menjadikan aku sampai lupa waktu. Kurasakan jika punggung dan tangan ini mulai pegal. Aku menoleh ke arah jam dinding, sempat tidak percaya jika sekarang ini sudah lebih dari jam satu malam. Lima jam berkutat di depan laptop.

Aku memandang tidak percaya pada angka yang tertera di salah satu sudut layar, hampir sepuluh ribu kata aku mengetik dengan tema cerita baru ini. Entah apa yang aku pikirkan hingga otak ini begitu lancar dan juga sinkron dengan jari jemari. Sampai aku lupa juga dengan cerita lama yang harusnya publish secepat mungkin.

Perut ini lapar. Sedari siang memang aku belum mkan, sarapan pun hanya sedikit, sudah mulai trasa perih. Gegas aku mencari obat hijau dengan rasa mint, makan itu sebelum makan makanan yang berat, mengurangi rasa perih yang akan terasa saat nanti perut ini diisi makanan.

Aku terpaku saat melihat Mas Hilman yang kini duduk bersandar di kursi di ruang makan. Matanya terpejam dengan mulut yang terbuka. Suara dengkuran halusnya terdengar di tengah suasana tengah malam yang sunyi.

Cetrek.

Kompor aku nyalakan. Panci aku isi dengan air lalu menyimpannya di atas kompor yang menyala. Ku ambil sebungkus mie instan kuah dari atas kulkas.

"Ayu, kamu sudah bangun?" Suara Mas Hilman terdengar saat aku memasukkan mie ke dalam air yang sudah mendidih.

Aku tidak menjawab pertanyaannya.

Suara langkah kakinya terdengar mendekat, aku sama sekali enggan untuk mengalihkan pandanganku ke arahnya.

"Yu, kenapa kamu gak makan yang aku masak? Makan mie instan gak baik loh Yu buat kamu." Mas Hilman kini telah berhenti satu langkah tepat di sampingku.

"Gak usah peduli sama aku." ucapku ketus sambil membolak-balikan lembaran mie di dalam panci. "Urus saja istri baru kamu."

"Yu, tidak bisakah kita bicara baik-baik?" Mas Hilman mencoba melangkah mendekat ke arahku. Aku menggeser tubuhku menjauh darinya.

"Ayu aku mohon, kita bisa bicara berdua."

"Menjauh, Mas. Atau aku akan siram kamu dengan air ini!" ancamku padanya, tangan ini sudah siap memegang panci yang airnya bergejolak mendidih. Mas Hilman kini diam di tempatnya.

Makananku sudah matang, segera kuambil piring dan juga sendok lalu menuangkan lembaran mie dan kuahnya dengan cepat.

"Ayu. Mas mohon, kita harus bicara," pintanya menghiba. Mas Hilman masih tetap berdiam di tempatnya.

"Oke. Aku yang bicara. Ceraikan istri baru kamu, atau cerakan aku. Pilih saja." ucapku dengan tidak peduli.

Ku tatap sosok lelaki itu, masih hanya diam dengan raut wajah terlihat bingung.

"Pembicaraan selesai!"

Aku melangkah meninggalkan Mas Hilman di dapur, tidak ku lirik sama sekali, entah dia mengikutiku atau tidak. Aku tidak peduli. Aku lapar, dan tidak mau selera makanku keburu menghilang karena pembahasan yang menyakitkan ini.

Makan dengan deraian air mata, sungguh rasanya tidak nikmat sekali, tapi perut ini mesti diisi juga. Aku tidak mau sakit dan terlihat lemah karena masalah ini.

...***...

Suara motor terdengar saat aku sedang membersihkan bagian dalam rumah. Seorang wanita paruh baya turun dari atas motor bersama dengan anak sulung lelakinya. Dengan langkah anggun berjalan mendekat ke arahku yang masih memegang kemoceng di tangan.

"Assalaamualaikum." Suara nyaring itu terdengar di ambang pintu yang terbuka.

"Waalaikum salam." Segera ku jawab lalu mempersilahkan mereka masuk. Sadar akan diri yang hanya memakai celana pendek sebatas paha aku bergegas masuk kamar setelah mereka duduk di ruang tamu, ku pakai rok setinggi betis. Setelah itu aku pergi ke dapur untuk membuatkan mereka minuman dan menyuguhkan camilan.

"Maafkan kami Yu yang datang gak kasih kabar. Ibu sekalian lewat tadi." Ibu berbicara, sedangkan anak sulungnya memilih meminum air yang aku suguhkan. Wajahnya terlihat kaku dan canggung tidak seperti biasanya yang ramah.

"Mengenai pernikahan Hilman, Ibu minta maaf. Memang ibu yang memaksa Hilman untuk menikah lagi. Kamu jangan marah sama Hilman ya," ujar ibu. Aku hanya diam, tidak ingin bicara sama sekali sebenarnya. Perlakuan ibu mertua dan keluarganya ini membuat aku malas untuk bersikap hormat lagi padanya.

"Ibu mohon Yu, kamu harus mengerti. Ibu juga ingin punya cucu dari Hilman. Kalian sudah menikah lama, tidak juga ada tanda-tanda kamu akan hamil. Ibu harap kamu mengerti kemauan Ibu dan bapak." Ibu menatapku, sedangkan Mas Gandi anak pertamanya, melengos menatap ke arah luar saat aku menatap mereka bergantian.

"Aku ini istri sahnya, Bu. Bukankah pernikahan tidak akan sah jika tidak ada izin dari istri pertama? Lalu apa ibu tidak memikirkan bagaimana perasaan aku saat ini?" tanyaku dengan nada datar dan dingin. Ibu bergerak gelisah, menunduk, dan tidak tenang dalam duduknya.

"Ibu juga memikirkan perasaan kamu, Yu, tapi kalau Hilman bicara sama kamu, apa kamu akan izinkan dia menikah lagi?" tanya ibu yang membuat luka hati ini bertambah.

"Ada satu cara Bu, kami bisa mengambil anak salah satu saudara, kan? Tidak perlu ibu menyuruh Mas Hilman untuk menikah lagi." aku membicarakan pemikiranku beberapa hari ini.

"Anak saudara bukan darah daging Hilman, Yu. Yang Ibu dan Bapak mau anak Hilman, bukan anak orang lain!" Ibu menatap dengan tajam ke arahku. Nada suaranya penuh dengan penekanan.

"Tapi dia masih sedarah dengan kalian, kan?" aku keukeuh dengan pemikiranku.

"Tetap saja yang ibu mau anak Hilman, Yu. Kamu mengerti keinginan ibu dan Bapak, dong!" Ibu membentakku dengan suara keras kali ini. Hal yang tidak pernah ibu lakukan padaku sejak dulu hingga hari ini. Mas Gandi pun sampai menoleh ke arah ibu dengan wajah yang terlihat kebingungan, sementara ibu terlihat marah menatapku.

Aku tercekat di tenggorokan. Rasanya sangat sulit sekali untuk bernafas

"Ayu juga sudah berusaha untuk berobat, Bu. Dokter bilang Ayu tidak ada masalah. Memang kami belum diberikan keturunan. Mas Hilman juga selalu sulit untuk aku aja ke dokter ...."

"Jadi kamu menuduh anak saya bermasalah begitu?" tanya ibu dengan tatapan marahnya.

"Bukan itu maksud Ayu, Bu. Ayu tidak bilang seperti itu. Ayu hanya ingin ibu bersabar sebentar lagi. Kami juga sedang berusaha ...."

"Sampai kapan?" tanya ibu dengan ketus.

"Sampai kapan kami harus menunggu?!" tanya ibu dengan penekanan di dalam kalimatnya. "Jangan egois kamu, Ayu! Kamu mau sampai kami meninggal nanti kami tidak bisa melihat keturunan Hilman? Kamu mau kami mati penasaran?" tanya ibu dengan kesal.

Aku menundukkan kepala. Aku juga tidak tahu akan hal itu. Aku tidak tahu kapan hal itu akan datang dan terjadi padaku.

Terlihat oleh sudut netraku saat lutut ibu bergerak, "Keputusan kami ternyata benar! Hilman memang seharusnya menikah lagi. Percuma bicara dengan wanita keras kepala seperti kamu yang tidak memikirkan keluarga! Ingat Ayu, kamu harusnya bersyukur, Hilman tidak mau melepas kamu yang tidak bisa memiliki anak. Siapa orang yang bisa menerima wanita yang tidak bisa memberikan keturunan?"

Duaarrr ....

Perkataan ibu seperti kilat dan petir yang menyambar hatiku, padahal siang hari ini sangat cerah. Aku menatap ibu dengan tidak percaya. Teganya ibu berkata kejam seperti itu. Aku menatap ibu yang kini telah berdiri, lalu juga ikut berdiri.

"Bu, kenapa Ibu bicara seperti itu? Ayu bisa, Bu. Kalau kami berobat dengan ...."

"Ibu sudah terlalu sabar dengan kamu, Yu. Semua keputusan ini kamu tidak bisa ubah lagi. Kalau kamu tidak bersedia dengan nasib pernikahan kalian, kamu juga tahu apa yang terbaik untuk kamu!" Ibu memotong ucapanku dan menatapku dengan tajam. Kami saling bertatapan dengan penuh emosi, bak ada kilatan kemarahan di dalam mata kami masing-masing. Mas Gandi menyentuh tangan ibu dan mengusapnya.

"Sabar, Bu."

"Kita pulang, Gandi!" tanpa menunggu jawaban dari anak sulungnya itu, ibu melangkah keluar dari rumah ini. Mas Gandi pun sama kini berdiri dan merapikan bajunya.

"Maaf, Yu. Mas gak bisa melakukan apa-apa jika ibu sudah ada keinginan." Mas Gandi berkata dengan nada pelan, sorot tatapannya iba terhadapku.

Aku hanya diam, tidak mampu menjawab. Rasanya suara ini enggan ke luar hanya untuk sekedar menjawab penyesalannya. "Kami pamit dulu," ucap Mas Gandi kemudian menyusul ibu keluar dari sini.

Suara deru mobil terdengar masuk ke halaman rumah, kemudian terdengar mesin mobilnya mati. Aku masih terduduk di ruang tamu, pembicaraan dengan ibu membuat aku kini bagai patung, hanya diam dan menahan sesak di dalam dada.

"Kamu harusnya gak usah urusin istri kamu itu, Hilman! Dia istri yang tidak tahu berterimakasih. Apa Ibu salah kalau Ibu hanya ingin cucu?!"

Terdengar suara ibu yang berbicara dengan keras dan dengan nada marah ditujukan pada Mas Hilman. Hatiku sakit mendengar ibu menyebutkan aku istri yang tidak tahu berterimakasih. Apa maksudnya ibu bicara seperti itu?

"Sudah untung kamu gak ceraikan dia, tapi dia tetap saja tidak mengakui kekurangannya dan bilang kalau mungkin kamu yang bermasalah! Tidak ada yang bermasalah di keluarga kita!" Aku memejamkan mataku. Rasa perih di mata ini membuatku kembali ingin menangis.

"Akui dan terima saja kalau memang tidak bisa memberikan keturunan. Dasar wanita mandul!"

Suara Mas Hilman terdengar lirih berkata, terdengar menenangkan ibu. Pria itu hanya mengatakan jika dia akan memberikan pengertian padaku. Pengertian apa lagi?

Gegas aku berjalan ke arah pintu dan membanting pintu itu dengan keras, terserah orang mau mengatakan apa. Aku tidak peduli. Setelah itu aku berjalan ke arah kamarku. Sama, aku juga membanting pintu kamar sebagai rasa kesal dan sakit hatiku ini terhadap ucapan ibu. Siapa yang suka disebut mandul?

"Tuh lihat kamu, Man. Istri macam apa yang tidak mengantar mertuanya akan pulang dan juga menyambut kepulangan kamu? Sudah. Memang kamu pantas menikah dengan Hana!" Suara Ibu terdengar lagi, masih berbicara dengan keras dan menyebutkan nama seseorang. Kamarku memang dekat dengan garasi mobil hingga masih terdengar dengan jelas suara-suara itu.

"Sudah, toh Bu. Ayo kita pulang. Biar Hilman yang urusi soal ini. Ayu pasti akan mengerti, Bu." Itu suara Mas Gandi, suara motor kemudian terdengar menyala dan lalu lamat tidak terdengar lagi.

Aku menjatuhkan diriku di atas tempat tidur. Memeluk bantal guling yang sudah beberapa malam ini menjadi teman tidur ku. Menangis tersedu mengingat apa yang dikatakan ibu tadi. Wanita mandul. Aku menolak dikatakan seperti itu. Bahkan, dokter pun tidak mengatakan jika aku mandul, memang hanya belum diberikan rezeki oleh Yang Maha Kuasa. Apa itu salahku?

Pintu kamar diketuk dari luar, terdengar pelan dan membujuk suaranya Mas Hilman memintaku untuk keluar.

"Ayu, kita bicara sebentar bisa?" suara Mas Hilman terdengar bertanya. Pintu diketuk lagi, masih dengan pelan.

"Yu, Ayu. Kita bicara sebentar, Yu. Ayu, Sayang!"

Aku tidak mau menjawab. Rasa sakit di dalam hati ini semakin bertambah di kala mengingat pria yang memanggilku sayang ini adalah suamiku yang telah berkhianat.

"Yu!" panggilnya lagi.

"Aku gak mau bicara, Mas!" teriakku. Tangis yang sedari tadi terpendam kini pecah dan membasah di wajahku.

Suara ketukan tidak terdengar lagi. Aku menangis pilu dalam kesedihan.

Malam telah menjelang, aku keluar dari kamar untuk mandi, handuk tersampir di bahuku. Sedari siang menangis dan juga tak sadar sampai tertidur pulas. Panggilan ibu di telepon juga sama sekali tidak terdengar. Setelah bangun tadi aku kirimkan chat pada ibu akan menghubunginya setelah selesai mandi.

Wangi aroma masakan tercium di bawah hidungku. Sangat harum dan juga menggugah selera untuk orang yang tengah lapar sepertiku.

"Hana gak tau, Mas. Apa Mbak Ayu mau makan masakan Hana? Kami belum saling mengenal, dan dari cerita Mas Hilman tidak mungkin Mbak Ayu mau terima Hana dengan mudah."

Aku terdiam menatap seseorang kini sedang memasak di dapurku. Mas Hilman duduk menungguinya. Sebatang rokok tersemat di antara jarinya, mengepulkan asap tipis yang selalu tidak aku suka aromanya.

Seorang wanita dengan tubuh mungil, lincah bergerak ke kanan dan ke kiri, tangannya sedang mengaduk masakan di dalam wajan.

Ada wanita lain yang berani memakai dapurku!

"Apa Mas yakin, Hana harus tinggal disini. Nanti kalau Mbak Ayu melarang bagaimana?" tanya wanita yang menyebut dirinya sebagai Hana.

"Aku akan beri pengertian sama Ayu. Kamu ...."

"Pengertian apa lagi, Mas?!" tanyaku memotong ucapan mereka. Kedua orang itu terkejut dan serentak mengalihkan pandangannya ke arahku. Dadaku bergerak naik turun melihat kedua orang yang ada di hadapanku ini. Berani-beraninya pria ini membawa madunya ke rumah ini.

Mas Hilman langsung bangkit dari kursinya, sementara wanita itu menunduk dalam, tidak berani menatapku.

"Ayu, Mas bisa jelaskan!" Kini langkahnya cepat menghampiri, kedua tangannya terulur untuk memegang lenganku, aku segera mundur dan menahan pergerakannya, mendorong tubuhnya agar tidak lagi mendekat.

"Ayu, Mas mohon ... Dengarkan penjelasan Mas dulu."

"Tidak perlu, Mas. Kamu tega bohongin aku, kamu menikah lagi, dan sekarang kamu mau bawa dia tinggal disini?" lirihku.

"APA KAMU SUDAH GILA, MAS?" teriakku pada akhirnya. Tidak tahan lagi dengan pikirannya yang sudah di luar batas. Dia sudah melakukan beberapa kesalahan, dan sekarang ingin menambah daftar kesalahannya lagi.

"Ini permintaan ibu, Yu. Aku bisa apa?" Aku menggelengkan kepalaku. Tatapan matanya terlihat bingung dengan penuh permohonan padaku.

"Kamu bawa belati di dalam rumah tangga kita, Mas." Hatiku sakit, tentu saja, setelah dibohongi, kini dia membawa orang ketiga itu kesini.

"Kenapa kamu bawa dia kesini? Apa tidak bisa dia ditempatkan di rumah lain?"

"Aku gak bisa, Yu. Hana takut sendirian, aku gak bisa tinggalkan dia dirumah lain! Aku mohon kamu mau terima dia di rumah ini, ya ...." Bahkan, dia tahu ketakutan wanita itu.

"Kalau begitu, tinggalkan saja dia dirumah ibu, Mas! Disana banyak orang dia gak akan kesepian. Jangan biarkan dia tinggal disini!" teriakku lagi, aku ingin kembali menangis, tapi air mataku seakan enggan untuk keluar lagi.

"Rumah ibu jauh dari kantor, aku gak sanggup pulang pergi sejauh itu."

"Terserah!! Terserah kamu mau bawa dia kemana yang penting jangan di rumahku!" teriakku lagi. Aku sungguh tidak mau melihat dia ada disini.

Dengan langkah cepat aku mendekat ke arahnya, terhalang oleh meja makan aku berhenti dan menunjuk lantang kepada wanita itu.

"Kamu! Pelakor! Kamu tau kan Mas Hilman sudah punya istri? Kenapa juga kamu mau menikah dengan dia, huh?!!" perasaanku semakin emosi melihat dia yang hanya berdiri dengan gelisah. Kepalanya masih tertunduk dalam. Jari jemarinya saling meremat satu sama lain.

"Ayu, jangan keterlaluan kamu! Jaga ucapan kamu, dia itu wanita baik-baik!" Mas Hilman mendekat ke arah ku dan berbicara dengan membentakku. Hal yang tidak pernah dia lakukan selama ini.

Ku alihkan tatapanku ke arah Mas Hilman. Dia juga sama menatapku, berbeda dengan sorot matanya tadi, kali ini sorot itu terlihat ada kilatan amarah di dalam sana.

"Wanita baik mana yang menikah dengan pria beristri? Wanita mana yang menyodorkan dirinya untuk disebut pelakor, dan menjadi orang ketiga?! Mengganggu kedamaian rumah tangga orang lain?!"

Tangan besar itu seketika naik hingga sejajar dengan telinganya. Telapak tangannya jelas terlihat melebar dan siap untuk melayang, aku menantang Mas Hilman dengan tatapanku. Tak ada sedikitpun rasa takut akan dirinya

Air mataku kembali mengalir, menetes dengan deras. Sikapnya jelas sudah berubah.

Dia hanya terdiam, tangannya hanya menggantung tanpa dia gerakkan lagi, padahal pipi ini sudah siap jika tamparan itu akan mengenainya. Bagus malah, itu bisa aku jadikan laporan KDRT untuk pengadilan nanti.

Tangan besar itu perlahan turun, tubuhnya yang tegap kini melemah di hadapanku. Wajah yang marah seketika berubah menjadi sendu.

"Maaf, Yu. Mas khilaf." Satu lelehan air bening mengalir melewati pipinya. Pundak Mas Hilman kini tidak tegak lagi.

"Ayu gak tahan, Mas. Silahkan kalau Mas mau melanjutkannya. Ayu mundur saja." Berat, sakit, perih, saat aku mengatakan hal itu. Aku tidak bisa melanjutkan rasa sakit ini dengan dia.

Gegas aku melangkahkan kaki ini ke arah kamarku, mengambil koper yang ada di samping lemari dan kemudian mengeluarkan beberapa pakaianku dari lemari. Tanpa merapikannya aku memasukan baju-bajuku. Gantungan baju aku lempar sembarangan, rasanya aku tidak sabar untuk pergi dari rumah ini.

"Ayu kamu mau kemana?" tanya Mas Hilman kini ada di sampingku. Dia merebut pakaian yang sedang aku masukkan ke dalam koper dan juga melemparnya sembarangan ke lantai.

"Aku mau pulang!" Aku tidak peduli dengan dia yang terus saja mengeluarkan kembali bajuku dari sana. Aku mengambillnya dan memasukkan baju lain.

"Gak boleh. Kamu gak boleh pergi dari rumah ini. Aku bagaimana kalau gak ada kamu, Yu?" tanya mas Hilman dengan memohon.

Ku tatap dirinya yang kini wajahnya memelas.

"Kamu lupa kalau kamu ada istri yang lain? Dia bisa mengurus kamu. Kamu sudah gak perlu aku lagi, Mas." Teriakku tidak tahan. Aku mengambil, dompet, hp, dan kunci motor yang ada di atas nakas lalu pergi tanpa membawa koperku. Dengan langkah yang cepat aku pergi ke luar dan mengambil motor di garasi. Helm ku pakai tanpa aku kunci talinya dengan benar. Ingin segera pergi dari sini secepat mungkin.

"Ayu, tunggu Ayu. Jangan pergi. Ayu!" Suara teriakan Mas Hilman terdengar saat aku sedang membukakan pintu pagar. Aku hanya menolehkan kepalaku sekilas, meihat dia yang berlari, di belakangnya terlihat wanita itu sedang menatap ke arahku. Segera aku melajukan motorku ke luar dari sana dengan kecepatan tinggi. Tidak peduli dengan rasa dingin yang kini menerpa kulitku.

Terpopuler

Comments

guntur 1609

guntur 1609

bodoh kau yu. polisi kan saja

2024-12-04

0

guntur 1609

guntur 1609

ya pasti Hilman nya yg mandul

2024-12-04

0

Farrel Mahardika

Farrel Mahardika

kok gw bacanya juga ikutan emosi kayak ayu yah,jadi pengen ketok kepalanya hilman...

2022-11-15

0

lihat semua
Episodes
1 1. Sebuah Pesan Bergambar
2 2. Anggap Dia Adikmu!
3 3. Orang Asing
4 4. Pertanyaan Ibu
5 5. Harus Kuat Karena Ibu
6 6. Permohonan Maaf
7 7. Hanya Demi Ibu
8 8 Mengingatkan status
9 9. Posisi yang Tergantikan
10 10. Pernyataan Hana
11 11. Ikhlas Yang Menyakitkan
12 12. Positive
13 13. Keputusan yang Membingungkan
14 14. Permintaan Ayu
15 15. Goresan Luka
16 16. Terpaksa Kembali
17 17. Alasan Ayu Kembali
18 18. Perhatian yang Terbagi
19 19. Aku Ingin Bekerja
20 20. Bertemu Dengan Dokter Lagi.
21 21. Ucapan Menyakitkan Mertua
22 22. Meminta Keadilan
23 23. Permintaan Hana, Malam ini Saja.
24 24. Meminta Pengertian Ayu
25 25. Membuat Ulah Lagi
26 26. Rebut Semua
27 27. Bertemu dengan Seorang Anak.
28 28. Tidak Mau Sekolah!
29 29. Surgaku Ada Pada Ibu
30 30. Siapa Wanita Itu, Mbak?
31 31. Kutukan Penulis
32 32. Pov. Hilman
33 33. Ancaman Ibu
34 34. Hilman Dalam Kebingungan
35 35. Aku Kapan Punya Anak?
36 36. Ayu, Tidak Ingin Ditinggalkan
37 37. Dukungan Bapak Terhadap Ibu
38 38. Ibu dan Bapak, Tetap Pada Keputusan
39 39. Rasanya Berpoligami
40 40. Hilman Dan Hana di Tempat Umum
41 41. Pertengkaran Di Depan Umum
42 42. Terima Nasibmu Sebagai Wanita Mandul!
43 43. Sahabat Yang Peduli
44 44. Video yang Tengah Viral
45 45. Bukan Anak Yang Berbakti
46 46. Dokter Wira
47 47. Maaf, Aku Akan Mencoba Adil Untuk Kalian.
48 48. Hana Yang Tidak Pernah Mengerti
49 49. Pelecehan Istri Sendiri
50 50. Pulang Ke Rumah
51 51. Jujur Pada Ibu
52 52. Keputusan Ayu
53 53. Seorang Pria
54 54. Arga, Pria Dari Masa Lalu.
55 55. Gunakan Kesempatan, Atau Aku Akan Kembali!
56 56. Tamu Tak Diundang.
57 57. Ibu: Berikan Kebebasan Untuk Ayu, Hilman!
58 58. Kamu Bahagia, Bukan Aku!
59 59. Jangan Dekat Dengan Dia (Arga)
60 60. Cerita Tentang Arga
61 61. Alasan Ibu Tak Suka
62 62. Dokter Wira, "Jangan Sungkan."
63 63. Kedatangan Ibu Mertua.
64 64. Debat Dua Orang Ibu
65 65. Pesan Dari Sebuah Nomor Asing
66 66. Jalan Menuju Kebebasan
67 67. Kamu Mau Kan Dengan Dokter Wira?
68 68. Mulut Tetangga
69 69. Hilman. Dimana Buku Itu!
70 70. Hilman Yang Kalap
71 71. Perkelahian Di Tengah Jalan.
72 72. Dokter Wira: Maksud Saya ... Tidak Apa-Apa!
73 73. Bertemu Pengacara
74 74. Hari Operasi
75 75. Keputusanku Sudah Bulat!
76 76. Aifa
77 77. Izinkan Saya ....
78 78. Dokter Yang Gigih
79 79. Sidang Pertama
80 80. Sidang Perceraian.
81 81. Hilman, Tak Ada Yang Sama
82 82. Ajakan Dokter Wira
83 83. Saudara Kembar Dokter Wira
84 84. Sekeranjang Mawar Putih
85 85. Siapa Pengirim Bunga Ini?
86 86. Datang Untuk Meminang
87 87. Meminta Petunjuk
88 88. Mengantar Risma ke Mall
89 89. Mencari Keberadaan Ayah
90 90. Pengumuman!! Ayo Pada Kumpul!!!
91 91. Gara Tak Mau Makan
92 92. Tante Ayu Dak Boleh Pulang!
93 93. Pov Arga
94 94. Buy One Get One Free
95 95. Kamu Harus Hati-Hati
96 96. Maaf tentang Masa Lalu
97 97. Tak Mau Jadi Baby Gula
98 98. Curhat Dengan Diana
99 99. Nomor yang Tak Dikenal
100 100. Cerita Untuk Gara.
101 101. Pengumuman Pemenang Give Away!!!
102 102. Undangan Pesta Ulang Tahun
103 103. Orang Tua Yang Ramah.
104 104. Aku Hanya Wanita Cacat
105 105. Harus Tegas
106 106. Paket Misterius
107 107. Paket Lagi.
108 108. Bertanya
109 109. Lima Orang Asing
110 110. Pulang Dengan Tangan Hampa
111 111. Kabar Baik
112 112. Bertemu Gara Lagi
113 113. Kabar berita
114 114. Berdusta Sekali Lagi
115 115. Jadi Mama Gara!
116 116. Terjebak
117 117. Dongeng Kelinci dan Kura-Kura
118 118. Maafkan Gara!
119 119. Hari Pertama Bekerja
120 120. Gara-Gara Ojol!
121 121. Hati Yang Masih Beku
122 122. Kejadian Di Mall
123 123. Hilman Membuat Ulah
124 124. Arga, Eka?
125 125. Perasaan Arga.
126 126. Apa Yang Harus Aku Lakukan?
127 127. Pertanyaan Ibu.
128 128. Penolakan Ibu
129 129. Apa Karena Ibu?
130 130. Menyerah
131 131. Ibu Kecelakaan
132 132. Pertolongan Arga.
133 133. Kehadiran Gara di Rumah Sakit
134 134. Gara Dan ibu
135 135. Penuturan Ibu
136 136. Restu Dari Ibu
137 137. Bertemu Arga
138 138. Arga. Sakit Hati Kedua Kali
139 139. Cinta Lama Berlanjut Kembali
140 140. Gombalan Untuk Calon Istri
141 141. Doa Yang Baik
142 142. Menyerahkan Ayu
143 143. Menikah Di Pos Satpam?
144 144. Akibat Hubungan Dengan Bos
145 145. Bicara Tentang Ibu
146 146. Lamaran Part 1
147 147. Lamaran Part 2
148 148. Saya Menerima.
149 149. Mencari Tanggal Yang Tepat
150 150. Pemberian Arga
151 151. Ibu Punya Nazar
152 152. Arga Marah
153 153. Ke KUA, yuk!
154 154. Kabar Baik
155 155. Kejadian Tidak Terduga
156 156. Lebih Baik Mati
157 157. Hilman Menggila
158 158. Arga Pencemburu
159 159. Tamu Tak Diundang
160 160. Arga Dan Gombalannya
161 161. Berkunjung Ke Pusara Haifa
162 162. Kalimat Yang Sangat Indah
163 163. SAH!!!!!!
164 164, acara di rumah
165 165. Keluarga Yang Sangat Menyenangkan
166 166. Arga: Aku Masuk Angin!
167 167. Apa Yang Terjadi Kepada Arga?
168 168. Ladang Kering Telah Disirami
169 169. Lupa Kunci Pintu
170 170. Arga Semakin Parah
171 171. Cara Tersendiri
172 172. Kejadian Di Pagi Hari
173 173. Kedatangan Dokter
174 174. Hadirnya Sosok Lain.
175 175. Ancaman Arga. "Tunggu Nanti Malam."
176 176. Dokter Wira
177 177. Tamu Wanita
178 178. Pengantin Laki-Laki Teraniaya.
179 179. Penjelasan Arga
180 180. Tetap Jadi Istri Yang Baik
181 181. Saat Makan Siang
182 182. Tempat Untuk Honeymoon
183 183. Peringatan
184 184. Diana Tidak Hadir
185 185.
186 186. Merasa Belum Baik
187 187. Penyambutan
188 188. Gara Menjadi Pemersatu Bangsa.
189 189. Makan Siang Keluarga
190 190. Ajakan Arga
191 191. Pertanyaan Gara
192 192. Hukuman atau Panggil Sayang?
193 193. Suamiku, Imamku
194 194. Gombal Terus!
195 195. Dua Lelaki Sumber Kebahagiaan
196 196. Bertemu Seorang Wanita
197 197. Hal Yang Membuat Penasaran
198 198. Kain Yang Menerawang
199 199. Bertemu Dengan Dokter
200 200. Mengambil Alih
201 201. Serangan Bukan Dadakan
202 202. Serangan Kedua Dan Ketiga
203 203. Ketahuan!
204 204. Desas Desus Tak Enak
205 205. Ingin Jadi Anak Yang Kuat
206 206. Kesedihan Gara
207 207. Masalah.
208 208. Tempat Terselubung
209 209. Kemana Arga?
210 210. Ingin Marah
211 211. Arga Masuk Angin
212 212. Harapan Yang Masih Belum Terwujud
213 213. Serasa Permen Yupi
214 214. Shopping Day!
215 215. Desa Penari
216 216. Tingkah Ayu Yang Aneh
217 217. Rasa Yang Berbeda
218 218. Coba Yang Lain
219 219. Honeymoon, Yuk!
220 220. Kabar Bahagia
221 221. Kabar Bahagia part 2
222 222. Gara. "Jangan Bikin Mama Emosi!"
223 223. Pertanyaan Gara
224 224. Kabar Bahagia Untuk Ibu
225 225. Diri Yang Selalu Suudzon
226 226. Harus Beristirahat.
227 227. Kejutan Yang Gagal
228 228. Ingat Apa Kata Dokter!
229 229. Tangisan Gara
230 230. Tak Sadarkan Diri
231 231. Sapaan Dari Dalam Perut
232 232. Pulang Dari Rumah Sakit
233 233. Inginkan Sesuatu
234 234. Meminta Maaf
235 235. Sosok Suami Idaman
236 236. Meminta Persetujuan
237 237. Mencari Foto Haifa
238 238. Kesedihan Gara
239 239. Berbicara
240 240. Cinta Tulus Untuk Gara
241 241. Seseorang Di Luar Jendela
242 242. Persiapan Empat Bulanan
243 243. Laki-laki Di Depan Mall
244 244. Arga Si Pelindung
245 245. Kehidupan Setelah Bercerai
246 246. Hilman Setelah Bercerai 2
247 247 Ayu
248 248. Main Gundu
249 249. Sepenggal Kisah
250 250. Pergi bersama
251 251. Pengakuan Hilman
252 252. Maaf Dari Hilman
253 253. Kisah Hilman
254 254. Hilman Dalam masalah
255 255. Di Balik Kisah Hilman
256 256. Arga Cemburu
257 257. Rencana Arga
258 258. Hanya Untukmu
259 259. Pertemuan Arga dan Hilman
260 260. Noda Merah
261 261. Rumah Sakit
262 262. Perjuangan Seorang Ibu
263 263. Hadirnya Anggota Baru
264 264. Apa Kamu Tidak Pernah ....
265 265. Bayi Yang Haus
266 266. Ucapan Manis
267 267 Hilman di Acara Aqiqah
268 268. Pelajaran Berharga
269 269. Meminta Penilaian
270 270. Gara Anakku juga!
271 271. Kabar Bahagia
272 272. Ke Rumah Sakit Lagi
273 273. Ayu Nakal
274 274. Seperti Pasangan Mes*m
275 275. Ajakan Honeymoon Yang Selalu Gagal.
276 276. Sebuah Pengajaran
277 277. Perjalanan Panjang
278 278. Perjalanan Yang Melelahkan
279 279. Sesuatu Yang Kembali
280 280. Sindiran Dari Keluarga
281 281. Sesal Yang Tak Guna
282 282. Tersangka Investasi Bodong
283 283. Bicara Dengan Ibu
284 284. Kisah Di Balik Tirai
285 285. Tidak Tahu Malu
286 286. Dewi
287 287. Mungkinkah Dia?
288 288. Penjarakan Saja!
289 289. Keinginan Arga
290 290. Rencana Arga
291 291. Seperti Masa Lalu
292 292. Azka Demam
293 293. Obat Oles Tradisional
294 294. Perjuangan Seorang Ibu
295 295. Bawa Ke Ustadz
296 296. Sepuluh Juta
297 297. Sang Penakluk
298 298. Penakluk Tak Pernah Puas
299 299. Malam Acara Selamatan
300 300. Kasih Ibu Sepanjang Masa
301 301. Perjalanan Yang Sulit
302 302. Ibu Lelah
303 303. Semua Lelah
304 304. Wanita Selain Dewi
305 305. Debat Yang Melelahkan
306 306. Pusing Menghadapi Ibu.
307 307. Kasmaran
308 308. Hilman Mau Punya Istri
309 309. Tak Ada Salahnya Membahagiakan Ibu
310 310. Liburan Dadakan Dengan Ibu
311 311. Bertanya Pada Dewi
312 312. Bantu aku Gagalkan
313 313. Pertanyaan Pak Hendro
314 314. Fakta Tentang Dewi
315 315. Nikah Dadakan
316 316. SAH!!!
317 317. Jodoh Datang Terlambat
318 318. Tatapan Ipar Dan Bapak Mertua
319 319. Pulang Kemana Aku?
320 320. Rencana Pesta Resepsi
321 321. Pesan Pak Mertua
322 322. Acara Tujuh Bulanan
323 323. Dewi Alergi
324 324. Tiga Kali Menikahi Perawan
325 325. Manisnya Sebuah Hubungan
326 326. Aku Siap!
327 327. Unboxing
328 328. Berhasil Menjelajah
329 329. Kebahagiaan Hilman
330 330. Arga Sepertinya Marah
331 331. Suami Pengertian
332 332. Berita Duka
333 333. Berkabung
334 334. Kesedihan Gara.
335 335. Pendarahan Setelah Pertarungan
336 336. Selamat Datang Putri Kecil
337 337. Dilema
338 338. Telepon Dari Dewi
339 339. Kebahagiaan Kedua
340 340. Adopsi Untuk Vano
341 341. Happy Ending
342 Pengumuman Baru Nih!
Episodes

Updated 342 Episodes

1
1. Sebuah Pesan Bergambar
2
2. Anggap Dia Adikmu!
3
3. Orang Asing
4
4. Pertanyaan Ibu
5
5. Harus Kuat Karena Ibu
6
6. Permohonan Maaf
7
7. Hanya Demi Ibu
8
8 Mengingatkan status
9
9. Posisi yang Tergantikan
10
10. Pernyataan Hana
11
11. Ikhlas Yang Menyakitkan
12
12. Positive
13
13. Keputusan yang Membingungkan
14
14. Permintaan Ayu
15
15. Goresan Luka
16
16. Terpaksa Kembali
17
17. Alasan Ayu Kembali
18
18. Perhatian yang Terbagi
19
19. Aku Ingin Bekerja
20
20. Bertemu Dengan Dokter Lagi.
21
21. Ucapan Menyakitkan Mertua
22
22. Meminta Keadilan
23
23. Permintaan Hana, Malam ini Saja.
24
24. Meminta Pengertian Ayu
25
25. Membuat Ulah Lagi
26
26. Rebut Semua
27
27. Bertemu dengan Seorang Anak.
28
28. Tidak Mau Sekolah!
29
29. Surgaku Ada Pada Ibu
30
30. Siapa Wanita Itu, Mbak?
31
31. Kutukan Penulis
32
32. Pov. Hilman
33
33. Ancaman Ibu
34
34. Hilman Dalam Kebingungan
35
35. Aku Kapan Punya Anak?
36
36. Ayu, Tidak Ingin Ditinggalkan
37
37. Dukungan Bapak Terhadap Ibu
38
38. Ibu dan Bapak, Tetap Pada Keputusan
39
39. Rasanya Berpoligami
40
40. Hilman Dan Hana di Tempat Umum
41
41. Pertengkaran Di Depan Umum
42
42. Terima Nasibmu Sebagai Wanita Mandul!
43
43. Sahabat Yang Peduli
44
44. Video yang Tengah Viral
45
45. Bukan Anak Yang Berbakti
46
46. Dokter Wira
47
47. Maaf, Aku Akan Mencoba Adil Untuk Kalian.
48
48. Hana Yang Tidak Pernah Mengerti
49
49. Pelecehan Istri Sendiri
50
50. Pulang Ke Rumah
51
51. Jujur Pada Ibu
52
52. Keputusan Ayu
53
53. Seorang Pria
54
54. Arga, Pria Dari Masa Lalu.
55
55. Gunakan Kesempatan, Atau Aku Akan Kembali!
56
56. Tamu Tak Diundang.
57
57. Ibu: Berikan Kebebasan Untuk Ayu, Hilman!
58
58. Kamu Bahagia, Bukan Aku!
59
59. Jangan Dekat Dengan Dia (Arga)
60
60. Cerita Tentang Arga
61
61. Alasan Ibu Tak Suka
62
62. Dokter Wira, "Jangan Sungkan."
63
63. Kedatangan Ibu Mertua.
64
64. Debat Dua Orang Ibu
65
65. Pesan Dari Sebuah Nomor Asing
66
66. Jalan Menuju Kebebasan
67
67. Kamu Mau Kan Dengan Dokter Wira?
68
68. Mulut Tetangga
69
69. Hilman. Dimana Buku Itu!
70
70. Hilman Yang Kalap
71
71. Perkelahian Di Tengah Jalan.
72
72. Dokter Wira: Maksud Saya ... Tidak Apa-Apa!
73
73. Bertemu Pengacara
74
74. Hari Operasi
75
75. Keputusanku Sudah Bulat!
76
76. Aifa
77
77. Izinkan Saya ....
78
78. Dokter Yang Gigih
79
79. Sidang Pertama
80
80. Sidang Perceraian.
81
81. Hilman, Tak Ada Yang Sama
82
82. Ajakan Dokter Wira
83
83. Saudara Kembar Dokter Wira
84
84. Sekeranjang Mawar Putih
85
85. Siapa Pengirim Bunga Ini?
86
86. Datang Untuk Meminang
87
87. Meminta Petunjuk
88
88. Mengantar Risma ke Mall
89
89. Mencari Keberadaan Ayah
90
90. Pengumuman!! Ayo Pada Kumpul!!!
91
91. Gara Tak Mau Makan
92
92. Tante Ayu Dak Boleh Pulang!
93
93. Pov Arga
94
94. Buy One Get One Free
95
95. Kamu Harus Hati-Hati
96
96. Maaf tentang Masa Lalu
97
97. Tak Mau Jadi Baby Gula
98
98. Curhat Dengan Diana
99
99. Nomor yang Tak Dikenal
100
100. Cerita Untuk Gara.
101
101. Pengumuman Pemenang Give Away!!!
102
102. Undangan Pesta Ulang Tahun
103
103. Orang Tua Yang Ramah.
104
104. Aku Hanya Wanita Cacat
105
105. Harus Tegas
106
106. Paket Misterius
107
107. Paket Lagi.
108
108. Bertanya
109
109. Lima Orang Asing
110
110. Pulang Dengan Tangan Hampa
111
111. Kabar Baik
112
112. Bertemu Gara Lagi
113
113. Kabar berita
114
114. Berdusta Sekali Lagi
115
115. Jadi Mama Gara!
116
116. Terjebak
117
117. Dongeng Kelinci dan Kura-Kura
118
118. Maafkan Gara!
119
119. Hari Pertama Bekerja
120
120. Gara-Gara Ojol!
121
121. Hati Yang Masih Beku
122
122. Kejadian Di Mall
123
123. Hilman Membuat Ulah
124
124. Arga, Eka?
125
125. Perasaan Arga.
126
126. Apa Yang Harus Aku Lakukan?
127
127. Pertanyaan Ibu.
128
128. Penolakan Ibu
129
129. Apa Karena Ibu?
130
130. Menyerah
131
131. Ibu Kecelakaan
132
132. Pertolongan Arga.
133
133. Kehadiran Gara di Rumah Sakit
134
134. Gara Dan ibu
135
135. Penuturan Ibu
136
136. Restu Dari Ibu
137
137. Bertemu Arga
138
138. Arga. Sakit Hati Kedua Kali
139
139. Cinta Lama Berlanjut Kembali
140
140. Gombalan Untuk Calon Istri
141
141. Doa Yang Baik
142
142. Menyerahkan Ayu
143
143. Menikah Di Pos Satpam?
144
144. Akibat Hubungan Dengan Bos
145
145. Bicara Tentang Ibu
146
146. Lamaran Part 1
147
147. Lamaran Part 2
148
148. Saya Menerima.
149
149. Mencari Tanggal Yang Tepat
150
150. Pemberian Arga
151
151. Ibu Punya Nazar
152
152. Arga Marah
153
153. Ke KUA, yuk!
154
154. Kabar Baik
155
155. Kejadian Tidak Terduga
156
156. Lebih Baik Mati
157
157. Hilman Menggila
158
158. Arga Pencemburu
159
159. Tamu Tak Diundang
160
160. Arga Dan Gombalannya
161
161. Berkunjung Ke Pusara Haifa
162
162. Kalimat Yang Sangat Indah
163
163. SAH!!!!!!
164
164, acara di rumah
165
165. Keluarga Yang Sangat Menyenangkan
166
166. Arga: Aku Masuk Angin!
167
167. Apa Yang Terjadi Kepada Arga?
168
168. Ladang Kering Telah Disirami
169
169. Lupa Kunci Pintu
170
170. Arga Semakin Parah
171
171. Cara Tersendiri
172
172. Kejadian Di Pagi Hari
173
173. Kedatangan Dokter
174
174. Hadirnya Sosok Lain.
175
175. Ancaman Arga. "Tunggu Nanti Malam."
176
176. Dokter Wira
177
177. Tamu Wanita
178
178. Pengantin Laki-Laki Teraniaya.
179
179. Penjelasan Arga
180
180. Tetap Jadi Istri Yang Baik
181
181. Saat Makan Siang
182
182. Tempat Untuk Honeymoon
183
183. Peringatan
184
184. Diana Tidak Hadir
185
185.
186
186. Merasa Belum Baik
187
187. Penyambutan
188
188. Gara Menjadi Pemersatu Bangsa.
189
189. Makan Siang Keluarga
190
190. Ajakan Arga
191
191. Pertanyaan Gara
192
192. Hukuman atau Panggil Sayang?
193
193. Suamiku, Imamku
194
194. Gombal Terus!
195
195. Dua Lelaki Sumber Kebahagiaan
196
196. Bertemu Seorang Wanita
197
197. Hal Yang Membuat Penasaran
198
198. Kain Yang Menerawang
199
199. Bertemu Dengan Dokter
200
200. Mengambil Alih
201
201. Serangan Bukan Dadakan
202
202. Serangan Kedua Dan Ketiga
203
203. Ketahuan!
204
204. Desas Desus Tak Enak
205
205. Ingin Jadi Anak Yang Kuat
206
206. Kesedihan Gara
207
207. Masalah.
208
208. Tempat Terselubung
209
209. Kemana Arga?
210
210. Ingin Marah
211
211. Arga Masuk Angin
212
212. Harapan Yang Masih Belum Terwujud
213
213. Serasa Permen Yupi
214
214. Shopping Day!
215
215. Desa Penari
216
216. Tingkah Ayu Yang Aneh
217
217. Rasa Yang Berbeda
218
218. Coba Yang Lain
219
219. Honeymoon, Yuk!
220
220. Kabar Bahagia
221
221. Kabar Bahagia part 2
222
222. Gara. "Jangan Bikin Mama Emosi!"
223
223. Pertanyaan Gara
224
224. Kabar Bahagia Untuk Ibu
225
225. Diri Yang Selalu Suudzon
226
226. Harus Beristirahat.
227
227. Kejutan Yang Gagal
228
228. Ingat Apa Kata Dokter!
229
229. Tangisan Gara
230
230. Tak Sadarkan Diri
231
231. Sapaan Dari Dalam Perut
232
232. Pulang Dari Rumah Sakit
233
233. Inginkan Sesuatu
234
234. Meminta Maaf
235
235. Sosok Suami Idaman
236
236. Meminta Persetujuan
237
237. Mencari Foto Haifa
238
238. Kesedihan Gara
239
239. Berbicara
240
240. Cinta Tulus Untuk Gara
241
241. Seseorang Di Luar Jendela
242
242. Persiapan Empat Bulanan
243
243. Laki-laki Di Depan Mall
244
244. Arga Si Pelindung
245
245. Kehidupan Setelah Bercerai
246
246. Hilman Setelah Bercerai 2
247
247 Ayu
248
248. Main Gundu
249
249. Sepenggal Kisah
250
250. Pergi bersama
251
251. Pengakuan Hilman
252
252. Maaf Dari Hilman
253
253. Kisah Hilman
254
254. Hilman Dalam masalah
255
255. Di Balik Kisah Hilman
256
256. Arga Cemburu
257
257. Rencana Arga
258
258. Hanya Untukmu
259
259. Pertemuan Arga dan Hilman
260
260. Noda Merah
261
261. Rumah Sakit
262
262. Perjuangan Seorang Ibu
263
263. Hadirnya Anggota Baru
264
264. Apa Kamu Tidak Pernah ....
265
265. Bayi Yang Haus
266
266. Ucapan Manis
267
267 Hilman di Acara Aqiqah
268
268. Pelajaran Berharga
269
269. Meminta Penilaian
270
270. Gara Anakku juga!
271
271. Kabar Bahagia
272
272. Ke Rumah Sakit Lagi
273
273. Ayu Nakal
274
274. Seperti Pasangan Mes*m
275
275. Ajakan Honeymoon Yang Selalu Gagal.
276
276. Sebuah Pengajaran
277
277. Perjalanan Panjang
278
278. Perjalanan Yang Melelahkan
279
279. Sesuatu Yang Kembali
280
280. Sindiran Dari Keluarga
281
281. Sesal Yang Tak Guna
282
282. Tersangka Investasi Bodong
283
283. Bicara Dengan Ibu
284
284. Kisah Di Balik Tirai
285
285. Tidak Tahu Malu
286
286. Dewi
287
287. Mungkinkah Dia?
288
288. Penjarakan Saja!
289
289. Keinginan Arga
290
290. Rencana Arga
291
291. Seperti Masa Lalu
292
292. Azka Demam
293
293. Obat Oles Tradisional
294
294. Perjuangan Seorang Ibu
295
295. Bawa Ke Ustadz
296
296. Sepuluh Juta
297
297. Sang Penakluk
298
298. Penakluk Tak Pernah Puas
299
299. Malam Acara Selamatan
300
300. Kasih Ibu Sepanjang Masa
301
301. Perjalanan Yang Sulit
302
302. Ibu Lelah
303
303. Semua Lelah
304
304. Wanita Selain Dewi
305
305. Debat Yang Melelahkan
306
306. Pusing Menghadapi Ibu.
307
307. Kasmaran
308
308. Hilman Mau Punya Istri
309
309. Tak Ada Salahnya Membahagiakan Ibu
310
310. Liburan Dadakan Dengan Ibu
311
311. Bertanya Pada Dewi
312
312. Bantu aku Gagalkan
313
313. Pertanyaan Pak Hendro
314
314. Fakta Tentang Dewi
315
315. Nikah Dadakan
316
316. SAH!!!
317
317. Jodoh Datang Terlambat
318
318. Tatapan Ipar Dan Bapak Mertua
319
319. Pulang Kemana Aku?
320
320. Rencana Pesta Resepsi
321
321. Pesan Pak Mertua
322
322. Acara Tujuh Bulanan
323
323. Dewi Alergi
324
324. Tiga Kali Menikahi Perawan
325
325. Manisnya Sebuah Hubungan
326
326. Aku Siap!
327
327. Unboxing
328
328. Berhasil Menjelajah
329
329. Kebahagiaan Hilman
330
330. Arga Sepertinya Marah
331
331. Suami Pengertian
332
332. Berita Duka
333
333. Berkabung
334
334. Kesedihan Gara.
335
335. Pendarahan Setelah Pertarungan
336
336. Selamat Datang Putri Kecil
337
337. Dilema
338
338. Telepon Dari Dewi
339
339. Kebahagiaan Kedua
340
340. Adopsi Untuk Vano
341
341. Happy Ending
342
Pengumuman Baru Nih!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!